INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta memperketat syarat-syarat bagi sekolah di Kota Yogyakarta yang mengadakan studi tur. Salah satunya terkait kelayakan moda transportasi yang digunakan untuk studi tur. Upaya tersebut untuk memberikan jaminan keselamatan bagi peserta studi tur.
Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo mengatakan pihaknya tidak melarang studi tur sekolah. Namun ditegaskan sekolah yang hendak menyelenggarakan studi tur harus menerapkan syarat yang ketat. Pernyataan menyikapi tragedi kecelakaan bus rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok Jawa Barat yang merenggut 11 nyawa peserta studi tur.
“Prinsipnya Pemerintah Kota Yogyakarta tidak melarang studi tur. Tapi syarat-syarat untuk pemberlakuan atas studi tur harus diperketat kembali,” kata Singgih, Rabu (21/5/2024).
Menurutnya memperketat syarat-syarat studi tur itu baik dari sisi urgensi harus betul-betul dipertimbangkan maupun berbagai sarana yang digunakan seperti moda transportasi. Pemilihan jasa tour and travel atau agen perjalanan wisata juga harus betul-betul terverifikasi.
Apabila ragu-ragu masyarakat bisa mengecek ke Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta atau DIY maupun ke Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) untuk memastikan tour and travel-nya betul-betul terverifikasi atau tidak.
“Moda transportasi yang dipakai harus layak jalan. Betul-betul harus dipastikan kelaikan itu diwujudkan dalam sertifikasi tour and travel, atas armada yang digunakan. Kalau bus pariwisata itu pasti punya SOP yang berbeda dengan bus reguler antar kota antar provinsi. Driver-nya juga berbeda,” terang Singgih yang juga Kepala Dinas Pariwisata DIY itu.
Pihaknya mengingatkan sekolah maupun perguruan tinggi di Kota Yogyakarta agar mengecek secara detail kelengkapan dari agen perjalanan wisata dan moda transportasi yang digunakan. Kedua hal itu penting untuk memberikan jaminan keselamatan jiwa peserta studi tur. Tidak karena mementingkan biaya yang murah. “Ini untuk memastikan tidak sekadar rupiah-nya yang murah. Jangan sampai kemudian mengabaikan keselamatan,” ujarnya.
Sementara itu Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta Tyasning Handayani Shanti menegaskan sekolah di Kota Yogyakarta harus meminta izin ke Disdikpora Kota Yogyakarta dahulu apabila mengadakan studi tur. Baik sekolah negeri maupun swasta harus izin ke Disdikpora Kota Yogyakarta, tidak sekadar pemberitahuan.
“Kalau ada permohonan izin dari sekolah untuk melakukan studi tur kami pasti memberikan arahan. Bagaimana harus memilih kendaraan, maksimal (usia) lima tahun. Kalau lebih dari lima tahun tidak diizinkan,” tambah Tyas.
Dia menyatakan selain umur kendaraan seperti bus harus dipastikan kendaraan laik jalan dan pengemudi harus mempunyai surat izin mengemudi. Diakuinya Disdikpora pernah melarang studi tur seperti saat cuaca tidak menentu seperti cuaca ekstrim. Termasuk saat armada yang dipakai tidak sesuai dengan medan jalan yang ditempuh. Tapi secara umum kalau tidak ada masalah, kita izinkan,” ucapnya.
Terpisah, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno turut menanggapi pelarangan studi tur. Dia mengatakan, bahwa pihaknya tengah mengkaji pelarangan studi tur. Namun, Sandiaga khawatir, jika polemik ini meluas target pergerakan 1,5 miliar wisatawan Nusantara akan sulit tercapai.
“(Pelarangan) ini menurut saya langkah keamanan jangka pendek, selama kita membenahi dari sisi transportasi. Tapi kalau transportasinya sudah mumpuni, sudah teregistrasi di spionam dan SDM-nya juga handal dan prima, maka saya meminta agar studi tour ini dijalankan kembali,” ungkap Sandiaga Uno saat The Weekly Brief with Sandi Uno yang digelar hybrid pada Senin, (20/5/2024).
Lebih lanjut Sandi mengatakan, pelarangan akan berdampak bukan hanya pada ekosistem pariwisata, tapi juga pengalaman bagi peserta didik. Menurutnya banyak ilmu yang bisa didapat dari kegiatan studi tur, bahkan banyak sekolah dari luar Indonesia melakukan studi tur ke Bali dan Jawa Barat.
“Jadi alangkah ironisnya jika kita justru melarang pelajar kita untuk kegiatan studi tur padahal yang bermasalah ini transportasinya kendaraannya dan juga SDM yang mengendalikannya, ibaratnya kita gatal di kepala tapi kaki yang digaruk, atau sakit kepala tapi yang diminum obat batuk,” ujarnya.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko