Headline Politik

Hak Angket Mengemuka, Tokoh Ulama Sebut Hanya Perkeruh Suasana

INTENS PLUS – JAKARTA. Dugaan kecurangan dalam pemilihan umum (pemilu) kencang diserukan, menyusul hasil quick count sejumlah lembaga survei dan real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyatakan pasangan calon (paslon) Prabowo-Gibran mendapat suara terbanyak dalam Pilpres 2024.

Hak Angket DPR pun mengemuka. Lantaran disebut dapat jadi media yang tepat untuk menelusuri dugaan pelanggaran dalam pemilu, dibanding membawanya ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Tapi, usulan itu dapat tanggapan negatif dari Tokoh Ulama yang mengatakan hak angket justru berpotensi perkeruh situasi masyarakat.

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim menyatakan, pihaknya menilai dugaan pelanggaran dalam pemilu lebih tepat diselidiki melalui Hak Angket DPR bukan dibawa ke MK.

Chico menjelaskan alasan mengapa penyelidikan pelanggaran dan kecurangan pemilu harus dilakukan melalui hak angket daripada ke Mahkamah Konstitusi.  

“Saya ingin menyampaikan kepada masyarakat supaya nggak terkelabui soal penyelidikan kecurangan pemilu. Kenapa harus melalui hak angket bukan ke MK? karena banyak hal terkait kecurangan pemilu yang tidak bisa diselesaikan di MK,” kata Chico dalam keterangannya, Sabtu (24/2/2024).

Chico bilang, MK hanya berwenang mengusut sengketa pemilu terkait perselisihan suara. Padahal pelanggaran atau kecurangan pemilu tidak hanya terkait dengan hasil perolehan suara. 

“MK itu seperti Mahkamah Kalkulator kalau bicara soal pemilu karena MK hanya akan bicara soal sengketa pemilu, atau perselisihan suara,” ujar Chico.

Sementara Hak Angket DPR, lanjutnya, untuk menyelesaikan permasalahan pemilu tidak hanya bicara soal perselisihan suara. Tetapi pelanggaran pemilu secara keseluruhan baik dari sisi lembaga penyelenggara dan pengawas, pelanggaran prosedur, permainan uang, hingga dugaan keterlibatan aparat pemerintah. 

Chico menjelaskan, ada 4 hal yang dapat diselidiki terkait pelanggaran pemilu melalui Hak Angket DPR. Pertama, memastikan ada tidaknya pelanggaran konstitusi oleh penyelenggara, pengawas, dan lembaga peradilan termasuk MK itu sendiri dalam penyelenggaraan Pemilu.

Kedua, menelisik dugaan adanya keterlibatan aparat baik ASN, TNI/Polri, pejabat BUMN, kepala daerah, dan kepala desa dalam pemenangan salah satu peserta Pemilu. 

“Ini juga masalah yang penting dalam pemilu tapi tidak bisa diselesaikan di MK,” ungkap Chico.

Ketiga, apakah ada pelanggaran prosedur, permainan uang, intervensi kekuasaan dalam penetapan peserta pemilu, baik penetapan calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres), maupun partai politik (parpol). 

“Nah ini yang ditunggu-tunggu, karena bukan hanya soal penetapan capres dan cawapres tapi juga partai peserta pemilu yang diloloskan KPU, seperti Partai Gelora dan PSI yang kalau ditelisik sebenarnya rentan tidak memenuhi syarat,” tutur Chico.

Keempat, untuk menyelidiki soal penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan sosial (bansos), dan latar belakang penetapan anggaran tersebut. 

“Masalah ini hanya bisa diselidiki di hak angket dan itu tidak bisa diselesaikan kalau melalui MK karena MK itu sangat terbatas kekuasannya. Ini agar masyarakat tahu dan nggak berandai-andai untuk membawa masalah pelanggaran pemilu ke MK,” ujar Chico.

Diketahui, hak angket adalah salah satu hak DPR guna memastikan tak ada pelanggaran yang dilakukan pemerintah dalam melaksanakan Undang-Undang dan peraturan.

Hak angket juga adalah bagian dari fungsi pengawasan yang diemban anggota dewan di senayan, artinya langkah ini adalah sesuatu yang lumrah untuk menyelidiki pelanggaran Pemilu.

Terpisah, sejumlah tokoh agama di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Jabar) justru menolak rencana hak angket terkait dugaan adanya kecurangan pada Pilpres 2024.

Ketua Forum Pondok Pesantren (FPP) Indramayu, KH Azun Mauzun, mengatakan penolakan dan pengecaman itu dilontarkan lantaran situasi di tengah masyarakat kini aman dan damai pasca penyelenggaraan Pemilu.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada pemerintah, TNI-Polri, KPU, dan Bawaslu atas terselenggaranya Pemilu yang damai pada tahun 2024,” kata Azun, Sabtu (24/2/2024).

“Tapi kami menolak dan mengecam atas inisiasi salah satu capres yang akan menggunakan hak angket DPR RI,” sambungnya.

Menurutnya, rencana pengajuan hak angket justru memicu gejolak baru di tengah masyarakat.

Dia menambahkan, masyarakat Indonesia justru bisa menjadi korban jika wacana tersebut direalisasikan demi kepentingan suatu pihak.

“Saat ini masyarakat sudah adem dan tenteram untuk menerima hasil Pemilu 2024,” ujar Azun.

Karena itu, dia meminta kepada DPR RI untuk menolak adanya gak angket dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat.

Ketua Forum Komunimasi Pendidikan Al-Quran (FKPQ) Indramayu, KH Ahmad Munsit Abdulillah, juga menyampaikan hal senada.

Dia berharap semua anggota DPR RI tidak mengorbankan masyarakat dengan menyetujui adanya hak angket.

“Kami meminta kepada DPR RI jangan menyalahgunakan amanah dari rakyat dengan membuat gaduh negeri dengan hak angket tersebut,” ucap Munsit.

Menurut Munsit, Capres-Cawapres yang tidak terima dengan hasil Pilpres 2024 bisa melakukan gugatan sesuai mekanisme yang berlaku, seperti melalui Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi (MK).

“Mari kita sama-sama menjunjung tinggi bhineka tunggal ika dan menjunjung tinggi pesta demokrasi ini,” ungkapnya.

Dikutip dari Antara, pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) Ichsan Anwary menilai hak angket milik DPR RI tidak akan bisa membatalkan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2024.

“Hak angket DPR hanya berdampak kepada penyelenggara negara, tetapi tidak bisa membatalkan hasil Pemilu 2024 khususnya pemilihan presiden yang sedang santer dibahas di mana-mana,” ujar dia.

Ichsan menjelaskan pengajuan Hak Angket hanya boleh dilakukan anggota DPR berdasarkan kepentingan hukum dan fungsi lembaga legislatif dan tidak boleh dicampur tangani oleh pihak manapun.

“Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga yang diberikan kewenangan oleh konstitusi untuk menyelesaikan sengketa pemilu, setelah diputuskan maka hasilnya final dan tidak bisa dipengaruhi Hak Angket DPR,” ucapnya.

Ketentuan itu, tertuang dalam Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk, salah satunya, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Ichsan menuturkan seharusnya pembahasan hak angket tidak perlu tergesa-gesa dibahas karena hasil pemilu hingga saat ini belum ditetapkan oleh KPU RI.

Menurut dia, seharusnya para kubu sabar menunggu hasil pemilu. Setelah hasilnya ditetapkan, kata Ichsan, jika ada pihak yang merasa dirugikan karena kecurangan dan ada sengketa maka berhak mengajukan untuk diperiksa di MK dengan berbagai bukti yang sudah disiapkan.

Setelah melalui prosedur pengajuan dan disidang di MK, jika kecurangan hasil perolehan suara tersebut tidak dapat dibuktikan secara signifikan, maka pemenang pemilu sah dan tidak dapat dibatalkan.

“Contohnya seperti ini, jika kubu yang kalah berhasil membuktikan kecurangan perolehan suara pemenang, tetapi hasilnya masih tetap unggul suara pemenang, maka MK akan mengabaikan dan pemenang pemilu dianggap sah,” ungkapnya.

Dia menyebutkan jalan satu-satunya untuk mengubah hasil pemilu adalah, pihak yang kalah harus mampu membuktikan secara signifikan berapa banyak perolehan suara curang yang dilakukan oleh pemenang berdasarkan alat bukti yang sah.

Ichsan menekankan kedudukan antara Hak Angket DPR dan pemeriksaan di MK terhadap hasil pemilu, adalah dua hal yang berbeda yang kepentingannya juga berbeda.

Ia menegaskan Hak Angket hanya berdampak kepada penyelenggara negara, sedangkan pemeriksaan di MK dampaknya bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat berdasarkan fakta-fakta persidangan yang disajikan para pihak.

Lalu kemudian, lanjut dia, jika santer kabar menyebutkan pihak paslon pilpres nomor urut 03 yang terlebih mengajukan hak angket agar digunakan DPR, Ichsan menilai hal ini menyalahi prosedur karena yang berhak mengajukan atau mengusulkan hanya anggota DPR.

Namun, dia tidak menampik bahwa paslon yang mengusulkan hak angket memiliki latar belakang partai yang cukup kuat di DPR RI, sehingga potensi kepentingan pihak tertentu dianggap menjadi faktor untuk mempengaruhi agar anggota DPR RI menggunakan Hak Angket terkait hasil Pemilu 2024.

“Sekali lagi saya tekankan, Hak Angket tidak akan dapat membatalkan hasil pemilu yang telah diputuskan oleh MK, karena itu merupakan ketentuan mutlak dalam konstitusi,” tandasnya.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *