INTENS PLUS – JAKARTA. Masinton Pasaribu, politisi PDIP, mengusulkan agar DPR RI menggunakan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab menurutnya, MK yang memperkenankan pejabat daerah di bawah usia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres adalah keputusan tirani.
Masinton menyampaikan usulannya melalui interupsi dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/10).
Kendati mikrofon Masinton sempat dimatikan oleh pihak tertentu, dia bergeming. Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP itu berteriak dengan suara kencang untuk bisa didengarkan.
Wacana digulirkannya hak angket terhadap MK merupakan buntut putusan MK yang mengizinkan kepala daerah belum berusia 40 tahun bisa menjadi capres dan cawapres.
“Menggunakan hak konstitusi saya untuk melakukan hak angket ke Mahkamah Konstitusi,” tegas Masinton.
Masinton menjelaskan, konstitusi harus tegak dan tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit. Dia juga menekankan, usulannya bukan untuk kepentingan PDIP dan capres-cawapres manapun.
“Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi,” ucap Masinton.
Masinton mengajak seluruh anggota parlemen harus menegakkan konstitusi. Hal ini penting, agar tidak terjebak dalam kegiatan pragmatis politik.
“Tentu bagi kita semua, bapak-ibu kita yang hadir di sini, sebagai roh dan jiwa bangsa kita, konstitusi harus tegak, dia tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, MK menerima uji materi yang diajukan seorang mahasiswa asal Kota Solo bernama Almas Tsaqibbirru Re A. terkait batasan usia capres-cawapres dalam pasal 169 huruf q UU Pemilu. Perkara itu bernomor 90/PUU-XXI/2023.
Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota.
Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko