INTENS PLUS – JAKARTA. Diketahui berdasarkan data Indeks Ketahanan Pangan Global atau Global Food Safety Initiative (GFSI), Indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2022 berada di angka 60,2 poin. Angka ini masih di bawah indeks rata-rata dunia sebesar 62,2 poin dan Asia Pasifik sebesar 63,42 poin. Indonesia kini berada di peringkat ke-63 dari 113 negara.
Secara umum, dari sisi keterjangkauan, harga pangan Indonesia dinilai cukup baik dengan skor 81,5 poin. Namun lemah di beberapa indikator lain. Antara lain meliputi ketersediaan pasokan, kualitas dan keamanan, serta keberlanjutan dan adaptasi pangan.
Secara rinci, indikator ketersediaan pasokan Indonesia memiliki skor sebesar 50,9 poin. Skor indikator kualitas dan keamanan pangan Indonesia sebesar 56,2 poin. Lalu, indikator keberlanjutan dan adaptasi pangan sebesar 46,3 poin.
Wakil Presiden KH Ma’aruf Amin membeberkan, Indonesia memiliki beberapa masalah yang mengancam ketahanan pangan. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah alih fungsi lahan pertanian yang mencapai 90-100 ribu hektare setiap tahun.
“Padahal untuk mencapai kemandirian pangan nasional pada 2024 nanti, Indonesia masih membutuhkan lahan pertanian tanaman padi seluas 12,48 juta hektare,” jelasnya. Jumat(24/11/2023).
Oleh sebab itu, Ma’ruf Amin meminta adanya optimalisasi pemanfaatan lahan tidur. Khususnya dalam pemenuhan lahan tani yang produktif.
“Saya minta tidak ada lagi lahan tidur, karena itu diperlukan optimasi lahan tidur sehingga menjadi lahan usaha tani yang produktif,” lontarnya.
Ma’aruf Amin pun menegaskan agar upaya optimasi lahan tersebut terus dilakukan dengan memperhatikan legalitas lahan. Sehingga kegiatan dipastikan terlaksana di lahan yang jelas dan tidak dalam sengketa.
“TNI dan pemerintah daerah agar dapat memastikan legalitas lahan agar konflik dengan masyarakat sekitar dapat dihindari,” instruksinya.
Kementerian Pertanian pun terus mengejar dan memenuhi target rutin pemenuhan produksi pangan nasional. Adapun target produksi beras ditingkatkan dari 31 juta ton menjadi 35 juta ton setara beras tahun ini.
Dalam upaya mencapai target, Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi menegaskan pentingnya kerja sama semua pihak. Baik dari kementerian dan lembaga terkait lainnya, begitu juga dengan kalangan akademisi.
Kementerian Pertanian pun menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam memproduksi padi varietas unggul. Hingga tahun ini, misalnya, BRIN telah memproduksi setidaknya 35 varietas unggul padi hasil pemuliaan tanaman menggunakan teknologi pemaparan radiasi (iradiasi) sinar gamma.
“Dengan memanfaatkan teknologi pemuliaan mutasi radiasi, BRIN telah melepas 35 varietas unggul padi,” kata Irawan Sugoro, Kepala Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi Organisasi Tenaga Nuklir, BRIN.
Hasil panen padi unggulan di beberapa daerah melimpah pun diklaim meningkat. Misalnya, panen raya perdana awal pada Januari 2023, di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat (Kabupaten Karawang), Banten (Kabupaten Pandeglang), dan Jawa Tengah (Kabupaten Grobogan) yang merupakan sentra produsen beras nasional.
Hasil riset terhadap penggalakan padi varietas unggul telah banyak dilaksanakan. Misalnya penerapan varietas unggul baru (VUB) di Jawa Tengah dapat meningkatkan rata-rata produktivitas padi sawah sebesar 1,0-2,4 ton per hektare atau sekitar 16,26%-39,02% dibandingkan dengan produktivitas varietas IR64.
Selain itu, pada 2022, produktivitas padi nasional dalam bentuk GKG diperkirakan mencapai 52,49 kuintal per hektare, meningkat sekitar 0,44% dibanding 2022. Dengan peningkatan produktivitas ini, ketahanan pangan nasional dapat lebih terjaga.
Sementara berdasarkan laporan BPS, produktivitas padi nasional rata-rata mencapai 54,42 kuintal per hektare pada 2021. Namun, dengan penerapan inovasi teknologi pertanian seperti penggunaan varietas unggul baru (VUB), produktivitas dapat meningkat hingga 1,0 – 2,4 ton per hektare.
Produksi beras nasional 2022 diperkirakan mencapai 32,07 juta ton, naik sekitar 0,72 juta ton dari 2021 yang sebesar 31,36 juta ton. Selain itu, produktivitas padi nasional dalam kualitas gabah panen juga meningkat menjadi 62,77 kuintal per hektar, naik sekitar 0,27 kuintal per hektar atau 0,43% dibandingkan dengan 2021.
Meskipun demikian, luas panen padi nasional pada 2021 mengalami penyusutan sebesar 2,3%, menjadi 10,41 juta hektare, dan produksi padi nasional juga turun sebesar 0,43%, menjadi 54,42 juta ton.
Kalkulasi sementars BPS terhadap produksi padi dan luas panen pada 2023 pun mengalami penurunan. Luas panen padi diperkirakan sebesar 10,20 juta hektare dengan produksi padi sekitar 53,63 juta ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada 2023 diperkirakan sebesar 30,90 juta ton.
Luas panen padi mengalami penurunan sebanyak 255,79 ribu hektare atau 2,45% dibandingkan luas panen padi setahun sebelumnya yang sebesar 10,45 juta hektare. Maka produksi padi juga mengalami penurunan sebanyak 1,12 juta ton GKG atau 2,05% dibandingkan produksi padi di 2022 yang sebesar 54,75 juta ton GKG.
Produksi beras pada 2023 untuk konsumsi pangan penduduk mengalami penurunan sebanyak 645,09 ribu ton atau 2,05% dibandingkan produksi beras di 2022 yang sebesar 31,54 juta ton.(*)
Penulis: Fatimah Purwoko