INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Lahan sempit jadi jadi solusi pertanian di tengah kota, Pemerintah kota (Pemkot) Yogyakarta mendukung langkah tersebut dengan melakukan penanaman serta pembagian bibit Klengkeng dan panen Jagung di Kelompok Tani (Poktan) Hijau Daun, Nyutran, Wirogunan, Mergangsan.
Pejabat Walikota Yogyakarta Sugeng Purwanto, mengapresiasi langkah kelompok tani hijau daun dan petani milenial dalam mengatasi pertanian di tengah kota di lahan yang sempit. Sugeng berpesan harus ada pembeda petani kota harus memiliki kuantitas dan pesanan karena lokasinya langsung ke marketnya.
“Kami merasa bahagia. kelompok tani hijau daun dan petani milenial telah mengatasi pertanian di tengah-tengah kota dengan lahan yang sangat amat terbatas. Nah, tetapi masih ada pertanian yang mungkin bagi orang-orang di luar sana, di kabupaten, melihat lahan seperti ini tidak bakalan dilirik untuk kegiatan pertanian. Karena mereka masih mempunyai lahan yang luas. Inisiasi bertani dilahan yang sempit seperti ini, itu sangat luar biasa,” puji Sugeng dikutip, Sabtu (4/1/2025).
Sugeng juga sudah menginisiasi, agar rooftop, hotel-hotel, dan semua yang punya lahan di lantai dua, lantai tiga, lantai empat. Untuk bisa dihijaukan, dimanfaatkan untuk kegiatan olah pertanian.
“Jadi, kalau kita bicara pertanian kota, yang pertama adalah pertanian radio-nomenal, pertanian yang lebih mengarah kepada kualitas, pertanian yang tidak kepada kuantitas, tapi kepada kualitas, pertanian yang mengarah kepada insting kita, mengarah kepada hal-hal yang sifatnya menarik ya. Pertanian presisi,” ungkap Sugeng.
Menurutnya, kalau tidak presisi di kota dengan lahan yang sempit, tentunya tidak akan memberikan manfaat lebih dari bagi pelakunya, dan yang pasti kalau harus berorientasi bisnis, tentunya pertanian presisi yang diterapkan betul-betul harus bisa memilah dan memilih komoditas apa yang harus dikembangkan.
“Jadi orientasi bisnis boleh, bahkan harus. Lahan sekecil apapun pertanian itu kalau digeluti betul-betul, ini akan memberikan hasil yang luar biasa. Tapi bicara kota Yogyakarta dengan lahan yang sempit, tentunya tadi pertanian presisi, pertanian ornamental, pertanian yang bernilai ekonomi tinggi. Lahan yang luas bisa di cover, di konversi dengan lahan yang sempit, tapi dengan pemilihan komoditas yang tepat,” ucapnya.
Sugeng bilang, Pertanian Kota harus berorientasi kepada pertanian produk hilir. Kalau bicara produksi di hulu, maka yang dikota akan kalah dengan kabupaten. Tapi kalau di hilir, misalnya seperti minuman yang dihidangkan oleh warga Nyutran ada bunga telang yang jadi sirup, kemudian mungkin ada makanan-makanan kecil yang dari produk pertanian setempat.
“Jadi dari kota itu. harus bergerak di hilir, Keuntungan kota adalah Kota itu dekat dengan market, dekat dengan pasar. Biar, yang produksi, yang kotor-kotor, yang rata-rata ini dibuat dari kabupaten. Yang produk dari kabupaten dibuat dari kota, dirubah menjadi satu produk di hulu yang mempunyai nilai tambah. Ya, jadi seperti itu,” jelas Sugeng.
Sugeng juga memaparkan, bagaimana tanaman-tanaman dari hulu dikembangkan dan jual menjadi bibit dari Nyutran , Ini yang harus dilakukan.

Kota itu ingin bertani, Pengen punya produk pertanian di lahan yang sempit. ya tadi harus memilah produk, tanamannya dipilih, Produknya dipilih, dan hilirisasi yang dikembangkan. Karena Kota punya kelebihan dekat dengan market.
“Yang rekoso biar di Kabupaten, namun yang memetik value editnya keuntungannya adalah teman-teman di kota Melalui kreatif Industri yang berbahan baku benih pertanian,” ucapnya.
Kemudian bunga-bungaan, tanaman bunga ornamental, ini dikota akan lebih tajam dengan teknik kawin silang sehingga menghasilkan tren bunga yang berbeda nah disitulah nilainya.
“Kelemahan kita, ditingkat nasional adalah kita malas. berbeda dengan malaysia atau vietnam padahal Indonesia sangat kaya. Jadi kita harus rubah mindset kita, yang penting entriplainya ada kemauan, kemudian lakukan, apapun segera lakukan kemudian orientasi pada merket sistem atau permintaan pasar,” tegasnya.
Selain itu, Ketua Asosiasi Tabulampot Yogyakarta, Eka Yulianta mengatakan tanaman yang ditanam warga Nyutran berupa tanaman obat diabetes.
“Kita sedang berupaya untuk berbudidaya jagung, Untuk dektoptifikasi obat diabetes. Jadi untuk mengurangi kadar gula darah yang ada di tubuh, kalau mengkonsumsi ini rutin, paling tidak 3 bulan secara rutin, itu gula darahnya bisa terjaga dengan baik,” jelas Eka.
Eka menyampaikan, Poktan Hijau Daun sudah mengolah dan mengelola jagung bulut untuk kesehatan sebagai makanan alternatif warga setempat.
Tanaman jagung ini, produk dari Indonesia sendiri yang diperoleh dari Kementerian Pertanian. Dengan 74 hari masa panen, jagung bulut ini kebal hama dan perawatannya pun mudah.
“Hamanya malah jarang ya, kalau untuk jagung pulut beda dengan jagung manis dan jagung yang untuk pakan ternak itu malah lebih banyak. Kalau ini sangat-sangat sedikit sekali. Perawatannya mudah, hanya kita kasih nutrisi yang secukupnya, kemudian kita olah tanahnya juga bagus di awal. Jadi ini hanya dua kali pemupukannya, yaitu di awal olah tanam dan saat bunga itu muncul. Karena biar jagungnya ini isi, jadi kasih nutrisi,”
Eka menyebut, akan ada di beberapa wilayah yang akan dikembangkan seperti ini, contohnya seperti Umbul Harjo, kemudian ada di Mergangsan. karena masih ada Tanah Sawah di Tegal Rejo, Mantrijeroyang sehingga dimungkinkan untuk berbudidaya tanaman ini.
“Sebenarnya jagung ini, tidak butuh lahan yang luas, itu saja dipakai tabu laput, hanya pakai galon le minerale dan sebagainya itu bisa kita gunakan untuk itu percocok tanam. Dan satu galon itu bisa kita tanami tiga, jadi kalau umpamanya satu rumah punya 10 galon kan sudah lumayan,” terangnya.
“Rencananya kita akan gelar ekspo di GPV, olahan dari jagung, ada tahu, kemudian ada nugget, dan macam-macam ada sekitar 11 produk turunan jagung pulut akan kita pamerkan di sana,” tambah Eka.(*)
Penulis : Elis