INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Ketentuan itu diatur Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dinilai inkontitusional, MK pun menghapus ‘pasal sakral’ itu dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.
Perkara tersebut ternyata merupakan permohonan dari empat orang mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mereka adalah Enika Maya Oktaviana, Tsalis Khoirul Fatna, Faisal Nasirul Haq, dan Rizki Maulana Syafei.
Enika mengakui bahwa dia sempat pesimis gugatannya dikabulkan oleh MK. Mereka bahkan menilai bahwa draf gugatan yang mereka susun sebanyak 55 halaman itu buruk.
“Di sidang pendahuluan dikuliti oleh hakim konstitusi. Kami untuk bisa lanjut sidang pokok permohonan (kemungkinannya) kecil,” ujar Enika dikutip Intens Plus, Minggu (5/1/2025).
Pesimistis juga dirasakan oleh Faisal. Namun, dia berkuat untuk melanjutkan gugatan ini karena yakin apapun putusan yang akan mereka terima bakal berguna. “Kami bisa apa (memenangkan gugatan), saya pribadi apa pun amar putusan pasti ada hal yang bisa berguna bagi pemohon berikutnya kalau gagal. Tapi ternyata dikabulkan,” kata dia.
Namun yang terpenting bagi Faisal, dia telah menyampaikan legal standing. Bagaimana dia merasa dirugikan oleh presidential threshold.
“Saya merasakan kerugian, ini merupakan akumulasi kejenuhan. Kemuakan kami sebagai pemilih. Itu menguatkan saya mengambil jalan,” tegasnya.
Tsalis Khoirul Fatna menambahkan, proses sidang berlangsung sebanyak tujuh kali. Bahkan, mereka juga harus melaksanakan sidang saat tengah sibuk Kuliah Kerja Nyata (KKN).
“Sidang di antara ke-2 dan ke-3 kami lagi KKN, itu momen tidak terlupakan. Perjuangan yang sangat berarti bagi kami,” kenangnya.
Ditambah lagi, keempat mahasiswa ini tidak menggunakan kuasa hukum. “Kami mahasiswa belum mampu (bayar kuasa hukum). Karena sidang bisa online, kami ajukan. Tapi kami sempat beracara langsung di MK mendengarkan ahli. Dua orang dari kami Rizki dan Faisal (hadir) ke MK,” beber Fatna.
Menurut Rizki, dikabulkannya permohonan yang dia ajukan menjadi angin segar bagi demokrasi di Indonesia. “Putusan yang kami perjuangkan merupakan kemenangan rakyat Indonesia. Pelajaran pentingnya, kami sebagai pemilih kami berkah memilih calon yang sesuai keinginan,” ucapnya.
Dikabulkannya gugatan Enika, Faisal, Fatna, dan Rizki mendapat apresiasi dari Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Ali Sodiqin. “Saya mewakili pimpinan berikan apresiasi, hormat, dan bangga terhadap perjuangan mahasiswa untuk melakukan uji materi uji terkait Pasal 222 presidential threshold,” ucapnya.
Kata Ali, hal ini jadi wujud mahasiswanya punya kompetensi menemukan celah dalam mengimplementasikan materi perkuliahan yang mereka pelajari. Sehingga dalam pelaksanaan demokrasi, para mahasiswa mampu menempuh jalur konstitusional.
“Hal ini merupakan manifestasi kepedulian mahasiswa terkait sistem demokrasi di Indonesia. Maka perlu didukung. Kami mewakili fakultas bangga dengan pencapaian ini. Kami bangga karena mereka peduli, kami yakin generasi muda mampu menjaga marwah demokrasi Indonesia,” tandasnya. (*)
Penulis: Fatimah Purwoko