INTENS PLUS – PATI. Ribuan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menggelar demonstrasi besar-besaran di Alun-Alun dan Pendopo Kabupaten Pati, Rabu (13/8/2025).
Aksi ini merupakan puncak dari gelombang protes terhadap kebijakan Bupati Pati, Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen.
Massa yang datang dari berbagai kecamatan ini tidak hanya menuntut pembatalan kebijakan kenaikan pajak, tetapi juga mendesak Bupati Sudewo mundur dari jabatannya. Mereka menilai kebijakan tersebut memberatkan rakyat, terutama petani, nelayan, dan pelaku UMKM.
Awal Mula Konflik
Persoalan ini bermula pada awal 2025 ketika Pemerintah Kabupaten Pati menetapkan Peraturan Bupati tentang kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan tarif PBB.
Di beberapa wilayah, tarif PBB melonjak dua hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Warga mengaku terbebani, apalagi mayoritas penghasilan mereka bergantung pada sektor pertanian dan perikanan yang rentan terhadap fluktuasi harga.
Sejak Februari 2025, warga telah melakukan berbagai upaya protes, mulai dari audiensi ke Pemkab dan DPRD, pengumpulan tanda tangan petisi, hingga kampanye di media sosial dengan tagar #CabutPBB250Persen dan #SudewoMundur.
Meski demikian, tuntutan tersebut belum direspons sesuai harapan, sehingga memicu aksi besar pada 13 Agustus.
Tuntutan Warga Pati
Dalam aksinya, massa menyampaikan lima tuntutan utama, diantaranya:
- Bupati Sudewo mundur dari jabatan karena dianggap gagal mengelola kebijakan publik.
- Cabut kenaikan PBB dan kembalikan tarif ke nominal sebelum 2025.
- Audit dan transparansi APBD, khususnya dana dari kenaikan pajak.
- Usut dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang di Pemkab Pati.
- Libatkan masyarakat dalam pengambilan kebijakan strategis melalui musyawarah publik.
Massa juga melakukan aksi teatrikal seperti membawa keranda bertuliskan “Mati Keadilan” dan menabur tanah sebagai simbol beratnya beban pajak.
Respons Bupati Pati Sudewo
Menanggapi desakan tersebut, Bupati Sudewo menyatakan menolak mundur. Ia menegaskan bahwa dirinya dipilih secara demokratis melalui Pilkada, sehingga pergantian jabatan harus melalui mekanisme hukum yang berlaku, bukan semata karena tekanan massa.
“Kebijakan ini telah melalui kajian fiskal. Tujuannya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah untuk pembangunan. Semua proses sesuai aturan,” ujar Sudewo dalam konferensi pers. Rabu (13/8/2025).
Langkah DPRD dan Pemerintah Pusat
DPRD Pati merespons dengan membuka opsi hak angket, dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki kebijakan dan dugaan pelanggaran yang dilakukan bupati.
Jika ditemukan pelanggaran berat, DPRD dapat mengajukan usulan pemberhentian kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Tengah, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Presiden Prabowo Subianto ikut menanggapi situasi ini. Ia meminta semua pihak menahan diri dan menyelesaikan permasalahan secara cepat agar tidak mengganggu stabilitas daerah dan perekonomian warga.
Aksi pada 13 Agustus berlangsung cukup kondusif meski sempat terjadi dorong-dorongan antara massa dan aparat. Polisi mencatat tidak ada korban jiwa, namun 34 orang mengalami luka ringan, termasuk 7 anggota Polri.
Hingga kini, desakan agar Bupati Pati mundur masih terus bergema. Sementara itu, DPRD sedang mempersiapkan langkah investigasi untuk menentukan apakah proses pemakzulan akan ditempuh.(*)
Penulis : Elis