INTENS PLUS – JAKARTA. Majelis Ulama Indonesia (MUI) minta semua pihak tidak berpolemik atas penyambutan 44 biksu di Masjid Bengkal, Temanggung, Jawa Tengah pada Minggu (19/5/2024).
Wakil Ketua Wantim MUI Zainut Tauhid Sa’adi bilang, polemik tersebut justru kontra produktif dalam mewujudkan keharmonisan antarumat beragama.
“Sebaiknya polemik tersebut dihentikan, dan tidak perlu diteruskan, apalagi dibesar-besarkan, karena, selain tidak produktif, hal itu juga dapat menimbulkan kesalahpahaman, baik di internal umat Islam maupun antarumat beragama lainnya,” ujarnya dalam keterangan yang diterima, Sabtu (25/5/2024).
Zainut menjelaskan, dalam Islam, ada banyak pendapat ulama mengenai boleh tidaknya non-muslim masuk ke dalam masjid selain Masjidil Haram.
Sebagian besar ulama membolehkan, seperti Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul Al-Umm. Disebutkan, tidak apa-apa orang musyrik bermalam di dalam semua masjid, kecuali Masjidil Haram.
Zainut pun mengutip pernyataan dari Imam Ibnu al-Qayyim dalam kitab yang berjudul Zadul Ma’ad yang berkata, “Ibnu Ishaq berkata, ‘Di Madinah, delegasi Nasrani Najran datang kepada Rasulullah SAW. Muhammad bin Ja’far bin Az-Zubair berkata kepadaku, ia berkata, ‘Ketika delegasi Najran datang kepada Rasulullah SAW, mereka masuk ke dalam masjid setelah salat Asar.
Ketika datang waktu ibadah mereka, mereka bangun untuk mendirikan ibadah mereka di masjid Rasulullah SAW. Kemudian orang-orang mencegahnya, lalu Rasulullah bersabda, ‘Biarkan mereka.’ Kemudian, mereka menghadap timur, dan melaksanakan ibadah mereka,” sebutnya.
Dari beberapa keterangan tersebut, sebagian ulama menyimpulkan bahwa non-muslim boleh masuk ke dalam masjid (kecuali Masjidil Haram). Tetapi, dengan syarat telah mendapat izin dari kaum muslimin setempat serta memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemaslahatan.
Namun ada sebagian ulama yang melarang non-muslim masuk ke dalam masjid mana pun, apalagi Masjidil Haram. Menurutnya, perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan, selain dalam pandangan agama hal ini bukan merupakan wilayah yang qath’i atau sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya.
Hal itu masuk wilayah yang dhanni (sesuatu yang masih belum memiliki kepastian hukum), sehingga perbedaan pendapat tersebut harus bisa diterima dengan penuh toleransi.
“Pada aspek lain yang berkaitan dengan hubungan antarumat beragama, polemik tersebut juga dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahpahaman sehingga dapat mengganggu harmoni kerukunan hidup antarumat beragama. Mari kita membangun pemahaman yang baik dalam beragama (husnu tafahum), sehingga dapat melahirkan sikap dan perilaku hidup yang rukun, harmonis, dan damai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ucapnya.
Dilansir dari detikJateng, rombongan biksu thudong yang berjalan kaki dari Semarang menuju Candi Borobudur sempat beristirahat di serambi Masjid Baiturrohmah Bengkal, Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung, pada Minggu, 19 Mei 2024.
Masjid Baiturrohmah Bengkal berada di tepi jalan raya Magelang-Temanggung. Masjid ini dekat dengan perbatasan wilayah Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Saat itu, para biksu thudong tersebut singgah dan beristirahat di serambi masjid itu pada pukul 09.30 WIB.
Sementara melansir dari Kumparan, Ketua MUI Cholil Nafis mengkritik jamuan dan sambutan yang dibuat masyarakat dan takmir masjid terhadap 44 biksu thudong di Masjid Baiturrohmah, Bengkal, Temanggung, Minggu (19/5). Biksu itu mampir istirahat dalam perjalanan menuju Candi Borobudur.
Video kedatangan 44 biksu di Masjid Baiturrohmah itu viral di media sosial. Ada beberapa netizen yang menyoroti para biksu yang diduga beribadah di dalam masjid.
Cholil mengatakan, hal tersebut kebablasan. Sebab, masjid fungsinya untuk ibadah bukan untuk keperluan lainnya. Ada ruangan lain yang dapat dijadikan lokasi penyambutan tamu non muslim.
“Ini kebablasan. Kalau mau terima tamu non muslim jangan di rumah ibadah. Kan masih ada ruangan pertemuan lain yang lebih tepat. Rumah masjid itu hanya untuk ibadah umat muslim bukan untuk lainnya,” kata Cholil dalam akun Instagram resminya, Jumat (24/5/2024).
Menurut Cholil, masih ada cara lain yang dapat digunakan dalam hal menjaga toleransi terhadap agama lain. Salah satunya dengan memberikan mereka ruang untuk beribadah.
Cholil dalam unggahannya lalu memberikan contoh bentuk toleransi agama. Berikut penjelasannya:
“Setiap umat Islam harus menjalankan toleransi dengan memberikan kesempatan kepada umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar mereka. Bentuk toleransi beragama adalah:
a. Dalam hal akidah, memberikan kebebasan kepada umat agama lain untuk melaksanakan ibadah hari raya sesuai keyakinannyadan tidak menghalangi pelaksanaannya.
b. Dalam hal muamalah, bekerja sama secara harmonis serta bekerja sama dalam hal urusan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara…”
Terakhir dalam unggahannya, Cholil mengingatkan bahwa toleransi tidak boleh masuk dalam ranah akidah dan syariat agama lain.
“Batasan toleransi beragama tidak masuk ke dalam ranah akidah dan syariat agama lain karena berpotensi terjadi penistaan dan penghinaan agama..Bismillah,” tutupnya.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko