INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara resmi mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 2 Tahun 2024 tentang Hari Jadi DIY pada hari ini, Rabu (13/3/2024).
Melalui perda tersebut, Hari Jadi DIY ditetapkan jatuh pada tanggal 13 Maret 1755 atau dalam kalender Jawa, Kemis Pon tanggal 29 Jumadil’ awal tahun Be 1680.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengatakan, pengesahan perda ini membuka lembaran baru sejarah Yogyakarta. Momentum hari jadi bukan hanya sekadar penanda waktu, namun sebuah simbol perubahan yang berdampak mendalam terhadap perjalanan DIY mengukir jejak keistimewaan dalam kanvas sejarah.
“Ditinjau dari perspektif identitas, Perda Hari Jadi bukan sekumpulan lembar kertas semata, melainkan pijakan untuk memperkuat karakter dan jati diri Yogyakarta sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Sultan, saat rapat paripurna DPRD DIY, Rabu (13/3/2024).
Sultan mengatakan, perda ini juga menjadi fondasi bagi pemerintah dan masyarakat DIY untuk membangun masa depan, mengambil inspirasi dari nilai-nilai budaya yang agung dan spirit perjuangan yang telah melekat dalam jiwa keyogyaan masyarakat sejak dahulu kala.
Ditinjau dari dimensi historikal, aspek sejarah tidaklah dipandang sebagai kenangan semata, tapi juga menjadi landasan dalam penyusunan Perda Hari Jadi DIY yang mencerminkan falsafah ‘Historia est Magistra Vitae’.
“Sejarah adalah guru yang terbaik. Dengan kharisma dan kekuatannya, sejarah akan menjadikan umat manusia lebih bijaksana dengan tidak mengulang kesalahan yang sama, sekaligus memberikan bimbingan bagaimana sebuah peradaban harus diatur dan dikembangkan dengan mengedepankan kemanusiaan,” ujarnya.
Dari sisi politis, penetapan Hari Jadi DIY merupakan manifestasi dari kesatuan pemikiran dan dukungan masyarakat, mengukuhkan fakta sejarah dan memperkuat kesepakatan kolektif tentang pentingnya momen ini.
Dukungan dari DPRD sebagai representasi lapisan masyarakat DIY, tidak hanya menguatkan fondasi keistimewaan Yogyakarta tetapi juga memperkaya keberagaman dalam bingkai NKRI.
Dengan merujuk pada rangkaian histori dan nilai budaya, menjadi penegas Hari Jadi DIY dengan berpedoman pada hasil kajian yang disajikan dalam naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah DIY. Dengan itu ditetapkan Hari Jadi DIY ditetapkan tanggal 13 Maret 1755 atau dalam kalender Jawa, Kemis Pon tanggal 29 Jumadil’ awal tahun Be 1680.
Sultan lantas mengungkapkan mengapa akhirnya pemerintah DIY mengusulkan tanggal 13 Maret 1755 sebagai hari lahir DIY. Dia menceritakan, pada hari tersebut di Hutan Beringan, Sultan Hamengku Buwono I secara resmi mendeklarasikan berdirinya ‘Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat’.
“Hari itu juga menandakan pembentukan negara dan pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, lengkap dengan elemen pemerintahan, wilayah dan rakyatnya, meskipun istana belum terbangun,” ucapnya.
Dalam momen tersebut, Sultan Hamengku Buwono I resmi menyatakan wilayah kekuasaannya sebagai ‘Ngayogyakarta Hadiningrat’ terletak di Hutan Beringan yang juga dikenal sebagai Beringin atau Pabringan, yang terdapat sumber air Pachetokan dan Pesanggrahan Garjitawati.
“Tanggal 13 Maret 1755 sekaligus menjadi momentum untuk pertama kalinya digunakan nama ‘Ayodhya’ yang kemudian dilafalkan menjadi ‘Ngayodhya’ dan ‘Ngayogya’. Dari kata inilah kemudian dijadikan nama Ngayogyakarta Hadiningrat, yang berarti tempat yang baik dan sejahtera yang menjadi suri tauladan keindahan alam semesta,” sebutnya.
Dalam tradisi Jawa, Ngayogyakarta merupakan nama negara baru yang terdiri atas setengah Bumi Mataram, yang sekaligus juga nama ibu kota negara. Kesamaan ini mengandung makna, ibu kota bukan hanya pusat administratif pemerintahan atau perniagaan, tetapi juga merupakan cerminan dari keseluruhan nagari.
Sementara ungkapan Hadiningrat, mengisyaratkan bahwa secara konseptual dicita-citakan agar nagari ini dapat menginspirasi dunia dengan keindahan, kesempurnaan, dan keunggulannya.
Selain itu, tanggal 13 Maret 1755, sekaligus menandai puncak jiwa kemerdekaan yang digelorakan Sultan Hamengku Buwono I untuk melepaskan diri dari hegemoni kolonialisme Belanda yang membangun sebuah peradaban baru bernama Ngayogyakarta Hadiningrat.
“Waktu ini juga menyimbolkan persatuan kewilayahan Yogyakarta, karena pada masa ini (Sultan Hamengku Buwono I) wilayah Yogyakarta belum terpecah akibat intervensi kolonialisme,”ujarnya.
Peristiwa Hadeging Nagari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini, secara “de jure” sudah memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan untuk menjadi sebuah negara yang berbentuk Kasultanan, yaitu pemimpin, rakyat, wilayah dan pemerintahan.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko/Elis
Headline
Yogyakarta
DPRD DIY Sahkan Perda Hari Jadi DIY 13 Maret
- by Redaksi
- 14/03/2024
- 0 Comments
- 3 minutes read
- 184 Views

Berita Terkait ...
