INTENS PLUS – JAKARTA. Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) digeruduk ribuan pengemudi ojek online (ojol) dan kurir online hari ini, Senin (17/2/2025), sejak pukul 10.00 WIB.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengatakan para pengemudi ojol menuntut Tunjangan Hari Raya (THR) dan mengawasi regulasi THR Ojol yang akan diterbitkan Kemnaker.
Menurut dia, sistem fleksibilitas dalam kemitraan pekerja ojol selama ini dijadikan dalih oleh penyedia platform untuk menghindari kewajiban membayar THR dan hak-hal pekerja lainnya.
Padahal, pekerja ojol dinilai memiliki kontribusi yang signifikan bagi ekonomi di Tanah Air. Lily mengatakan platform diuntungkan karena tidak membayar upah minimum dan hak lain seperti upah lembur, cuti haid dan melahirkan, serta jam kerja 8 jam.
“Maka negara harus hadir. Kemnaker harus mengeluarkan kebijakan populis yang jelas berpihak kepada pengemudi ojol dan pekerja platform lainnya,” kata Lily dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (18/2/2025).
Sebagai informasi, sebelumnya demo ojol besar-besaran untuk menuntut kepastian status pekerja ojol sudah digelar pada Agustus 2024 lalu. Kala itu, Koalisi Ojol Nasional (KON), menyampaikan 6 tuntutan di depan kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo, sekarang jadi Komdigi).
Antara lain terkait formula tarif layanan pos komersial untuk pekerja ojol, mengevaluasi kegiatan bisnis platform yang dianggap tidak adil, menghapus program layanan tarif hemat untuk pengantaran makanan-barang, penyeragaman tarif layanan makanan-barang, tolak promosi aplikasi yang dibebankan ke driver, serta melegalkan ojol di Indonesia melalui SKB beberapa kementerian yang membawahi ojol sebagai angkutan sewa khusus.
Sebelumnya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan menyoroti status kemitraan antara pengemudi ojol dengan aplikator atau platform transportasi daring.
Menurut Wamenaker Noel, status kemitraan antara pekerja ojek online dan angkutan online dengan platform ini memiliki definisi yang vital. Status kemitraan seharusnya memiliki posisi yang sejajar dan tidak merugikan satu sama lain.
“Mitra ini menurut pemerintah, definisinya beda dengan aplikator. Kemitraan itu sejajar. Kalau tiba-tiba dipotong (tarif bersih untuk pengemudi), lalu tiba-tiba (akun) kena suspend, dan lainnya, itu namanya tidak sejajar. Yang pasti kemitraan yang didefinisikan oleh aplikator itu salah,” kata Noel saat ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di Jakarta, Senin.
Hubungan kemitraan ini seringkali menguntungkan aplikator untuk menetapkan tarif yang murah, hingga memotong penghasilan mitranya secara sepihak.
Untuk itu, salah satu perhatian khusus bagi Kemnaker saat ini adalah membuat dan memperkuat payung hukum bagi para pekerja angkutan daring ini.
“Ke depan kita akan membangun regulasi terkait legal standing (posisi hukumnya) mereka, bahwa (status) mereka adalah sebagai pekerja, bukan mitra. Itu penting sekali. Kita sedang merumuskan dan mengkaji hal itu,” kata Noel.
“(Bentuk regulasi) Bisa berupa Permen (Peraturan Menteri) boleh, atau PP (Peraturan Pemerintag) juga boleh. Yang jelas, harus ada legal standing untuk mereka. Itu penting bagi teman-teman driver,” ujar dia menambahkan.
Menurut dia, kepastian hukum untuk para pengemudi serta ketegasan bagi aplikator untuk membuat aturan yang jelas dan transparan menjadi hal yang penting bagi kesejahteraan 4 hingga 5 juta pengemudi ojol di tiga platform utama di Indonesia saat ini.
“Pemotongan-pemotongan itu sepihak dilakukan oleh aplikator. Kita tidak tahu reason (alasan)-nya apa, tapi ketika itu merugikan driver, ya tidak bisa, dong. Kita tidak mau mereka semaunya saja bikin aturan tanpa negara mengetahui,” kata Noel.
“Ini momentum bagi kawan-kawan driver untuk berjuang karena Menteri (Ketenagakerjaan, Yassierli) dengan tegas mengatakan tidak mau kesejahteraan driver ojol tidak diperhatikan,” ujarnya menambahkan. (*)
Penulis: Fatimah Purwoko