INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Dunia pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk mempersiapkan pemimpin masa depan. Namun faktanya hingga kekinian masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di ranah pendidikan.
Oleh karenanya hari ini, Kamis (23/11) diselenggarakan Diskusi Publik Mewujudkan Kampus Ramah Perempuan dan Anak.
Bertempat di Royal Ambarrukmo Hotel Yogyakarta, Sugeng Purwanto selaku Asisten Sekretariat Daerah DIY menyampaikan bahwa kampus seharusnya memiliki komitmen kuat dan merealisasikan perlindungan ini dalam bentuk kebijakan program serta anggaran memadai.
“Lingkungan yang aman dan yang nyaman dibangun melalui berbagai upaya seperti, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender segala aspek, memberikan pendidikan dan pelatihan setara mengenai pencegahan kekerasan, serta menyediakan layanan pendampingan dan perlindungan bagi korban kekerasan,” ungkap Sugeng.
Pentingnya berbagai pihak termasuk dosen, masyarakat dan juga mahasiswa guna mewujudkan kampus yang aman.
“Kami berharap hasil dari diskusi publik ini akan menjadi langkah awal yang signifikan untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak,” imbuhnya.
GKR Hemas sebagai istri dari Gubernur DIY dan juga anggota DPD juga mengaku prihatin dengan maraknya kekerasan seksual di ranah pendidikan.
Mengingat banyaknya perempuan yang menjadi korban, tak jarang kesulitan untuk memperjuangkan haknya, atau bahkan sekedar berbicara.
Oleh karenanya, penting menghargai dan memberikan bantuan terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.
Seperti kita ketahui, korban tak jarang menjadi disalahkan saat pelakunya merupakan pejabat kampus atau dosen sendiri.
Saat melapor kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) merespon laporan, seringkali ada pihak yang meminta agar penanganan kasusnya dihentikan.
Kampus adalah tempat yang seharusnya menjadi contoh hadirnya peradaban unggul. Hal ini karena kampus bukan saja tempat untuk mengembangkan dan mentransfer ilmu, melainkan tempat untuk membangun kebudayaan. Karena itu, GKR Hemas mengajak civitas akademika di semua perguruan tinggi di DIY untuk menjadi pelopor mewujudkan kampus tanpa kekerasan utamanya kekerasan seksual.
“Manusia berilmu saja tidak cukup, melainkan harus dilengkapi dengan nilai-nilai keutamaan, untuk menuntun perilaku agar hidupnya bermanfaat bagi orang lain. Bukan justru menjadi ancaman bagi hidup orang lain,”ungkap GKR Hemas.
Antonius PS Wibowo selaku Wakil Ketua LPSK menuturkan bahwa, berdasarkan catatan Komnas Perempuan tahun 2022, kekerasan di Indonesia terhadap perempuan mencapai 338.496. Kekerasan seksual sendiri sebanyak 4.660, dan kampus menempati posisi puncak dengan 27% laporan.
“Program perlindungan yang LPSK berikan yaitu layanan medis rehabilitasi psikologi psikososial perlindungan fisik pemenuhan hal prosedural bantuan biaya hidup sementara dan atau fasilitas penghitung restitusi,” kata Antonius.
Ia berharap nantinya Yogyakarta sebagai Kota Pelajar bisa menjadi role model dan pelopor yang semangat menyuarakan mencegah kekerasan seksual di lingkungan pendidikan terutama kampus.
TPKS di sejumlah kampus juga diminta untuk aktif, terutama jika menemukan kasus demikian.
“Selalu kampanyekan berani speak up bagi korban atau saksi yang mengetahui ada kejadian kekerasan seksual di wilayah kampus mereka. Dukungan dari petinggi perguruan tinggi juga sangat penting untuk melawan kekerasan seksual di satuan pendidikan mereka,” pungkas Antonius.
Acara diksusi publik ini diikuti 20 perwakilan kampus DIY seperti UGM, UNY, UIN, Sunan Kalijaga, UMY, UAD, Universitas Aisyiyah, UNU, UII, UAJT, USD, UST, Universitas Janabadra, UTY, Amikom Yogyakarta, STIM YKPN Yogyakarta, Universitas Respati Yogyakarta, Institut Teknologi Dirgantara Adisucipto, Universitas Mercubuana, Institute Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Arsitektur YKPN Yogyakarta.
Hadir pula Erilina Hidayati Sumardi selaku Kepala DP3AP2, Dekan Fakultas Hukum UNIKA Atma Jaya Sari Murti Widiastuti dan Wakil Rektor UGM Arie Sudjito.(*)
Penulis : AWPP