Ekonomi Nasional

Ketidakpastian Global Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Ditahun 2024

INTENS PLUS – JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai, dunia masih terus dibayangi berbagai risiko dan ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi global pun tercatat masih lemah dan melambat serta tidak merata.

Diperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 hanya 2,9%. Sementara pada tahun 2024, pertumbuhannya diperkirakan hanya 2,8%.

Berbagai risik berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, mulai dari risiko pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melemah, harga komoditas yang volatile, geopolitik perang Ukraina-Rusia dan konflik Palestina-Israel, fragmentasi ekonomi (antitesis dari integrasi ekonomi), ancaman El Nino dan perubahan iklim, risiko debt-distress, kontraksi PMI Manufaktur global, serta meningkatnya harga minyak dunia.

Kondisi perlambatan ekonomi global yang tak menentu pun meningkatkan risiko terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia di Q4 2023. Untuk tahun 2024, peningkatan risiko global diperkirakan juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan mampu mencapai 5,2%.  

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang baik. Sebab pertumbuhan ekonomi nasional mampu mencatatkan angka di atas 5% selama tujuh kuartal berturut-turut.

Inflasi Indonesia pada September 2023 mampu terjaga di level 2,28% (yoy) dan menjadi yang terendah sejak Februari 2022. PMI Manufaktur masih terus di level ekspansif, optimisme masyarakat dari sisi IKK masih cukup tinggi, dan Indeks Penjualan Riil yang masih tumbuh positif, serta Neraca Perdagangan pada September 2023 yang masih surplus sebesar USD3,42 miliar, melanjutkan surplus selama 41 bulan berturut-turut.

“Perlambatan ekonomi dunia dan berbagai risiko serta ketidakpastian global, berpotensi akan meningkatkan risiko bagi pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia di Q4 2023 dan di tahun 2024,” ungkap Airlangga. Selasa(5/12/2023).

Untuk dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3% (yoy) pada 2023, diperkirakan kebutuhan investasi yang diperlukan yakni sebesar Rp6.189,10 triliun dengan mayoritas porsi investasi dari masyarakat sebesar 84,7%, kemudian dari Pemerintah sebesar 9,7%, dan selebihnya dari Badan Usaha Milik Pemerintah.

Sementara itu, untuk meraih target pertumbuhan ekonomi 5,2% (yoy) pada 2024, kebutuhan investasi yang diperlukan dari berbagai pelaku ekonomi yakni berada pada kisaran Rp 6.900 triliun. Jika dilihat dari sumber investasinya, kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari investasi Pemerintah, perbankan, pasar modal, capital expenditure BUMN, penanaman modal, serta internal pendanaan korporasi.

Lebih lanjut, dengan target pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan investasi tersebut, sektor PMA dan PMDN pada 2024 diharapkan mampu memberikan sumbangan investasi di sekitar Rp 1.600-an triliun.

Berdasarkan share realisasi tahun 2022 dan target 2023, sumber dari PMA dan PMDN mampu memberikan sumbangan sekitar 22% dari total kebutuhan investasi.

Selain memperhatikan data historis dan kebutuhan untuk pemenuhan target pertumbuhan, terdapat beberapa hal lainnya yang juga menjadi pertimbangan, di antaranya yakni pemberlakuan UU Cipta Kerja.

Berbagai kebijakan kemudahan berusaha yang terus digulirkan, adanya kebutuhan investasi yang besar untuk mendukung kebijakan hilirisasi dan transisi energi, serta kebutuhan investasi dalam penyelesaian berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

Dengan memperhatikan kondisi tersebut, dalam Ratas Pembahasan Kebijakan Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Tahun 2024 pada Februari 2023, telah dibahas bersama Presiden Joko Widodo mengenai target penanaman modal untuk tahun 2024 yakni sebesar Rp1.650 triliun.

“Pemerintah, investor, asosiasi dan pelaku usaha, perbankan, maupun media berperan sangat penting dalam membangun optimisme pembangunan ekonomi Indonesia. Seluruh pihak diharapkan dapat bersinergi dan memberi kontribusi yang terbaik dalam menghadapi berbagai tantangan global yang tidak mudah,” tegas Airlangga.

Sementara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) merilis laporan terbaru terkait prospek perekonomian global bertajuk OECD Economic Outlook edisi November 2023.

Dalam laporan teranyar itu, OECD masih mempertahankan prospek positif pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 hingga 2025.

Produk domestik bruto (PDB) Indonesia diproyeksi tumbuh sebesar 4,9 persen pada tahun ini dan tumbuh lebih tinggi 5,2 persen pada 2024 dan 2025.

Konsumsi rumah tangga diproyeksi tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi, meskipun kenaikan upah minimum pekerja pada tahun depan dinilai “kecil” oleh OECD.

“Pengetatan moneter dan perlambatan perdagangan global akan berdampak terhadap pembentukan modal tetap bruto (PMTB),” tulis OECD, dalam laporannya, dikutip Senin (4/12/2023).

Tekanan yang berasal dari inflasi dinilai mulai mereda, seiring dengan telah dirasakannya dampak dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia selama 2 tahun terakhir.

OECD memprediksi, laju inflasi Indonesia akan bergerak di kisaran 2,5 persen pada 2024 dan 2025.

“Dengan ekspektasi inflasi kembali ke level semula, Bank Indonesia diproyeksi mulai mengendorkan kebijakan moneternya pada pertengahan 2024,” tulis OECD.

Namun demikian, Indonesia dinilai masih rentan terhadap risiko eksternal, khususnya terkait aspek perdagangan internasional dan pasar modal.

Risiko eksternal yang dimaksud mulai dari konflik geopolitik yang terjadi di kawasan lain, ketidakpastian pasar keuangan global, dan pembatasan perdagangan yang dilakukan oleh sejumlah negara.

“Di sisi lain, risiko politik relatif minim, seiring dengan kemungkinan kecil hasil gelaran Pemilu 2024 merubah kebijakan ekonomi secara signifikan,” tulis OECD.(*)

Penulis: Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *