INTENS PLUS – JAKARTA. Pemerintah resmi mencabut aturan pembatasan barang penumpang usai viralnya berbagai kasus penahanan barang di Tanah Air. Mulai dari protes soal beli sepatu seharga Rp10 juta tapi kena pajak Rp31 juta, sampai penahanan alat belajar Sekolah Luar Biasa (SLB) hibah dari Korea Selatan oleh Bea Cukai selama 2 tahun.
Kini, pemerintah tidak lagi membatasi jenis dan jumlah barang bawaan penumpang dari luar negeri termasuk oleh-oleh.
Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Arif Sulistiyo menjelaskan, regulasi pembatasan barang bawaan dari luar negeri diatur oleh Permendag 36 Tahun 2023 tentang Pengaturan barang impor.
Namun dalam implementasinya, beleid itu menimbulkan protes berbagai pihak sehingga Kemendag melalui Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat kementerian sepakat merevisi aturan barang bawaan dari luar negeri dan kembali menerapkan kebijakan semula yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 203 tahun 2017.
“Sehingga setelah dikembalikan kepada aturan sebelumnya yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 203 tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut ditetapkan bahwa tidak ada pembatasan pada jenis barang dan jumlah barang serta kondisi barang baik baru ataupun tidak baru,” ujar Arif dalam Sosialisasi Permendag Nomor 7. Senin (6/5/2024).
Sementara itu, Direktur Teknis Kepabeanan, Ditjen Bea dan Cukai R. Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan, bawang bawaan penumpang pada PMK 203/2017 tidak dibatasi jenis dan jumlahnya. Namun ketentuannya dibagi menjadi dua kategori, yakni barang bawaan pribadi dan bukan barang bawaan pribadi.
“Sesuai dengan Permendag 07 pasal 34 intinya dikembalikan ke PMK dalam hal ini sudah diatur dalam PMK 203 tahun 2017. Jadi di PMK 203 dibagi dua barang pribaid, personal use dan bukan barang pribadi. Jadi personal dipergunakan dipakai keperluan pribadi, termasuk di sini oleh-oleh,” jelasnya.
Untuk barang bawaan pribadi tidak lagi dibatasi jumlah dan jenisnya, tetapi maksimal dibebaskan pajak hingga 500 dollar AS. Jika terjadi kelebihan nilai maka, kelebihan itu akan dikenakan pajak.
“Selisih lebihnya dipungut bea masuk flat 10 persen, PPN dan PPh pasal 22,” ungkapnya.
Sementara untuk kategori bukan barang bawaan pribadi tidak ada pembebasan pajak. Jadi seluruh barang yang dibawa dalam kategori ini dikenakan pajak. Aturan ini berlaku untuk jasa titip (jastip).
“Tetapi kategorikan bukan barang pribadi, bawang impor dibawa penumpang selain barang bukan pesonal use termasuk jastip tidak mendapatkan pembebasan 500 dollar AS atas seluruh nilai barangnya dipungut bea masuk, PPN dan PPh pasal 22 impor,” paparnya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan para pelaku jasa pembelian barang untuk orang lain (jastip) yang membawa barang dari luar negeri harus memenuhi aturan yang berlaku, khususnya terkait dengan kewajiban perpajakan dan jaminan keamanan konsumen.
Kementerian Perdagangan telah mengumumkan kebijakan baru terkait barang bawaan penumpang dari luar negeri. Kini, tidak ada lagi batasan nilai dan jumlah barang yang boleh dibawa masuk ke Indonesia.
Namun, Zulkifli Hasan di Jakarta, Sabtu, menegaskan bahwa meskipun pembatasan itu sudah dicabut, para pelaku jastip tetap harus mengikuti aturan yang berlaku, karena jastip ini dikategorikan sebagai impor barang niaga, bukan barang pribadi.
Ini berarti barang jastip bakal dikenakan pajak yang terdiri dari bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.
Selain mematuhi aturan perpajakan, Zulkifli menyebutkan pelaku jastip juga harus mematuhi aturan terkait keamanan dan perlindungan konsumen. Ia mencontohkan, pelaku jastip yang membawa barang-barang elektronik harus memiliki sertifikat nasional SNI dan layanan purnajual yang jelas.
Demikian juga dengan produk-produk kecantikan yang harus memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko