INTENS PLUS – JAKARTA. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya, Minggu (12/11). Pidato bertajuk ‘Suara Hati Nurani’ itu merupakan respons Megawati, terhadap dinamika yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden perempuan Indonesia pertama itu mengatakan bahwa keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memberikan cahaya di tengah kegelapan demokrasi. Sebab MKMK memberikan sanksi lisan kolektif kepada sembilan hakim konstitusi karena dianggap melanggar kode etik, dengan membiarkan kebocoran informasi mengenai rapat permusyawaratan hakim (RPH).
“Keputusan MKMK tersebut jadi menjadi bukti kekuatan moral, politik kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi,” ujar Megawati.
Seperti diketahui, MKMK memutus pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK, setelah dinilai terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Anwar Usman dianggap terlibat benturan kepentingan dalam memutus perkara Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Sebab, MK membolehkan seseorang yang berusia di bawah 40 tahun jadi capres atau cawapres selama pernah menjabat sebagai kepala daerah yang terpilih lewat pemilu.
Keputusan yang ditangani Anwar Usman itu lantas dianggap sebagai tiket bagi, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan keponakan Anwar sekaligus putra sulung Presiden Jokowi, bisa maju di Pilpres 2024.
“Rekayasa hukum tidak boleh terjadi lagi. Hukum harus menjadi alat yang menghadirkan kebenaran. Hukum harus menjadi alat mewujudkan keadilan. Hukum harus menjadi alat mengayomi seluruh bangsa dan negara Indonesia,” ucapnya.
Terpisah Gibran Rakabuming Raka mempersilakan masyarakat melaporkan jika menemukan indikasi ada kecurangan pemilu. “Ya, dilaporkan aja ke Bawaslu atau apa, misalnya ada kecurangan atau apa pun itulah, ya,” kata Gibran di Solo, Senin (13/11/2023).
Sementara Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menafsirkan maksud pidato Megawati, yang menurutnya menegaskan adanya perpecahan suara di internal PDIP.
“Karena sampai hari ini Pak Jokowi kader PDIP. Jadi pidato yang tadi disampaikan oleh Ibu Mega itu menegaskan bahwa perpecahan dan keterbelahan suara di partai itu memang terjadi adanya,” kata Agung.
Agung mengatakan pidato Megawati menyiratkan harapan agar kader-kader PDIP makin solid untuk memenangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024. Namun, menurut dia, Megawati tak selayaknya mengomentari kondisi politik terkini lantaran PDIP masih berada di kabinet pemerintahan Jokowi.
“Kalau kita ngomong dia sekarang sedang dizalimi, dizalimi seperti apa, karena sampai hari ini masih di dalam kabinet, menterinya terbanyak malah,” ujar Agung.
“Kalau mau konsisten ya, justru enggak bermain dua kaki. Tapi kan masih bermain dua kaki, masih memanfaatkan kekuasaan juga. Kalau mau konsisten, dia keluar dari kabinet,” ucapnya.
Pengamat politik Universitas Andalas, Asrinaldi pun berpendapat, pidato Megawati merefleksikan hubungan antara PDIP dengan Jokowi yang retak. Menurut dia, Megawati bermaksud mengungkap bagaimana upaya Jokowi ingin menempatkan Gibran sebagai cawapres melalui putusan MK.
“Karena Pak Jokowi juga ingin mengusung anaknya sebagai calon wakil presiden. Itu bagian dari awal bagaimana Bu Mega mencoba mengungkap itu,” katanya.
Kendati begitu, menurut Asrinaldi, pidato Megawati lebih banyak menggambarkan keprihatinannya terhadap kondisi politik saat ini. Megawati tak mengatakan maksudnya secara gamblang karena dapat berdampak buruk terhadap PDIP.
Apalagi ada persepsi publik bahwa manuver Jokowi merupakan buntut dari perlakuan Megawati, salah satunya karena sering menyebut-nyebut Jokowi sebagai petugas partai.
Asrinaldi pun menyebut pernyataan Megawati soal dugaan adanya sejumlah manipulasi hukum yang telah terjadi ditujukan kepada Jokowi. Sebab, Jokowi masih memiliki akses dan kendali pada kekuasaan saat Pemilu 2024 berlangsung.
Menurutnya, posisi Jokowi yang sangat kuat sebagai kepala pemerintahan menimbulkan kekhawatiran dari banyak pihak.
“Walaupun Pak Jokowi sudah berusaha mengatakan untuk netral tapi kan kekhawatiran itu tetap masih ada. Itu yang bisa kita buktikan dengan ungkapan Bu Mega,” ujar Asrinaldi.
Penulis: Fatimah Purwoko