Pendidikan Yogyakarta

Perlu Tobat Ekologi Radikal Jaga Keanekaragaman Hayati

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Indonesia merupakan wilayah dengan kejayaan alam yang luar biasa. Namun, Indonesia juga menghadapi krisis serius dalam hal keanekaragaman hayati. Oleh sebab itu, diperlukan tobat ekologis radikal agar tidak terjadi kerugian ekologis, sosial, dan ekonomi yang signifikan.

Prof. Ir. IGN. Pramana Yuda, M.Si, Ph.D saat membacakan pidato pengukuhan Guru Besar Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Jumat (7/6/2024) turut menyoroti drastisnya penurunN populasi dan keanekaragaman spesies di Indonesia.

“Menghadapi krisis keanekaragaman hayati sosialekologi, diperlukan pertobatan ekologis radikal yang akan mengubah orientasi kepedulian eksistensial individu terhadap kehidupan ciptaan Tuhan dan mentransformasi struktur sosial-ekonomi, termasuk struktur sistem ekonomi kapitalis yang saat ini mendominasi perdagangan global. Kita (UAJY) telah banyak berkarya melalu TriDhama Perguruan Tinggi, merespon dua seruan pertama LS, respon
terhadap tangisan bumi dan tangisan kaum miskin. Namun, masih perlu kita refleksikan,” sebut Prof. Ir. IGN. Pramana Yuda, M.Si, Ph.D, dalam pidato pengukuhan Guru Besar di Student Hall UAJY, Jumat.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan krisis keanekaragaman hayati di Indonesia perlu ditangani dengan serius. Hal ini juga mendasari penelitiannya yang mengusung judul ‘Teknoekologi Molekuler dalam Riset dan Konservasi Burung’.

Prof. Pramana menyoroti populasi satwa liar seperti burung yang tak lagi sebanyak dulu. Bahkan keberadaannya sulit ditemukan.

“Mengapa dan bagaimana burung atau spesies lain terancam punah dan punah? Bagaimanakah kita bisa mencegah atau mengurangi ancaman tersebut? Dua pertanyaan inilah yang menjadi pokok kajian utama disiplin yang masih relatif baru: biologi konservasi,” kata

Kata dia, kompleksitas masalah pengelolaan burung atau satwa liar yang terancam punah memerlukan riset ilmiah. Sejauh ini, sudah banyak bidang kajian dan teknologi yang digunakan untuk memahami masalah dan penyebab suatu spesies terancam punah dan bagaimana menyelamatkan atau mencegahnya.

Bahkan lewat penelitiannya, teknologi dan kajian ekologi dengan pendekatan molekuler (teknoekologi molekuler) digunakan dan mempunyai potensi yang besar untuk menjawab masalah riset yang tidak bisa terjawab dengan pendekatan konvensional.

“Sayangnya saat ini masih terdapat kesenjangan riset-implentasi, bukan hanya aspek genetik saja tetapi juga pada aspek biologi konservasi lainnya. Pendekatan praktis diperlukan untuk bisa mengatasi kesenjangan tersebut. Pengintegrasi diharapkan bisa meningkatkan kemampuan pengelola dalam mendapatkan data yang diperlukan untuk keberhasilan pengelolaan satwa terancam punah,” jelasnya.

Kendati teknoekologi itu memang membantu kita untuk memahami faktor penyebab dan dampak dari penurunan populasi atau kepunahan suatu spesies. Namun, kata Prof. Pramana ada faktor lain yang tidak bisa dijawab dengan teknologi, yakni bagaimana mengurangi sumber masalah utama yang terkait dengan perilaku dan spritualitas manusia.

Oleh karenanya, melalui Ensiklik Laudato Si’, Prof. Pramana turut mengajak masyarakat untuk merawat bumi sebagai rumah kita bersama yang saat ini kondisinya tidak baik-baik saja.

Rektor UAJY Dr G. Sri Nurhartanto mengapresiasi capaian guru besar yang diraih oleh Prof. Ir. IGN. Pramana Yuda, M.Si, Ph.D. Ia berharap capaian guru besar tersebut harus jadi momentum untuk terus menghasilkan karya lewat riset-riset yang membantu dalam melestarikan lingkungan utamanya dalam hal ini keragaman hayati.

“Mudah-mudahan dengan pencapaian guru besar ini pak Pram terus mengembangkan riset-riset yang menyangkut burung demi untuk kelestarian lingkungan Indonesia. Kami percaya dengan jejaring yang dimiliki Indonesia hal ini akan memberikan sumbangsih nyata, sumbangsih konkret dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta dalam rangka merawat bumi kita,” pungkasnya.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *