INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Kasus kekerasan seksual (KS) kepada mahasiswa yang terjadi di Fakultas Farmasi masih jadi sorotan publik, Pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap seorang guru besar Edy Meiyanto.
“Pimpinan UGM, juga sudah menjatuhkan sanksi kepada Pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku,” ungkap Andi Sandi pada keterangan resminya Senin (7/4/2025).
Andi menjelaskan, UGM melalui Satgas PPKS terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan pada Korban sesuai dengan kebutuhan para Korban.
Dia membeberkan, bahwa tindakan Guru Besar Edy Meiyanto tersebut, diketahui setelah ada laporan ke pihak Fakultas Farmasi pada bulan Juli 2024
Hal itu diketahui berdasarkan laporan, Pimpinan Fakultas Farmasi langsung berkoordinasi dan melaporkan kasus tersebut kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
Satgas PPKS UGM, segera melakukan tindakan cepat dengan melakukan pendampingan terhadap korban, dan selanjutnya melakukan proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi juga terhadap Terlapor sesuai dengan peraturan dan SOP yang berlaku.
“Pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh UGM selalu berpegang teguh pada prinsip pengarusutamaan dan keadilan gender serta berupaya untuk memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan Korban.” ujar Andi.
Oleh karena itu, salah satu tindakan cepat awal yang dilakukan oleh universitas dan fakultas adalah dengan membebaskan terlapor dari kegiatan tridharma perguruan tinggi dan jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi.
“Jabatan Terlapor selaku Ketua CCRC dicopot berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024,” ungkapnya.
Andi menyebut, keputusan Dekan Farmasi ini, ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan dijatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan. Untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas.
Secara kronologis, Satgas PPKS UGM langsung menindaklanjuti laporan dari Fakultas Farmasi dengan pembentukan Komite Pemeriksa melalui Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada Nomor 750/U N1.P/KPT/HUKOR/2024 dengan perubahan masa kerja Komite Pemeriksa dari tanggal 1 Agustus 2024 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2024.
Komite Pemeriksa melakukan pemeriksaan mulai dari meminta keterangan lebih lanjut dari para korban secara terpisah, melakukan pemeriksaan pada Terlapor, para saksi, memeriksa bukti-bukti pendukung yang ada hingga tahap pemberian rekomendasi.
Berdasarkan temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan, Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa Terlapor terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023.
Terlapor juga terbukti telah melanggar kode etik dosen. Hasil putusan penjatuhan sanksi berdasarkan pada Keputusan Rektor UGM nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
Andi menekankan, UGM tetap dan akan terus berkomitmen untuk menjadi kampus yang bebas dari berbagai bentuk kekerasan seksual.
Berbagai kebijakan yang disusun, diterapkan, dan dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip bahwa kampus idealnya adalah ruang yang kondusif dan aman dari berbagai praktik kekerasan.
Oleh karena itu, sejak tahun 2016, UGM telah menyusun kebijakan pencegahan dan penanganan pelecehan seksual.
Komitmen ini dipertegas melalui peluncuran program Health Promoting University (HPU) pada tahun 2019 dengan dibentuknya tim Kelompok Kerja (Pokja) Zero Tolerance Kekerasan, Perundungan, dan Pelecehan.
Dengan terbitnya Permendikbudristek No.30 Tahun 2021, UGM menyesuaikan kebijakan internal dengan aturan tersebut, antara lain dengan pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) pada 3 September 2022.
“Beragam upaya sosialisasi atas berbagai aturan dan SOP terkait penanganan dan pencegahan kekerasan seksual terus dilakukan demi terwujudnya kampus UGM sebagai ruang yang aman dari berbagai tindak kekerasan seksual,” tutup Andi.(*)
Penulis : Elis