INTENS PLUS – JAKARTA. Tanggal 15 Mei diperingati sebagai Hari Keluarga Internasional. Peringatan ini bertujuan untuk menghormati pentingnya keluarga dan, pada tahun 2024, terhitung sudah 30 Tahun Keluarga Internasional dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Namun menilik pemberitaan di Indonesia, adanya peringatan Hari Keluarga Internasional justru seperti ironi. Alih-alih melindungi, di dalam keluarga malah ditemukan ‘penyerangan’ yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak.
Terbaru, ramai diberitakan anak 13 tahun yang mengalami gangguan jiwa. Anak tersebut menujukkan gejala depresi akut, akibat kesewenangan yang dilakukan oleh ibunya.
Sang ibu, Siti Anita, tega menjual handphone dan sepeda yang dibeli oleh anaknya. Padahal uang yang digunakan untuk membeli dua benda itu, adalah hasil tabungan si anak sendiri.
Nita, panggilan akrab Siti Anita, pun berdalih bahwa dia terpaksa menjual sepeda dan HP putranya karena masalah ekonomi. Dalam keterangannya, Nita mengaku sudah meminta izin kepada anak terlebih dahulu untuk menjual barangnya itu.
“Saya tuh sebenarnya sudah izin enggak asal jual. ARP juga sudah ngizinin, tapi mungkin mulut mah ngizinin, hati mah enggak karena mungkin barang kesukaan dia, jerih payah dia,” ujar Nita dikutip dari caption unggahan akun @pikology, Rabu (15/5/2024).
Gara-gara hal ini, sang anak saat ini dikabarkan mengalami gangguan mental. Ia sering mengamuk dan menangis setelah sang ibu menjual barang-barang miliknya itu.
Kasus viral ini pun menarik perhatian berbagai pihak, salah satunya Dinas Pendidikan Kota Cirebon.
Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Kota Cirebon, Ade Cahyaningsih, telah menyambangi kediaman ARP. Ia melihat ARP menangis meraung-raung dan berusaha menenangkannya.
“Ananda ini menurut cerita dari Pak RT, Pak RW yang sudah kami dapat, anak ini mengumpulkan uang untuk mendapatkan handphone ini. Jadi beli handphone ini dari uang sendiri, menabung sendiri,” kata Ade.
Dia menambahkan bahwa ARP adalah anak yang baik dan cerdas jika dilihat dari kelas satu hingga kelas enam.
“Anaknya baik dan kecerdasannya juga bagus, tidak ada masalah dari mulai kelas satu sampai kelas enam. Jadi memang permasalahan bermula dari penjualan handphone oleh ibunya yang kami juga tidak bisa menyalahkan pada akhirnya,” ujar Ade.
Ade menilai, ARP tak dapat mengungkapkan kesedihannya karena ia termasuk anak pendiam.
“Mungkin kesedihan anak ini tidak bisa keluar karena dia termasuk anak pendiam, jadi pulang ke rumah handphone sudah tidak ada karena dijual. Dimintain izin atau tidak, anak ke orangtua pasti tetap sayang tapi mungkin hatinya tidak nerima,” katanya.
Ade pun menggali informasi terkait status ARP. Menurutnya, ARP memiliki kartu Indonesia pintar, Program Indonesia Pintar (PIP) diberikan, Kementerian Sosial (Kemensos) memberikan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), dari swadaya juga ada pemberian bantuan.
“Artinya, sebetulnya penanganannya ini sudah aman, hanya karena ini harus terkait terapi maka bantuan tidak hanya perlu yang dadakan tapi juga perlu berkelanjutan, konsisten, kontinyu, berkesinambungan,” ujarnya.
Terapi berkelanjutan perlu diberikan karena Ade menilai ARP masih memiliki kemungkinan besar untuk kembali seperti sedia kala.
Sementara, untuk urusan pendidikan, Ade telah berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk tidak mengeluarkan ARP. Pasalnya, ARP adalah anak dengan situasi khusus.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko
Headline
Jabodetabek
Ironi Hari Keluarga Internasional, Anak Ganguan Jiwa Akibat Ibu Jual HP
- by Redaksi
- 15/05/2024
- 0 Comments
- 2 minutes read
- 143 Views

Berita Terkait ...
