Sorotan Yogyakarta

Parkir ABA Yogyakarta Mulai Direlokasi ke Kawasan Premium Kotabaru

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Parkir bus wisata ABA Yogyakarta Mulai Direlokasi, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melalui Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, bekerja sama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta serta dibantu Kawedanan Panitikismo Keraton Yogyakarta secara resmi memulai proses relokasi Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) ke lokasi baru di kawasan premium Kotabaru pada (31/5). 

Langkah ini sejalan dengan berakhirnya masa kontrak pemanfaatan lahan ABA pada tanggal (13/5/2025) dan merupakan bagian dari upaya strategis pemerintah dalam mengubah fungsi lahan tersebut menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan Malioboro.

Kepala Dinas Perhubungan DIY, Chrestina Erni Widyastuti, menjelaskan relokasi ini upaya penataan ulang fungsi kawasan dan pengalihan infrastruktur parkir ke lokasi yang lebih sesuai dengan rencana pengembangan kota. Terlebih, kontrak pemanfaatan lahan ABA telah berakhir, dan material dari parkir ABA akan dimanfaatkan untuk pengembangan parkir existing yang ada di Ketandan.

“Sebagai tahapan awal, kami telah melakukan pemagaran area ABA pada 19 Mei 2025. Penutupan ini juga menjadi bentuk pemberitahuan kepada para juru parkir (jukir) dan pedagang kaki lima (PKL) untuk bersiap pindah ke lokasi baru yang telah disiapkan di Kotabaru, tidak jauh dari jalan Malioboro atau dari lokasi parkir ABA semula,” ujarnya. Senin (2/6/2025).

Lokasi parkir yang baru merupakan eks Menara Kopi ini terletak di sebelah selatan SD Kanisius Kotabaru, dan termasuk kawasan sirip Malioboro. 

Area tersebut berdiri diatas tanah SG (Sultan Ground), dimana dalam penyiapannya pemerintah dibantu oleh KW Panitikismo, mampu menampung ±120 unit kendaraan roda dua dan 63 kendaraan roda empat.

Selain itu, bangunan relokasi juga disiapkan untuk menampung lebih dari 150 PKL, yang terletak di lahan seluas ±4.000 m², disewa oleh Pemda DIY melalui Dishub DIY mulai Juni 2025 hingga Desember 2026. Dengan luas bangunan mencapai ±2.300 m². 

Selama masa sewa, seluruh jukir dan PKL dibebaskan dari kewajiban pembayaran sewa tempat.

“Kami telah menyiapkan fasilitas memadai di lokasi baru ini, yang letaknya tidak jauh dari lokasi ABA sebelumnya. Diharapkan, relokasi ini tidak mengganggu aktivitas para pelaku usaha maupun pengunjung karena tidak jauh dari Malioboro” lanjut Erni.

Selanjutnya material bangunan dari lokasi parkir ABA akan digunakan kembali untuk pembangunan fasilitas parkir di Ketandan. fasilitas tersebut direncanakan mulai beroperasi pada Januari 2026, dengan kapasitas ±535 kendaraan roda dua dan ±87 kendaraan roda empat. 

Proyek ini sempat mengalami penyesuaian dari target awal Desember 2025.

Setelah pembongkaran fasilitas parkir ABA, lahan eks-parkir tersebut akan dikembangkan menjadi RTH oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY. 

Menurut Eni, pembangunan RTH ini merupakan bentuk nyata komitmen Pemda DIY dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan, penguatan nilai budaya, dan pembangunan kota yang berkelanjutan.

RTH dirancang mencakup tiga zona utama yaitu publik, sosial, dan alam, dengan tutupan hijau sekitar 55% dan kapasitas pengunjung hingga 1.000 orang. 

Lahan seluas ±7.000 m² ini masih dalam tahap pengukuran ulang oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) dan pihak Keraton Yogyakarta. 

RTH akan ditanami pohon-pohon endemik yang memiliki nilai filosofis dan simbolis bagi masyarakat Yogyakarta.

Pengembangan kawasan ini mendukung keberadaan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia yang ditetapkan oleh UNESCO, RTH akan berfungsi sebagai ruang interaksi, edukasi, rekreasi, serta pelestarian lingkungan dan budaya.

Detail Engineering Design (DED) pembangunan RTH akan disusun pada tahun ini dengan dukungan Dana Keistimewaan (Danais). 

Pelaksanaan pembangunan akan menyesuaikan dengan penyelesaian DED, dan diperkirakan berlangsung pada akhir 2025 atau 2026.

“Pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta terus berkomitmen untuk mendampingi seluruh pihak yang terdampak relokasi selama masa transisi. Harapannya, langkah ini dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat,” imbuh Erni. 

Diketahui, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, pada tahun 2024 total persentase RTH di Kota Yogyakarta mencapai sekitar 23,351 persen. Angka tersebut terdiri atas 8,063 persen RTH publik dan 15,288 persen RTH privat.

Persentase ini masih lebih kecil dibandingkan dengan standar ideal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam beleid tersebut disebutkan wilayah perkotaan seharusnya memiliki minimal 30 persen RTH, yang terdiri dari 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat.

Dengan capaian saat ini, terdapat 64 RTH publik permukiman yang dikelola oleh DLH Kota Yogyakarta. Selain itu, DLH juga mengelola taman pinggir jalan serta pepohonan perindang dengan luas sekitar 76,7 hektare.(*)

Penulis : Elis

 

 

  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *