Headline Internasional

Tajikistan, Negara Mayoritas Muslim yang Larang Penggunaan Jilbab

INTENS PLUS – JAKARTA. Tajikistan adalah pecahan Uni Soviet yang berada di Asia Tengah. Negara dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa itu, dan 96% memeluk agama Islam. Namun majelis tinggi parlemen negeri itu, telah meloloskan undang-undang kontroversial yang justru melarang Muslim menjalankan tuntunan agamanya.

Di bawah pimpinan Rustam Emomali, Majelis Parlemen Tinggi Tajikistan secara resmi meloloskan undang-undang yang melarang “pakaian asing” pada pekan lalu. Melalui regulasi itu, Tajikistan melarang jilbab dan pakaian tradisional Islam lain yang masuk ke Tajikistan dari Timur Tengah.

Pemerintah Tajikistan pun menegakkan sanksi bagi yang melanggar undang-undang tersebut, yaitu denda mulai dari 7.920 somoni Tajikistan (hampir Rp12,1 juta) untuk warga negara biasa hingga 54.000 somoni (Rp82,9 juta) untuk pejabat pemerintah. Khusus tokoh agama, mereka bisa didena 57.600 somoni (sekitar Rp88,4 juta).

Selain melarang jilbab, Pemerintah Tajikistan pun melarang perayaan dua hari besar agama Islam, Idulfitri dan Iduladha untuk anak-anak. Undang-undang pelarangan tersebut pun telah disahkan pada awal bulan ini.

Pemerintah Tajikistan pun melarang warganya memelihara jenggot. Meskipun tidak ada batasan hukum terhadap jenggot di Tajikistan, beberapa laporan menyatakan bahwa penegak hukum telah mencukur paksa pria yang memiliki jenggot lebat. Mereka dianggap sebagai tanda potensial pandangan agama ekstremis seseorang.

Undang-Undang tentang Tanggung Jawab Orang Tua, yang mulai berlaku pada tahun 2011, menghukum orang tua yang menyekolahkan anak-anak mereka ke pendidikan agama di luar negeri. Sementara menurut undang-undang yang sama, mereka yang berusia di bawah 18 tahun dilarang memasuki tempat ibadah, termasuk masjid, tanpa izin.

Sebuah pernyataan tahun 2017 oleh Komite Urusan Agama Tajikistan mengatakan bahwa 1.938 masjid ditutup hanya dalam satu tahun. Tempat-tempat ibadah diubah menjadi kedai teh dan pusat medis.

Serangkaian undang-undang terbaru tersebut dikatakan didorong oleh sejumlah serangan mematikan di beberapa negara tetangga dekat Tajikistan. Salah satunya, Balai Kota Crocus di Moskow pada bulan April.

Empat penyerang yang ditangkap oleh penegak hukum Rusia, dikatakan berasal dari Khorasan-apa yang disebut Negara Islam atau ISIS-K. Mereka semua memiliki paspor Tajikistan.

Sementara itu, Presiden Rahmon mengklaim dirinya ingin menjadikan Tajikistan demokratis, berdaulat, berdasarkan hukum, dan sekuler. Pernyataan ini mengutip kalimat pembuka Konstitusi 2016, yang menasihati rakyat untuk ‘Mencintai Tuhan dengan (hati) mereka’.

“Jangan lupakan budaya Anda sendiri,” katanya saat itu. Kamis(27/6/2024).

Sebenarnya hal serupa tak hanya di Tajikistan. Prancis, Denmark, Belgia, Sri Lanka, Bulgaria, China, India, Jerman, dan Turki menjadi beberapa negara yang telah melarang jilbab dalam beberapa bentuk.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *