INTENS PLUS – JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyebut penggeledahan kali ini dilakukan di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Tanjung Gerem milik Pertamina di Cilegon, Banten. Upaya paksa tersebut, telah dilakukan sejak Jumat (28/2/2025) pagi.
“Sedang berlangsung sejak sekitar pukul 10.30 WIB di sebuah kantor fuel terminal Tanjung Gerem, Kecamatan Gerogol, Cilegon, Banten,” kata Harli, Jumat, dikutip dari Antara, Minggu (2/3/2025).
Meski demikian, Harli belum dapat mengungkapkan hasil penggeledahan di tempat tersebut, mengingat masih berlangsung. Ia pun memastikan hasil penggeledahan akan disampaikan kepada awak media.
Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selama periode 2018-2023.
Mereka terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Para tersangka itu yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Kemudian AP selaku VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
Ditambah dua tersangka baru yang diumumkan pada Rabu (26/2/2025) malam yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga. Tim penyidik telah menahan para tersangka untuk 20 (dua puluh) hari ke depan.
Penyidik pun telah melakukan penggeledahan di kediaman pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid dan PT Orbit Terminal Merak (OTM) di Cilegon, Banten. Perusahaan tersebut tercatat dimiliki tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) dan tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ). Muhammad Kerry merupakan anak dari Riza Khalid.
Kesaksian Ahok
Mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) Tbk, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mempertanyakan sosok seperti Riva Siahaan, Maya Kusmaya, hingga Yoki Firnandi masih bisa menjadi petinggi PT Pertamina Patra Niaga.
Diketahui, tiga sosok yang disebutkan Ahok tersebut merupakan tersangka kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang di PT Pertamina Patra Niaga yang oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) ditaksir mengakibatkan negara rugi mencapai Rp193,7 triliun.
Ahok awalnya mengatakan, Riva, Maya, dan Yoki merupakan sosok yang setiap rapat dimarahi olehnya saat masih menjabat sebagai Komut PT Pertamina. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut mereka adalah orang yang ngeyel ketika diberi arahan.
Ahok pun membeberkan bahwa Riva, Maya, dan Yoki ketika diminta untuk membenarkan suatu hal yang salah, tidak pernah dikerjakan.
“Mereka ini ya dimarahi paling pintar. Dimarahi cuma diam, ngeyel nggak dikerjain. Minggu depan datang, sama lagi,” katanya, dikutip dari YouTube Liputan6, Minggu (2/3/2025).
Ahok juga mengungkapkan Riva, Maya, dan Yoki menjadi sosok yang mengakibatkan transaksi pembayaran di SPBU masih menggunakan cara cash atau uang tunai.
Padahal, sejak empat tahun lalu, dia sudah meminta kepada mereka agar pembayaran di SPBU dengan cara menggunakan aplikasi MyPertamina.
“Sampai hari ini, SPBU (bayar) masih pakai tunai. Gua sudah minta (pembayaran via aplikasi MyPertamina) dari empat tahun lalu,” jelasnya.
Sebelumnya, Edward Corne, yang menjabat sebagai VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang untuk periode 2018-2023.
Berdasarkan penyelidikan, Edward bersama Maya Kusmaya, dengan persetujuan Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga diduga melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah, tetapi dengan harga yang ditetapkan untuk RON 92.
Akibatnya, negara harus membayar harga impor produk kilang yang lebih tinggi dari seharusnya, meskipun kualitas barang yang diterima lebih rendah.(*)
Penulis: Fatimah Purwoko