Bali Kesehatan

Penebaran Nyamuk Wolbachia Sudah Uji Materi

INTENS PLUS – BALI. Penebaran jutaan bibit nyamuk berbakteri Wolbachia untuk dua wilayah di Bali ditangguhkan. Kendati maklum, pakar mengimbau masyarakat untuk tidak resah. Lantaran pelaksanaan sudah melalui uji materi yang merupakan upaya pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD).

Peneliti Pusat kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D. membeberkan, program penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah lebih dahulu dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tepatnya, di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

Melalui kegiatan tersebut diperoleh data, program mampu menekan kasus dengue sebesar 77.1% dan menurunkan rawat inap karena dengue sebesar 86%. Bahkan teknologi Wolbachia untuk pengendalian Dengue, seperti yang dilakukan WMP) telah direkomendasikan oleh WHO Vector Control Advisory Group sejak 2021.

Menanggapi penolakan masyarakat Bali, Riris mengatakan hal tersebut lumrah. Sebab saat pelepasan telur nyamuk Wolbachia di beberapa lokasi di Yogyakarta sebelumnya juga sempat menuai penolakan. Namun, setelah dilakukan sosialisasi justru mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta. Akhirnya program tersebut bisa terlaksana.

Riris juga menjelaskan, pelepasaan jutaan telur nyamuk Wolbachia di populasi nyamuk Aedes aegypti, berpotensi untuk menekan penularan virus dengue DBD. Melepaskan nyamuk jantan dan betina ber-Wolbachia dalam waktu sekitar 6 bulan, bertujuan agar sebagian besar nyamuk di populasi tersebut memiliki Wolbachia.

“Diharapkan nantinya dapat menurunkan penularan virus dengue” katanya. Minggu(19/11/2023).

Lebih jauh ia menjelaskan, saat nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia, maka telurnya tidak akan menetas. Namun bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-Wolbachia seluruh telurnya akan menetas. Selanjutnya bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-Wolbachia maka keturunannya semua akan menetas dan mengandung Wolbachia.

Soal kekhawatiran sebagian masyarakat yang menyebut bahwa Wolbachia bisa menginfeksi ke tubuh manusia, dengan tegas Riris mengatakan bahwa Wolbachia tidak menginfeksi manusia. Selain itu, tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain bahkan Wolbachia tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik.

Sebelumnya, penelitian teknologi Wolbachia sudah dilakukan di Yogyakarta selama 12 tahun sejak 2011 lalu. Dimulai dari tahapan penelitian fase kelayakan dan keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan skala luas (2016-2020), dan fase implementasi (2021-2022). Di dunia, kata Riris, studi pertama Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) dilakukan di Yogyakarta dengan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT).

Secara paralel Kementerian Kesehatan tengah menyusun strategi nasional penanggulangan dengue, teknologi Wolbachia merupakan bagian dari inovasi program pengendalian dengue tersebut.

“Kementerian Kesehatan selanjutnya merencanakan implementasi secara bertahap,” jelasnya.

Riris menerangkan, Wolbachia adalah bakteri alami dari 6 dari 10 jenis serangga. Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue. Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak.

Melalui  mekanisme tersebut, Wolbachia berpotensi menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk, sebab nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik, mengingat bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh Aedes aegypti identik dengan Wolbachia yang ada di inang aslinya yaitu Drosophila melanogaster.

“Perlu diketahui nyamuk Aedes Aegypti berwolbachia bukan hasil modifikasi genetik,” katanya.

Dari sisi aspek keamanan, hasil analisis risiko yang diinisiasi oleh Kemenristekdikti dan Balitbangkes serta Kemenkes pada tahun 2016. Dibentuk 20 orang anggota tim independen dari berbagai kepakaran yang menyebut bahwa nyamuk Wolbachia memiliki tingkat risiko rendah bagi manusia dan lingkungannya.

“Kesimpulan mereka bahwa pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia masuk pada risiko sangat rendah, dimana dalam 30 tahun ke depan peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan,” katanya.

Terpisah, Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara mengatakan, pihaknya sebenarnya belum ada langkah untuk melaksanakan penyebaran telur nyamuk wolbachia. Sebab belum mendapatkan keputusan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

Pemerintah Kota Denpasar sempat melaksanakan pertemuan terkait wolbachia dengan pihak Kementerian Kesehatan, tim ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan pihak ketiga.

“Memang harapan dari banyak masyarakat ditunda dulu penyebarannya, bukan kami,” kata Jaya Negara.

Pemkot Denpasar akan melaksanakan penyebaran telur nyamuk ber-wolbachia apabila dalam prosesnya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI.

“Apabila Kementerian Kesehatan yang nanti melaksanakan dan tidak pihak ketiga, baru kami akan berani melakukan penyebaran itu,” tegas Jaya Negara.(*)

Penulis: Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *