Internasional Sorotan

Konflik Thailand – Kamboja Memanas: Ratusan Ribu Mengungsi, ASEAN dan AS Desak Gencatan Senjata

INTENS PLUS – JAKARTA. Ketegangan antara Thailand dan Kamboja terus memburuk, memasuki hari keempat bentrokan bersenjata di sepanjang perbatasan kedua negara. 

Bentrokan terjadi di sejumlah titik panas, termasuk provinsi Sisaket, Surin, dan Trat di Thailand, serta Oddar Meanchey dan Pursat di Kamboja. Serangan udara dan tembakan artileri dilaporkan terus berlanjut meskipun telah ada seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata.

Konflik ini disebut sebagai yang paling serius sejak ketegangan serupa pada 2011, terutama dipicu oleh sengketa wilayah di sekitar Candi Preah Vihear, situs warisan dunia UNESCO yang berada di area sengketa.

Lebih dari 200.000 Jiwa Mengungsi, Puluhan Tewas

Menurut laporan, lebih dari 30 orang tewas, termasuk warga sipil dan personel militer. Jumlah pengungsi telah mencapai lebih dari 200.000 jiwa – 131.000 dari Thailand dan sisanya dari Kamboja. 

Warga sipil mengungsi ke kamp-kamp darurat dan sekolah-sekolah yang dijadikan tempat penampungan.

“Kami mendengar ledakan sepanjang malam. Kami tidak tahu harus ke mana, tapi kami tidak bisa tinggal di rumah,” kata Sopheap Chan, warga Pursat, dikutip dari Al Jazeera.

Sementara itu, di wilayah Thailand, ribuan warga dipindahkan dari rumah mereka di dekat perbatasan, dengan pemerintah menetapkan status darurat militer di delapan distrik.

Diplomasi Internasional: AS, ASEAN, dan PBB Turun Tangan

Presiden Amerika Serikat Donald Trump turun langsung dalam upaya diplomasi, melakukan pembicaraan dengan pemimpin kedua negara. Meski Thailand dan Kamboja sepakat untuk memulai dialog damai, baku tembak tetap berlanjut hingga Minggu (27/7) sore.

“Kedua negara telah sepakat untuk segera melakukan perundingan. Kami berharap dialog ini dapat menghentikan pertumpahan darah,” ujar Trump, seperti dikutip dari Reuters.

Selain itu, Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, sebagai ketua ASEAN, akan menjadi mediator dalam pertemuan darurat yang dijadwalkan Senin (28/7) di Kuala Lumpur. 

Sekretaris Jenderal PBB juga telah mengadakan pertemuan darurat Dewan Keamanan, menyerukan agar konflik diselesaikan secara damai melalui forum ASEAN.

Akar Masalah: Sengketa Wilayah & Ketegangan Politik

Ketegangan dipicu oleh pertikaian lama atas wilayah kuil Preah Vihear, namun diperparah oleh dinamika politik dalam negeri. Sebuah rekaman telepon bocor yang memperdengarkan percakapan antara PM Thailand Paetongtarn Shinawatra (putri Thaksin) dengan mantan PM Kamboja Hun Sen membuat hubungan memburuk tajam.

Krisis ini memicu ketidakstabilan politik di Thailand. Partai Bhumjaithai keluar dari koalisi pemerintahan, mendorong pengunduran diri Paetongtarn dan menunjuk Phumtham Wechayachai sebagai Perdana Menteri sementara.

“Ini bukan hanya soal perbatasan, tapi juga krisis politik internal dan bagaimana kekuasaan digunakan untuk mobilisasi militer,” kata analis Asia Tenggara Dr. Nopparat Wongchai dari Universitas Chulalongkorn.

Dampak Sosial dan Budaya

Beberapa situs budaya seperti kompleks kuil Ta Moan Thom dan Preah Vihear terancam rusak akibat konflik. UNESCO menyatakan keprihatinan atas potensi kerusakan warisan budaya dunia tersebut.

Sementara itu, komunitas lokal berupaya memberikan bantuan kemanusiaan. Di Thailand, kelompok lansia penari ballroom dan para biksu di provinsi Ubon Ratchathani dilaporkan turut serta menggalang bantuan bagi para pengungsi.

“Kami tidak ingin generasi muda kami menjadi korban perang. Budaya kita harus lebih kuat dari kebencian,” ujar Ajahn Prasert, biksu senior di Wat Pa Na Kratai.

Konflik antara Thailand dan Kamboja kali ini tidak hanya berdampak pada keamanan wilayah ASEAN, tetapi juga membuka luka lama tentang identitas nasional, kepemimpinan politik, dan dominasi kekuatan luar (AS dan Tiongkok).(*)

Penulis : Elis

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *