Raket Yogyakarta

Si Munggil dari Pegunungan Menoreh Raih Perak Paralimpiade Paris

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Qonitah Ikhtiar Syakuroh berhasil menyabet medali perak untuk Indonesia di ajang Paralimpiade Paris 2024. Perak yang ditoreh pebulutangkis asal Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu merupakan hasil tanding kalah dari pemain Cina Xiao Zuxian dengan skor 2-0 (14-21, 20-22) pada laga yang digelar pada Senin (2/9/2024) pukul 13.30 WIB.

Di awal babak pertama Xiao Zuxian langsung tampil menekan dan memastikan poin atas Qonitah. Hingga Qonitah terus tertinggal dari pemain Cina tersebut. Sempat unggul sesaat, Zuxian kembali memastikan keunggulannya hingga akhirnya set pertama berakhir dengan skor 14-21.

Di babak kedua Qonitah tampil lebih baik. Serangannya berhasil membuahkan keunggulan sejak menit awal pertandingan. Namun, Zuxian terus mengejar skor yang diraih Qonitah. Hingga setelah sempat unggul 20-18, Zuxian berhasil menyamakan kedudukan menjadi 20-20 dan akhirnya berakhir 20-22 untuk pemain Cina tersebut.

Meski gagal meraih emas, hasil ini menjadi sejarah bagi DIY karena untuk pertama kalinya ada perwakilannya di Paralimpiade Paris. Bahkan medali perak ini menjadi yang pertama bagi DIY di ajang tersebut.

“Alhamdulillah selamat kepada Qonitah yang sudah berjuang di final. Perjuangannya sangat luar biasa,” ujar Ketua NPC DIY Hariyanto dikutip, Selasa (3/9/2024).

Ia pun berharap capaian Qonitah ini bisa menginspirasi atlet-atlet disabilitas lainnya di DIY. Dengan sumbangan satu medali perak dari Qonitah ini sementara Indonesia sukses mengantongi 1 emas, 3 perak, dan 2 perunggu.

Senada, mengutip dari Kompas.com, Ayah dari Qonitah yang bernama Taufik pun mengaku bangga dengan pencapaian anaknya.

“Qonitah bisa bertahan sampai saat ini. Meski belum yang tertinggi, kami orangtua sangat puas atas usahanya. Dari awal Qonitah sudah bersusah payah untuk meraih nomor satu,” kata Taufik Senin (2/9/2024).

Rasa bangga pada Qonitah ditunjukkan Taufik dengan menggelar nonton bareng laga final putrinya. Jadi, meski tidak bisa ke Perancis, warga bisa memberi dukungan sambil menonton live streaming. Taufik menyulap bangunan PAUD Taoge di depan rumahnya yang dijadikan arena nonton bareng. Dia meletakkan televisi layar datar 21 inchi yang dipinjam dari tetangga, juga loud speaker.

Tontonan yang sinyal internetnya byarpet atau kadang-kadang mati itu dimulai sejak pukul 13.30 WIB. Puluhan warga Soropati berkumpul di sana, duduk beralaskan tikar, ketika menyaksikan warga mereka di televisi sedang berlaga. Keriuhan bergema di ruangan begitu kamera menyorot soso Qonitah. Kemudian, tepuk tangan, sorak sorai, teriak takut, keluh gemas, silih ganti terdengar di dalam ruang PAUD ini. Mereka tidak kecewa meski Qonitah tidak memetik emas.

Bahkan, warga yang hadir menutup nobar dengan makan bakmi goreng bersama.

“Alhamdulilah. Tidak menyangka saja, seorang anak dari pegunungan dengan fisik seperti itu bisa ikut event dunia. Bersyukur alhamdulilah,” kata Rumini, ibu dari Qonitah. Qonitah gadis mungil kelahiran Kulon Progo 2001. Ia bertanding di WS SL 3. Pada nomor tersebut, atlet bertanding setengah lapangan.

Untuk diketahui, SL 3 adalah klasifikasi untuk atlet dengan keterbatasan pada salah satu atau kedua kaki yang membuat hilang keseimbangan baik saat berjalan maupun berlari. Qonitah memiliki keterbatasan pada kedua kakinya. Ia berdiri dengan punggung kaki sehingga tidak bisa berjalan dengan normal.

Sejak lahir, dia menderita Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) atau kaki pengkor yang membuat dirinya tidak bisa dengan mudah melangkah maju, mundur, apalagi ke samping. Selain itu, mudah sekali kaki saling terbentur saat melangkah.

Penyuka mi ayam ini mulai bersinar sejak mengenal bulu tangkis pada masa sekolah dulu. Ia sering ikut kompetisi. Berbagai macam kejuaraan nasional dan internasional disabet dari bulu tangkis. Medali dan piala dikoleksinya dalam sebuah lemari dalam ruang tamu rumah Taufik di Soropati.

Hingga akhirnya mengikuti pemusatan latihan di Surakarta. Alhasil, ia berhasil mencapai final di Paralimpik. Semua berkat doa dan usaha. Rumini menceritakan, Qonitah setiap saat meminta dukungan ayah dan ibunya lewat obrolan HP. Sesekali ada muncul emoji “kangen” untuk ibunya. Sebelum bertanding, ia selalu berpesan meminta restu dan doa.

“Dia selalu telepon. Minta doa. Doain mau tanding. Begitu terus. (Dia juga selalu menelepon) setelah selesai bertanding,” kata Rumini.

Benar saja, Qonita mengabarkan keberhasilannya menembus puncak Paralimpik. Ia menelepon Rumini tidak lama usai pertandingan. Qonita yang sempat diwawancara via panggilan video mengaku sangat bersyukur dan senang bisa bertanding di Paralimpiade. Ia merasakan suasana perjuangan yang luar biasa hingga sampai ke final.

“Saya bermain enjoy, tenang, dan percaya diri berserah diri karena hasil akhir Tuhan yang menentukan,” kata Qonitah.

Namun, akhirnya ia harus mengakui keunggulan Xiao. “Mungkin karena saya kurang siap menerima bolanya saja, meski sebenarnya saya yakin,” kata Qonita kepada wartawan via panggilan video.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *