INTENS PLUS – JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang berlaku mulai 30 Mei 2024. Aturan itu membolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan tambang.
Namun, aturan itu dikritisi oleh berbagai pihak lantaran dituding bermotif politik, dapat memicu konflik horizontal, hingga memperburuk kerusakan lingkungan akibat tambang.
Salah satu yang menyampaikan kritikan terhadap PP Nomor 25 Tahun 2024 adalah tokoh agama Katolik, Franz Magnis Suseno. Pria yang akrab disapa Romo Magnis menolak kebijakan pemerintah berkait pemberian izin mengelola usaha tambang kepada ormas keagamaan.
“Saya dukung sikap Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) bahwa dia tidak akan melaksanakannya (memanfaatkan PP Nomor 25 Tahun 2024 untuk membuka lahan pertambangan). Saya khawatir, kami tidak dididik untuk itu. Dan umat mengharapkan dari kami, dalam agama bukan itu (eksploitasi pertambangan),” kata Magnis di Wisma Sangha Theraviada, Jakarta Selatan, Minggu(9/6/2024).
Guru Besar Filsafat STF Driyarkara ini berkeyakinan, umat Katolik dan Protestan tidak menginginkan adanya eksploitasi pertambangan oleh ormas. Meskipun, ada kemungkinan PP Nomor 25 Tahun 2024 memiliki tujuan yang baik.
“Saya tidak tahu. Mungkin maksudnya baik ya tapi saya kira kalau Katolik dan Protestan sama saja dua-duanya menolak, gitu,” tutur dia.
Untuk diketahui, ormas keagamaan kini bisa kelola usaha pertambangan usai Presiden Jokowi menerbitkan PP Nomor 25 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut, ormas keagamaan mendapatkan prioritas jika akan mengajukan diri mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WUIPK).
Namun, penawaran WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan berlaku terbatas hanya 5 tahun sejak PP 25 Tahun 2024 berlaku atau sampai 30 Mei 2029.
Kendati demikian, sejumlah ormas keagamaan telah menolak tegas izin kelola tambang dari pemerintah itu. Salah satunya KWI. Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo menyatakan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak akan mengajukan izin usaha tambang.
“Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya,” ujarnya, dikutip dari Antara, Rabu (5/6/2024).
Suharyo menegaskan, KWI bertugas memberikan pelayanan agama dan tidak termasuk kelompok yang dapat menjalankan usaha tambang.
Senada, Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI, Marthen Jenarut menegaskan, pihaknya tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Dia menjelaskan, urusan dan peran KWI hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), dan martyria (semangat kenabian).
“KWI bersikap lebih memilih sikap tegak lurus dan konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan demi terwujudnya tata kehidupan bersama bersama yang bermartabat,” imbuhnya.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia merespons penolakan ormas seperti Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang menerima karpet merah mengelola tambang dari Pemerintahan Jokowi.
“Yang jelas kami akan menawarkan. Sudah barang tentu ada yang menolak, ini kan kita mau berikan kepada yang mau. Kalau yang menolak, apa boleh buat, berarti kan gak membutuhkan. Kita berikan kepada yang membutuhkan,” katanya dalam konferensi pers di Kementerian Investasi, Jakarta Selatan, Jumat (7/6).
Pembantu Presiden Jokowi itu menegaskan Indonesia adalah negara demokrasi. Oleh karena itu, Bahlil mengklaim akan menghargai perbedaan yang muncul.
Namun, Bahlil menyebut penolakan itu muncul karena masalah komunikasi. Ia mengatakan wajar ada penolakan karena karpet merah dari Presiden Jokowi kepada ormas keagamaan baru muncul belakangan ini.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko
Headline
Jabodetabek
Aturan Ormas Boleh Kelola Tambang Dikritisi Sejumlah Pihak
- by Redaksi
- 09/06/2024
- 0 Comments
- 2 minutes read
- 120 Views

Berita Terkait ...
