Edukasi Sorotan

KDRT: Kasus Terbanyak Dilaporkan, Korban Mayoritas Perempuan dan Anak

INTENS PLUS – JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengungkap bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) jadi kasus paling banyak dilaporkan pada 2023.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, mengemukakan, laporan KDRT sepanjang 2023 ada sebanyak 1.400 kasus.

“KDRT itu kekerasan yang paling banyak dilaporkan di tahun 2023. Ini sebagai gambarannya. Yang paling banyak (menjadi korban( perempuan dan anak,” sebut Woro. Rabu (17/7/2024).

Laporan yang diterima Woro, korban paling banyak perempuan dan anak, dan 73 persen perempuan korban kekerasan terjadi di ranah rumah tangga.

“KDRT itu terjadi pada perempuan dan anak. 73 persen korban kekerasan terjadi dalam rumah tangga itu adalah perempuan,” sambungnya.

Berdasarkan data, empat dari 10 anak perempuan pernah menjadi korban kekerasan oleh orang tuanya. Sedangkan tiga dari 10 anak laki-laki pernah menjadi korban kekerasan oleh orang tuanya.

Menurut Woro, orang tua menjadi pelaku kekerasan terhadap anak karena banyak pasangan suami istri yang tidak siap menghadapi kehidupan pasca-menikah. Untuk mencegah kekerasan terhadap anak, kata dia, bimbingan perkawinan menjadi hal yang penting untuk diikuti oleh calon pasangan suami istri.

“Kalau kita lihat pelaku kekerasan terhadap anak itu siapa yang paling banyak? Jadi ini, ibu yang paling banyak, yang kedua ibu atau bapak tiri, yang ketiga adalah ayah,” ucapnya.

Lebih lanjut dikatakan, selain ibu kandung, ayah atau ibu tiri menempati urutan kedua sebagai pelaku kekerasan terhadap anak paling banyak.

Oleh sebab itu, pemerintah bakal mewajibkan bimbingan perkawinan untuk mencegah tindak KDRT.

“Bimbingan perkawinan salah satu tujuannya itu untuk memberikan pembekalan dan membina keluarga agar jangan sampai ada kekerasan, dan dalam membina keluarga juga ada kesetaraan gender. Ayah dan ibu punya peran setara dalam hal memberikan pengasuhan dan seterusnya, jadi urgensinya untuk mencegah KDRT,” ujar Woro.

Ia menjelaskan, urgensi bimbingan perkawinan diwajibkan karena

“Bimbingan perkawinan memastikan individu-individu di dalam keluarga berkualitas, baik itu anak, ibu, maupun ayahnya,” ucapnya.

Selain itu, Woro mengklaim, bimbingan perkawinan memastikan calon pengantin mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang tepat.

“Alurnya harus benar, pemeriksaan kesehatan harus tepat, jangan sampai enggak sehat, karena kalau enggak sehat, angka kematian ibu atau AKI-nya naik terus,” kata dia.

Ia juga menyebutkan, berdasarkan wacana dari Kementerian Agama, buku nikah tidak akan diberikan sebelum pasangan melakukan bimbingan perkawinan.

“Ada wacana Kemenag, buku nikah tidak diberikan sebelum mereka melakukan bimbingan perkawinan. Jadi memastikan mereka yang menikah mengikuti regulasi sesuai alurnya. Kita terus melakukan sosialisasi, advokasi, menguatkan keluarga, bimbingan perkawinan jangan sampai ada kekerasan,” ujar dia.

Menurut Woro, ada beberapa kesiapan yang mesti dilakukan oleh calon pengantin sebelum menikah, yakni kesiapan membentuk keluarga, kesiapan usia perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun; kesiapan emosi, sosial, moral, interpersonal, finansial, mental, fisik, keterampilan hidup, dan intelektual.

Selain itu, melalui bimbingan perkawinan, Pemerintah juga memastikan calon pengantin mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi berupa pemeriksaan kesehatan dan pemberian konseling.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *