Edukasi Headline Yogyakarta

Buku Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman: Sarat Makna Luhur dan Edukatif

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Salah satu cuplikan menarik pada pernikahan BPH Kusumo Kuntonugroho dan Laily Annisa Kusumastuti adalah suvenir buku Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman.

Berisi 44 halaman, buku tersebut memuat beragam falsafah Jawa yang sarat akan makna luhur dan edukatif. Buku pun menyuguhkan informasi lengkap profil kedua mempelai. Selain itu, menyematkan piwulang, sejarah, dan silsilah Kadipaten Pakualaman.

Dominan dengan warna navy, sampul buku Dhaup Ageng terbubuh logo dengan warna emas dari Kadipaten Pakualaman dan lambang pernikahan agung tersebut.

Tersemat pula informasi pelaksanaan Dhaup Ageng yang dilaksanakan pada penanggalan Jawa Rebo Legi, 27 Jumadilakhir Jimawal 1975 atau Rabu, 10 Januari 2024. Gelaran dilaksanakan di Bangsal Sewatama, Kadipaten Pakualaman Ngayogyakarta.

Begitu dibuka, buku menampilkan motif batik yang dibuat khusus oleh sang ibunda dari BPH Kusumo Kuntonugroho, yaitu GKBRAA Paku Alam atau yang akrab disapa Gusti Putri.

Motif batik tersebut adalah Indra Widagda yanh dipilih menjadi tema Dhaup Ageng BPH Kusumo dan Laily. Penciptaan motif ini terinspirasi dari iluminasi naskah Sestradisuhul tahun 1847 yang ditulis pada masa Paku Alam II.

Indra Widagda merupakan manifestasi karakter Batara Indra dalam teks Asthabrata. Adapun karakter utama Batara Indra yang tersurat dalam naskah Sestradisuhul adalah gemar belajar, selalu termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri, memiliki kemampuan mendidik dan dapat memahami kompetensi anak didik.

Representasi Dewa Indra yang cendekia, tak henti-hentinya menggali dan menyampaikan ilmu pengetahuan secara tulus kepada siapapun, diwujudkan dalam wastra batik bermotif Indra Widagda.

Motif batik ini diharapkan dapat menjadi penuntun kecerdasan pikir dan hati BPH Kusumo beserta istri dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu agar semua pihak yang terlibat dalam rangkaian upacara Dhaup Ageng juga akan dapat meneladani karakter Dewa Indra.

Motif batik Indra Widagda pun terselip sebagai pembatas bab pembahasan dalam buku Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman. Antara lain sejarah Kadipaten Pakualaman, profil pengantin, tempat acara, kesenian, lampah-lampah upacara pikrama putra dalem, dan bagian akhir halaman buku.

Pada halaman-halaman bagian depan, buku memuat informasi tim penyusun, sambutan KGPAA Paku Alam X, pengantar, tema, sengkalan, dan piwulang. Baru sampai pada sekatan pertama, sudah banyak istilah yang menarik untuk diulas.

Tema Dhaup Ageng BPH Kusumo dan Laily sama dengan motif batik khusus diperuntukkan bagi mereka, Indra Widagda.

Sengkalan yang digunakan adalah Sucining Běkti Ngluhurakěn Palakrama. Artinya, berbakti dengan kesucian hati akan memuliakan sebuah perkawinan.

Untuk diketahui, sengkalan adalah angka tahun yang disamarkan di dalam kata atau gambar. Untaian kata di dalam sěngkalan Sucining Běkti Ngluhurkěn Palakramamengandung angka dan makna: suci = 4; běkti = 2; ngluhurakěn = 0; palakrama = 2. Sesuai kaidah sengkalan, nilai angka dibaca dari belakang maka sěngkalan tersebut menunjuk angka 2024.

Tampilan halaman dalam buku suvenir Dhaup Ageng Paku Alam X | Foto : Elis

Diperkuat dengan sěngkalan měmet yang divisualisasikan dengan gambar sepasang sayap (bermakna angka dua), rumah yang tinggi (= luhur, bermakna angka nol), kuncup teratai stilisasi tangan menyembah (bermakna angka dua), dan air (bermakna angka empat) sebagai penanda 2024.

Untaian kata dan gambar dalam sěngkalan tersebut sebagai pengingat saat pelaksanaan Dhaup Ageng BPH Kusumo dan Laily, sekaligus menyimpan pesan kepada pengantin bahwa dalam mengarungi hidup berumah tangga hendaknyalah berlandaskan bakti yang suci agar mulia dalam kehidupannya.

Selanjutnya, ada Piwulang. Dituliskan, leluhur Pakualaman menorehkan ajaran dalam sebuah Serat Piwulang (Pi. 21) sebagai berikut.

Angger anakingsun padha,
sinauněn tata-titi,
tatane ing kauripan,
titi wěkasing dumadi,
wěkasngong wanti-wanti,
singkirana kang satuhu,
budi myang tindak nistha,
suwuněn marang Hyang Widi,
ginanjara tindak utama budyarja

Artinya “Anak-anakku sekalian, belajarlah dengan sungguh-sungguh tentang tata susila dalam kehidupan ini. Cermatilah nasihat bagi segenap titah. Pesanku, berhati-hatilah. Jauhi budi dan kelakuan nista. Selalu memohon pada Tuhan, semoga dikaruniai sifat dan sikap utama agar selamat dan sejahtera.”

Pada sekat kedua, buku memuat sejarah Kadipaten Pakualaman. Dipaparkan, profil singkat Paku Alam (PA) I sampai PA X. Kemudian halaman dilanjutkan dengan silsilah Pakualaman.

Sekat selanjutnya berisi profil pengantin. Mulai dari biodata, busana pengantin, tata rias, dan jabaran akseoris yang digunakan dalam Dhaup Ageng.

Bab berikutnya berisi kesenian yang ditampilkan dalam Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman. Terdapat lima tari atau beksan yang disuguhkan untuk menghibur tamu yang datang.

Hari pertama (tanggal 10 Januari 2024) ditampilkan tiga beksan, yakni Bedhaya Sidamukti, Bedhaya Kakung Indrawidagda, Beksan dan Lawung Alit. Hari kedua (tanggal 11 Januari 2024) disajikan dua beksan, yaitu Beksan Tyas Muncar, dan Bedhaya Wasita Nrangsmu.

Dalam penjelasannya, Bedhaya Sidamukti diciptakan pada masa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X, dalam rangka menyambut pernikahan putra kedua, 10 Januari 2024.

Dikisahkan tentang pertemuan dua hati yang saling mencintai. Tak dipungkiri dalam perjalanannya mengalami pasang surut dan perbedaan pendapat. Namun demikian, semua dapat diselesaikan dengan baik tanpa mengorbankan satu sama lain.

Dengan restu kedua orang tua dan berkat ridlo Allah Subhanahu wata’ala, janji suci diikrarkan menjadi sepasang suami istri yang penuh cinta kasih dan saling mendukung dalam menggapai asa.

Ditarikan oleh tujuh orang penari putri, bedhaya ini mencerminkan dua insan yang berjanji untuk bersatu dalam ikatan perkawinan, berharap dapat hidup rukun dan bahagia.

Kedua adalah Bedhaya Kakung Indrawidagda yang diciptakan pada masa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X dalam rangka menyambut pernikahan B.P.H. Kusumo Kuntonugroho, putra bungsunya, pada 10 Januari 2024.

Sejarah Raja Pakualaman dan silsilah keluarga besar kerajaan diceritakan dalam buku suvenir Dhaup Ageng Paku Alam X | Foto : Elis

Tarian yang diperagakan oleh tujuh orang penari putra ini mengisahkan tentang Batara Indra tokoh yang dalam teks Astabrata versi Pakualaman mengutamakan pentingnya pendidikan.

Dikisahkan pada suatu ketika terjadi perbedaan pendapat antarmurid sehingga memicu perselisihan. Maka, Batara Indra sebagai pendidik berusaha membimbing dan memberi pemahaman kepada para muridnya dengan bijaksana.

Mereka diwejang tentang perilaku yang baik sehingga mereka yang pandai maupun yang kurang pandai mampu berselaras dengan penuh syukur. Alhasil para murid menjadi orang yang bertanggungjawab, berbudi luhur, dan berguna bagi sesama.

Tari ketiga adalah, Beksan Lawung Alit. Pangeran Notokusumo yang kemudian bertahta sebagai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I (1812-1829) adalah putra Sultan Hamengku Buwana I. Di dalam Babad Pakualaman disebutkan bahwa tradisi pementasan Beksan Lawung yang ada di Keraton Yogyakarta dilestarikan di Pakualaman.

Beksan ini dipergelarkan di Bangsal Sewatama pada acara-acara tertentu, misalnya untuk penyambutan tamu-tamu penting. Dinamakan Beksan Lawung karena penari memperagakan keterampilan menggunakan lawung ‘tombak’.

Beksan Lawung Alit ini dibawakan oleh delapan orang penari dengan komposisi empat peraga sebagai prajurit yang sedang berlatih olah kanuragan dan empat peraga pengampilsebagai abdi dalem ploncon. Dalam perjalanannya Beksan Lawung Alit ini mengalami perkembangan pada masa Paku Alam III.

Beksan selanjutnya ditampilkan pada hari kedua resepai, yaitu beksan Tyas Muncar yang diciptakan pada masa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X tahun 2021.

Diceritakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan istana, sang permaisuri selalu mengenakan busana batik. Berawal dari kecintaannya terhadap batik lalu tumbuhlah keinginan untuk mengembangkan batik di Pura Pakualaman.

Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati Paku Alam, Permaisuri Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X banyak membuat batik dengan motif-motif yang diambil dari wedana renggan pada naskah kuno peninggalan para leluhur di Pura Pakualaman. Renggan yang indah dituangkan dalam sebuah kain yang nantinya akan menjadi batik.

Proses membatik tersebut kemudian dialihwahanakan ke dalam sebuah tarian. Melalui gerakan yang luwes, dinamis dan anggun terciptalah sebuah tarian yang menceritakan tentang seorang gadis yang sedang membuat batik dari awal hingga

Beksan terakhir adalah Bedhay Wasita Ngrangsmu yang diciptakan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X pada tahun 2022. Penciptaan karya tari bedhaya ini diilhami dari serat Piwulang Estri yang telah ditulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam II.

Ditarikan oleh tujuh orang penari putri, Bedhaya Wasita Nrangsmu merepresentasikan tentang piwulang atau ajaran yang menjadi bekal bagi kaum perempuan dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Selain kesabaran, rasa sumarah, kasih sayang, seorang perempuan juga harus mampu menangkap pasemon dari ekspresi wajah suami dan anggota keluarga lainnya.

Seorang wanita utama harus berpijak mengikuti piwulang agar senantiasa meraih keselamatan, ketentraman serta sentosa jiwa dan raga.(*)

Penulis: Fatimah Purwoko/Elis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *