Entertainment Headline

Rumah Atalarik Syah Dibongkar Aparat Imbas Pembelian Sengketa Tanah PT Sapta

INTENS PLUS – CIBINONG. Rumah milik artis Atalarik Syah di kawasan Cibinong, Jawa Barat, dibongkar aparat kepolisian karena membeli tanah sengketa milik PT Sapta. 

Pembongkaran rumah sengketa miliknya menjadi sorotan setelah video yang ia unggah di Instagram Story @ariksyah, tampak sejumlah aparat merobohkan bagian atap dan tiang rumah miliknya. Pembongkaran sudah dilakukan aparat sejak hari Kamis, (15/5/2025).

Atalarik memprotes keras pembongkaran rumah pertamanya karena dilakukan tanpa surat eksekusi resmi dan masih dalam proses sengketa hukum. Atalarik mengaku tidak mendapat pemberitahuan apa pun sebelum pembongkaran dilakukan. 

“Dianggap kami ini binatang, tidak ada surat. Sekarang dieksekusi, udah sampai ke genteng segala macam. Tugas ditanyain namanya satu-satu enggak ada yang mau kasih, bingung saya,” lontar Aktor sekaligus ayah dua anak ini dalam unggahannya, dikutip pada Jumat (16/5/2025).

Atalarik merasa dizolimi atas perlakuan yang diterimanya.

“Saya yang orang kecil, cuma artis, dizolimi seperti ini. Padahal belum inkrah, masih ada gugatan, lagi dirapiin. Saya bukan penipu, bukan penjahat, gampang cari saya tapi saya enggak dapat ruang untuk itu,” ucapnya.

Diketahui, masalah yang menimpa Atalarik berawal dari pembelian tanah sengketa seluas 7.300 meter persegi di kawasan Cibinong pada tahun 2000. 

Menurut Atalarik, tanah itu dibelinya dari PT Sapta berbagai dokumen kepemilikan telah mengurus sebagian sudah berbentuk sertifikat dan AJB (Akta Jual Beli), dan rampung pada 2002. Dan baru ditempati oleh Atalarik mulai tahun 2003. 

Atalarik memaparkan, saat ingin mengurus lebih lanjut, ia mendapati salah satu dokumen penting, yaitu surat pelepasan, dinyatakan hilang. Kondisi ini membuat proses hukum menjadi berlarut. 

“Terus, saya mau urus lagi udah enggak bisa. Jadi ada surat yang hilang namanya pelepasan, itu hilang katanya,” ungkapnya. 

Ia mengaku saat itu tidak melibatkan notaris dan hanya mempercayakan proses pengurusan kepada pegawai pemerintahan di tingkat kelurahan dan kecamatan. 

“Dulu tahun 2000 tuh enggak ada notaris. Jadi ya semua saya percayakan sama pegawai pemerintah ya di Kelurahan, Kecamatan, untuk urus semua ini. Di mana Kelurahan, Kecamatan juga masuk dalam gugatannya Dede Tasno,” jelasnya.

Atalarik menyebut, digugat oleh orang tak dikenal oleh seseorang bernama Dede Tasno pada tahun 2015, yang mengklaim telah mengeluarkan dana besar untuk pengelolaan lahan tersebut. 

Dalam gugatan itu, selain Atalarik, pihak kelurahan, kecamatan, PT Sapta, almarhum Pak Purnomo, dan Direktur PT Sapta juga turut tergugat. 

“Nah, berdasarkan penggugat, dia merasa sudah melakukan pengeluarkan uang untuk pengelolaan lahan. Sebesar angka, ya enggak bisa disebut ya angkanya ya, yang enggak masuk di akal,” kata Atalarik. 

Ia mengatakan, angka yang diklaim penggugat bahkan tiga hingga empat kali lipat lebih besar dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) tanah yang dibelinya. Padahal sejak tahun 2003, Atalarik sudah membangun pagar dan rumah di atas tanah itu.

Atalarik sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan hakim Pengadilan Negeri Cibinong yang menyatakan pembelian tanahnya tidak sah. Namun, PK yang diajukan pada Juni 2024 itu ditolak. 

“Kita buat PK baru seperti itu untuk menahan eksekusi. Mengingat di sini sudah terjadi, sudah ada berdiri rumah,” imbuhnya. 

Sayangnya, meski proses hukum masih berjalan, Ia mengaku tak diberi ruang pembelaan. Saat ini rumah pertamanya sudah dibongkar habis oleh aparat.

Mulai dari atap dari rumah, lantai juga sudah dibongkar, genteng-genteng sisa atap nampak berserakan di sekeliling rumahnya. Sementara untuk bagian tembok akhirnya dibobol dan diselamatkan kayu-kayu jendela serta pintunya.

Sementara barang-barang rumahnya sudah dialihkan ke rumah lain yang hanya berjarak ratusan meter dari rumah pertama.

Kini Atalarik Syah dan keluarganya, tinggal di rumah kedua yang berada sebelahnya. Sebagian rumah tinggal kedua tersebut juga sebenarnya masih berdiri di atas tanah milik PT Sapta yang juga masuk daftar eksekusi pembongkaran lahan selanjutnya.

Selain itu, Perwakilan PT Sapta, Eka Bagus Setyawan mengatakan Pengadilan Negeri Cibinong memutuskan bahwa transaksi kepemilikan rumah Atalarik Syah tidak sah menurut hukum.

Apabila Atalarik gagal melunasi sisa pembayaran dalam waktu yang disepakati, maka PT Sapta melanjutkan proses eksekusi terhadap lahan rumah kedua tersebut.

“Atalarik Syah telah menyepakati pembayaran sebesar Rp 850 juta untuk lahan seluas 550 meter persegi, namun setelah dilakukan negosiasi, tanah tersebut akhirnya dibayar oleh pihak Atalarik Syah agar rumahnya tidak dibongkar,” ujar Eka.

Lahan seluas 550 meter persegi yang menjadi sumber sengketa dengan PT Sapta, telah mencapai kesepakatan dari proses negosiasi pada Jumat (16/5/2025). Yang akhirnya menyelamatkan rumah Atalarik dari pembongkaran lanjutan.

Sebagai bagian dari perjanjian menyebutkan, Atalarik telah membayarkan uang muka atau down payment (DP) sebesar Rp 300 juta. Sisa pembayaran akan dilunasi dalam jangka waktu tiga bulan. 

“Atalarik menyanggupi untuk bayar Rp 300 juta dulu, sisanya dicicil dalam termin waktu tiga bulan,” kata Eka.

Eka mengungkapkan, bahwa sebelumnya Atalarik sempat menawarkan jaminan berupa BPKB kendaraan yang ditaksir senilai Rp 200 juta untuk membayar DP. Namun, tawaran tersebut ditolak pihak PT Sapta. 

“Dia sempat nawarin pakai BPKB mobil yang katanya nilainya bisa sampai Rp 200 juta. Tapi kami tidak terima itu, kami minta pembayaran dalam bentuk uang tunai,” kata Eka. 

Eka menegaskan bahwa apabila Atalarik gagal melunasi sisa pembayaran dalam waktu yang disepakati, PT Sapta akan melanjutkan proses eksekusi terhadap rumah tersebut.

“Mungkin kita akan lakukan eksekusi lagi jika tidak ada pelunasan,” ujarnya. 

Eka menuturkan, lahan sengketa antara Atalarik Syah dan PT Sapta telah berlangsung sejak 2015. Atalarik mengklaim telah membeli lahan seluas 7.000 meter persegi pada tahun 2000 secara sah. 

Namun, Pengadilan Negeri Cibinong memutuskan bahwa transaksi tersebut tidak sah menurut hukum.

Meski begitu, Atalarik menyatakan bahwa proses hukum masih berjalan dan belum berkekuatan hukum tetap (inkrah), sehingga ia menilai pembongkaran rumah tidak semestinya dilakukan. 

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian mengenai dasar hukum pelaksanaan pembongkaran rumah tersebut.(*)

Penulis : Elis

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *