Pendidikan Yogyakarta

IRIS 2025 di UGM, Meutya Hafid: Teknologi Tidak Membangun Masa Depan, Manusia yang Membentuknya

INTENS PLUS –  YOGYAKARTA. Perkembangan teknologi Generative Artificial Intelligence (GenAI) kian menandai babak baru peradaban manusia. Meski membuka peluang besar, kehadiran AI juga membawa risiko serius mulai dari penyebaran misinformasi, penipuan finansial daring, hingga manipulasi informasi asing yang berpotensi mengganggu demokrasi dan stabilitas geopolitik di kawasan Asia-Pasifik.

Isu krusial ini menjadi topik utama dalam Information Resilience and Integrity Symposium (IRIS) 2025 yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) melalui Safer Internet Lab (SAIL) bersama Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM), bertempat di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM, Yogyakarta. 

Acara dibuka oleh Prof. Wening Udasmoro, Wakil Rektor UGM, yang menekankan pentingnya peran akademisi dalam menjembatani penelitian, kebijakan publik, dan pemahaman masyarakat terkait dampak teknologi baru.

Selanjutnya, Dr. Yose Rizal Damuri, Direktur Eksekutif CSIS, memaparkan bahwa risiko GenAI tidak hanya sebatas etika, tetapi juga menyangkut penipuan finansial, privasi data, hingga ancaman terhadap integritas demokrasi.

Menurutnya, simposium ini menjadi wadah lintas sektor untuk merumuskan rekomendasi berbasis data agar risiko bisa ditekan sembari memaksimalkan manfaat AI.

“Kita perlu mencari cara untuk menyeimbangkan risiko sembari memaksimalkan manfaat dari AI,” tegas Dr. Yose. Selasa (21/8/2025).

Pidato Menteri Komdigi: Teknologi Harus Dibangun dengan Tanggung Jawab

Pidato kunci disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Urusan Digital (Komdigi) Indonesia, Meutya Viada Hafid. Ia menekankan tingginya antusiasme publik terhadap adaptasi AI di Indonesia sebagai modal berharga untuk menghadapi era baru. Teknologi tidak membangun masa depan, manusia yang membentuknya.

“Teknologi ini harus diiringi dengan pengembangan sumber daya manusia agar teknologi tidak menjadi beban. Tugas kita adalah memanfaatkan teknologi ini dengan bertanggung jawab. Teknologi saja tidak dapat membangun masa depan, manusialah yang membentuk dan membangunnya,” ujar Meutya memberikan speech melalui layar video.

Pemerintah, menurut Meutya, terus menyiapkan kebijakan yang inklusif sekaligus mendorong peningkatan literasi digital masyarakat.

Dalam kuliah umum, Prof. Ang Peng Hwa dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura menyoroti bagaimana sifat prediktif AI yang cenderung “menyatu ke satu titik” dapat mengurangi keberagaman pengalaman manusia.

“AI telah terkonvergensi ke satu titik. Ini lah masalahnya dengan GenAI,” jelas Prof. Ang.

Ia mengingatkan bahwa ketergantungan berlebihan pada AI bisa melemahkan kapasitas berpikir kritis, sehingga perlu kolaborasi lintas sektor dari pemerintah, bisnis, akademisi, hingga masyarakat sipil dan kelompok keagamaan untuk menjaga ketahanan sosial.

Pada sesi strategic dialogue, hadir Wijaya Kusumawardhana (Staf Ahli Menteri Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Komdigi), Dr. Maria Monica Wihardja (Visiting Fellow ISEAS–Yusof Ishak Institute), dan Prof. Dr. Poppy Sulistyaning Winanti sebagai moderator.

Dr. Maria menekankan pendekatan berbasis manusia (human-centric approach) dalam regulasi AI.

“Teknologi itu netral. Teknologi tidak memiliki nilai. Kita lah yang memasukkan nilai ke dalam teknologi,” ujarnya.

Sementara itu, Wijaya menegaskan bahwa pembangunan sumber daya manusia harus berjalan seiring dengan perkembangan infrastruktur digital.

“Alih-alih hanya bicara soal infrastruktur, kita perlu mendahulukan manusia sebelum teknologi,” kata Wijaya.

Selain sesi pleno, simposium IRIS 2025 juga menghadirkan empat panel tematik yang membahas isu mendesak seperti penipuan finansial berbasis GenAI, pengawasan dan privasi dalam pembangunan digital, respons regional terhadap manipulasi informasi asing, dan peran informasi dalam menjaga ketahanan demokrasi.(*)

Penulis : Elis

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *