INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Forum aktivis Cik Di Tiro menggelar aksi simbolik di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (Unisa), Gamping, Sleman, Sabtu (27/7). Aksi ini mendesak Muhammadiyah untuk menolak tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah.
Aksi tersebut merupakan reaksi dari pernyataan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk mempertimbangkan menerima kebijakan pemerintah terkait izin ormas keagamaan dapat mengelola tambang demi kemaslahatan umat.
Dalam aksinya, massa membentangkan dua spanduk dan sejumlah poster. Salah satu spanduk tertera tulisan ‘Dipisahkan Qunut, Disatukan Tambang’ yang merupakan sindiran keras pada PP Muhammadiyah apabila menerima tawaran tambang. Sebab sebelumnya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah menyatakan menerima kebijakan ormas keagamaan dapat mengelola tambang.
Sementara itu, doa qunut memang jadi salah satu perbedaan Muhammadiyah dan NU dalam melaksanakan ibadah salat Subuh. Warga NU mengamalkan doa qunut, sedangkan Muhammadiyah tidak.
Inisiator Forum Cik Di Tiro, Masduki, menjelaskan aksi simbolik ini mendesak agar PP Muhammadiyah menolak tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah.
“Kita mengingatkan Muhammadiyah untuk menjaga kewarasan, akal sehat, bahwa ormas itu tugasnya menjadi masyarakat sipil, organisasi yang mengontrol negara, pemerintah dan berpihak pada kepentingan warga negara,” katanya. Senin(29/7/2024).
Masduki menilai, dalam industri tambang tidak ada kemaslahatan, sehingga hanya berisi kemudaratan.
“Dalam kasus tambang ini, kami melihat penyakitnya, ancamannya, atau indikasinya ada tiga. Pertama, tambang itu merusak. Kedua, tambang itu merusak. Ketiga, tambang itu merusak,” cecarnya.
Masduki menuturkan urusan tambang ini nantinya akan merusak tata kelola ormas itu sendiri. Dia menilai pertambangan selama ini telah merusak hak-hak sipil. Sudah banyak pula korban akibat bisnis ekstraksi ini.
“Ketiga, dia (tambang) merusak kekuatan alternatif dalam hal ini Muhammadiyah-NU sebagai masyarakat sipil dalam sistem demokrasi. Jadi, enggak ada manfaatnya, lebih banyak mudaratnya,” tegasnya.
Massa aktivis ini menggelar aksi di sekitar lokasi rapat pleno PP Muhammadiyah, yakni Convention Hall Masjid Walidah yang terletak di utara kampus.
Mereka akan menyerahkan pernyataan lengkap ke panitia soal desakan penolakan terhadap pengelolaan tambang ini. Harapannya, pernyataan ini bisa jadi masukan bagi PP Muhammadiyah.
Sebelumnya, Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Azrul Tanjung mengatakan, pihaknya menerima izin tambang bagi ormas agama setelah melalui kajian.
PP Muhammadiyah menyatakan menerima kebijakan itu untuk memberikan kebaikan pada dunia pertambangan, setelah melakukan penelitian selama dua bulan terakhir
Azrul bilang, Kamis (25/7/2024). Sebelum memutuskan menerima kebijakan izin tambang, PP Muhammadiyah telah menggelar diskusi dengan berbagai pihak untuk mengkaji aspek terkait ekonomi, bisnis, lingkungan, sosial dan lainnya terhadap tambang.
“Kita juga mengundang para pakar, praktisi, kita juga mencermati tambang-tambang yang sudah dieksplorasi, baik tambang yang dieksplorasi secara tidak bertanggung jawab maupun tambang-tambang yang dieksplorasi secara bertanggung jawab,” ucap Azrul.
Azrul mengatakan, seandainya Muhammadiyah akan mengambil lahan pertambangan, akan ada berbagai aspek yang menjadi pertimbangan.
Misalnya secara hukum legal, masyarakat terdampak harus dipikirkan nasibnya.
“Apakah dia akan direkrut di pertambangan, kemudian apakah ada bagian nanti untuk masyarakat, apakah CSR dan lain sebagainya, termasuk pasca tambang,” tuturnya.
Dikatakan pula, Muhammadiyah merupakan ormas keagamaan yang hadir untuk kemaslahatan.
“Muhammadiyah hadir untuk memberikan kemaslahatan, tidak kemudharatan. Kalau kemasalahatannya lebih banyak, kita akan lanjutkan eksplorasi, tapi kalau maslahatnya sedikit dan lebih banyak mudharat tentu tidak,” katanya.
Adapun ketentuan ormas keagamaan dapat mengelola tambang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam regulasi tersebut, terdapat aturan baru yang mengizinkan organisasi masyarakat atau ormas untuk mengelola lahan pertambangan.
Aturan tersebut tertuang pada Pasal 83A yang membahas soal Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WUIPK) secara prioritas.
“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” bunyi pasal tersebut.
Organisasi masyarakat atau ormas adalah organisasi kemasyarakatan keagamaan yang salah satu organnya menjalankan kegiatan ekonomi serta bertujuan pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan masyarakat atau umat.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko
News
Sorotan
Massa Desak Muhammadiyah Tolak Izin Tambang Ormas Agama di Unisa
- by Redaksi
- 29/07/2024
- 0 Comments
- 3 minutes read
- 102 Views

Berita Terkait ...
