INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Pernah menjalin kemitraan berkelanjutan antara UNESCO Jakarta dan National Federation of UNESCO Associations in Japan (NFUAJ), Kali ini Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) menjadi tuan rumah program Commemoration of World Heritage Day (CWHD) 2024 bertajuk “Youth Engagement For World Heritage Preservation”.
Acara NFUAJ yang di gelar pada Kamis (18/04) bertempat di Lobby dan Auditorium Kampus II UAJY dihadiri oleh para mahasiswa dan dosen dari 3 universitas, yaitu UAJY, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Tidar Magelang (UTIMA).
Chief of Culture Unit UNESCO Jakarta, Moe Chiba mengatakan kolaborasi antara UNESCO dan UAJY bisa terus kita kembangkan lebih jauh dengan menggandeng komunitas mahasiswa UAJY.
“Saya melihat kolaborasi antara UNESCO dan UAJY bisa terus kita kembangkan lebih jauh dengan menggandeng komunitas mahasiswa yang lebih beragam lagi, sehingga untuk belajar tidak hanya lewat teori saja tetapi juga secara aktif ikut berpartisipasi bersama dalam project konservasi warisan budaya UNESCO lainnya,” ungkap Moe Chiba. Sabtu (20/4/2024).
Sebelumnya, Rektor UAJY Sri Nurhartanto bersama dengan Moe Chiba membuka acara dengan memukul alat musik tradisional kenong secara bergantian di Lobby Kampus II UAJY.
Forum digelar dalam format workshop dan pameran produk kreatif yang tujuan untuk mempertemukan pakar warisan budaya dan generasi muda untuk mengenal, melestarikan, dan menemukan peran baru mereka dalam konservasi warisan budaya dunia.

Moe Ciba menyebutkan, pihaknya menghadirkan Brahmantara dan Dian Nissa selaku Pamong Budaya Ahli Muda perwakilan Indonesian Heritage Agency (IHA) untuk menarasikan materi mengenai management pelestarian cagar budaya di Candi Borobudur dan situs Sangiran.
Brahmantara dalam paparan seminarnya berfokus pada materi dokumentasi dan perekaman situs warisan. Bagaimana teknologi dapat berperan dalam pendokumentasian cagar budaya, agar mendukung pelestarian cagar budaya itu sendiri.
“Materi dokumentasi dan perekaman situs warisan dengan teknologi adalah salah satu cara melestarikan cagar budaya yaitu mendekatkan komunitas masyarakat dengan situs budaya di dekatnya,” sebutnya.
Sedangkan Nissa memaparkan soal situs purbakala Sangiran, Situs tersebut cukup sering mengadakan program tour Sangiran dalam rangka mempromosikan cagar budaya kepada masyarakat luas, khususnya para pelajar, untuk mengunjungi museum budaya.
Selain rutin diadakan, Sangiran International Youth Forum untuk menarik anak muda dari seluruh dunia juga mengikuti camp Komunitas Malam Museum.
“Heritage preservation tidak hanya berkaitan dengan management pelestarian cagar budaya saja, tetapi bagaimana ilmu pengetahuan, material, dan teknologi digunakan agar situs-situs warisan ini tetap hidup dan dikenal oleh semua generasi. Kita membutuhkan anak-anak muda untuk menjaga dan melindungi keberlanjutan warisan kita agar tidak rusak dan tetap luhur,”ujar Moe Chiba.
Pada akhir acara, kegiatan ditutup dengan fashion show dan creative product exhibition dari Narawasena, Batik Girijati, The Look Kayu, Setitik, dan perwakilan komunitas budaya lainnya dari Yogyakarta, Borobudur, dan Sangiran.(*)
Penulis : Elis