INTENS PLUS – JAKARTA. Ketegangan militer membara di perbatasan Thailand dan Kamboja, menyusul bentrokan bersenjata sejak (24/7/2025). Bentrokan itu telah menyebabkan sedikitnya 32 orang tewas, termasuk warga sipil dan personel militer dari kedua negara, serta memaksa lebih dari 130.000 orang mengungsi ke wilayah yang lebih aman.
Kawasan perbatasan yang dikenal rawan, terutama di sekitar Candi Ta Moan Thom dan wilayah Chong Bok, menjadi pusat konflik ketika artileri berat, roket multilaras, dan jet tempur dikerahkan oleh kedua pihak.
Kronologi Singkat Ketegangan Thailand-Kamboja 2025
Diketahui, ketegangan bermula setelah sebuah ranjau meledak dan melukai tentara Thailand saat patroli. Sebagai balasan, angkatan udara Thailand meluncurkan serangan balasan menggunakan jet F-16 dan drone pengintai.
Sementara itu, militer Kamboja menuduh Thailand melakukan pelanggaran wilayah dan menyatakan bahwa aksi militer mereka hanyalah tindakan defensif untuk melindungi kedaulatan negaranya.
Jenderal Somchai Rattanakosin, Kepala Staf Angkatan Darat Thailand, dalam jumpa pers di Bangkok mengatakan pihaknya tidak memulai pertempuran, tapi kami wajib melindungi setiap jengkal tanah Thailand.
“Kami tidak memulai pertempuran, tapi kami wajib melindungi setiap jengkal tanah Thailand dan memastikan keselamatan warga perbatasan.” ujarnya.
Di sisi lain, Juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Kolonel Chhun Dara menegaskan tentara hanya membalas tembakan, tidak ingin perang.
“Kami menanggapi dengan proporsional. Tentara kami hanya membalas tembakan. Kami tidak ingin perang, tetapi tidak akan tunduk terhadap provokasi.”
Berdasarkan data yang dihimpun Palang Merah Internasional dan lembaga kemanusiaan lokal, korban tewas berjumlah 32 orang (17 dari Thailand, 15 dari Kamboja). Pengungsi kurang lebih sebanyak 130.000 orang, mayoritas warga dari Provinsi Surin (Thailand) dan Oddar Meanchey (Kamboja).
Korban luka sebanyak 100 lebih orang, sebagian besar terkena pecahan peluru dan ledakan ranjau, selain itu kerusakan akibat perang berdapak pada rumah penduduk, sekolah, dan pusat kesehatan di radius 5 km dari zona konflik.
Sopheap Phan, relawan kemanusiaan di wilayah Banteay Ampil, Kamboja, menyampaikan kewalahan karena banyak pengungsi terluka.
“Kami kewalahan. Banyak pengungsi terluka, kekurangan obat, air bersih, dan makanan. Mereka trauma mendengar suara ledakan setiap malam.” ucapnya.
Menurut laporan militer dan pengamat pertahanan regional, kedua negara menggunakan senjata berat, termasuk:
- Rudal BM-21 Grad (Kamboja)
- Howitzer 155 mm (Thailand)
- Jet F-16 Fighting Falcon (Thailand)
- Drone pengintai dan serang
- Ranjau darat dan mortir
Pengerahan Tentara Tambahan Hingga 26 Juli:
Thailand menambah 4.000 personel ke barisan terdepan di Provinsi Surin dan Si Sa Ket, Kamboja mengerahkan 2.800 tentara tambahan, sebagian ditempatkan di sekitar kompleks Candi Prasat Ta Moan Thom.
Sekjen ASEAN menyerukan gencatan senjata segera dan meminta kedua negara duduk bersama dalam forum diplomatik
“Konflik bersenjata antara sesama anggota ASEAN tidak bisa dibenarkan. Ini saatnya diplomasi, bukan senjata,” ujar Lim Sovanara, utusan perdamaian ASEAN.
PBB, melalui juru bicara Sekjen António Guterres, turut mengutuk penggunaan kekuatan mematikan dan menyatakan siap memediasi proses perdamaian jika diminta.
Zona konflik terletak dekat kompleks candi kuno Khmer yang telah lama disengketakan. Sengketa wilayah ini telah memicu konflik serupa di masa lalu, seperti pada tahun 2008 – 2011, bentrokan di dekat Candi Preah Vihear, 2021 bentrokan kecil terjadi di dekat Chong Bok.(*)
Penulis : Elis