INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menghentikan kebijakan pemblokiran rekening masyarakat yang berstatus tidak aktif (dormant) selama tiga bulan.
Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi melanggar hak-hak masyarakat.
“Kebijakan blokir rekening oleh PPATK dengan status dormant selama tiga bulan sebaiknya dihentikan saja. Jangan melampaui kewenangan. Ini kebijakan yang keliru dan merugikan rakyat,” tegas Eko Suwanto dalam jumpa pers, Senin (4/8/2025).
Menurut Eko, banyak warga di Yogyakarta dan sekitarnya yang mengeluhkan rekening mereka tiba-tiba diblokir tanpa penjelasan.
Beberapa bahkan kesulitan mengakses dana yang ditabung untuk keperluan penting seperti biaya pendidikan, pengobatan, maupun kebutuhan pertanian.
Akibatnya, masyarakat harus mengurus pembukaan blokir yang prosesnya memakan waktu lama dan menyulitkan.
“Ada mahasiswa yang menabung hanya untuk bayar SPP, rekeningnya pasif karena memang jarang dipakai. Tapi ketika mau bayar kuliah, malah tidak bisa digunakan. Ini sangat menyulitkan,” ujarnya.
Tak Sesuai Regulasi dan Bertentangan dengan UUD 1945
Eko menyebut bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, serta Peraturan PPATK No. 18 Tahun 2017.
Pemblokiran rekening hanya bisa dilakukan jika ada:
- Dugaan keterlibatan dalam tindak pidana seperti pencucian uang, korupsi, terorisme, atau kejahatan narkotika.
- Laporan resmi dari lembaga seperti bank, OJK, KPK, atau kepolisian.
- Indikasi penggunaan rekening untuk kejahatan siber, penipuan, atau pemalsuan dokumen.
“Status dormant saja tidak cukup untuk memblokir rekening. Tidak ada dasar hukum yang membenarkan tindakan itu,” kata Eko.
Ia juga mengingatkan bahwa sesuai pembukaan UUD 1945, negara memiliki kewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia. Karena itu, lembaga negara seperti PPATK tidak seharusnya menerapkan kebijakan yang merugikan masyarakat kecil tanpa landasan hukum yang jelas.
Terkait hal itu, Komisi A DPRD DIY telah menerima banyak pengaduan dari masyarakat terkait kebijakan ini. Bahkan, Eko mengungkapkan bahwa sebagian besar rekening yang diblokir justru milik petani, buruh harian, hingga keluarga dengan penghasilan tidak tetap, yang biasanya menabung setelah panen atau menjelang tahun ajaran baru.
“Mereka bukan pelaku kejahatan. Mereka hanya warga biasa yang menabung untuk sekolah anak atau untuk biaya berobat. Kenapa harus diblokir?” ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Eko berharap PPATK segera mengevaluasi dan membatalkan kebijakan tersebut. Ia juga mendorong masyarakat untuk tidak diam dan ikut menyuarakan keberatan atas pemblokiran rekening secara sepihak.
“Silakan blokir rekening yang memang terindikasi tindak pidana. Tapi jangan pukul rata. PPATK harus kembali pada tugas pokoknya dan taat hukum. Jangan melampaui kewenangan,” tandasnya.(*)
Penulis : Elis