INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali turun ke jalan pada Senin, (1/9/2025), untuk menyuarakan tuntutan reformasi. Aksi ini berlangsung di dua titik utama, yakni Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Gedung DPRD DIY, dengan membawa sederet tuntutan.
Aksi ini digelar secara damai, meski mahasiswa menegaskan bahwa mereka tetap waspada terhadap provokasi dari pihak luar yang bisa memicu kericuhan.
Sejak pukul 10.00 WIB, massa mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil menggelar aksi di Bundaran UGM. Orasi demi orasi digemakan, menyoroti pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro-rakyat.
Koordinator aksi, Boengkoes (19), menyebut bahwa aksi ini merupakan respon atas tragedi yang menewaskan dua warga sipil dalam aksi sebelumnya.
“Selain insiden di Jakarta pada 25 Agustus 2025 yang menewaskan Affan Kurniawan, di Jogja kawan kita Rheza juga tewas tepat di depan Polda DIY. Karena itu aksi ini kami gelar untuk menyoroti pelanggaran HAM yang dilakukan aparat,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, mahasiswa menekankan 18 tuntutan, di antaranya:
- Gagalkan pemangkasan anggaran pendidikan dan wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis, serta berpihak pada rakyat.
- Usut tuntas brutalitas aparat yang merenggut nyawa rakyat.
- Bebaskan semua demonstran, pejuang lingkungan, HAM, dan demokrasi.
- Pecat dan adili Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
- Reformasi Polri.
- Tarik militer kembali ke barak, hapus komando teritorial, dan cabut UU TNI.
- Batalkan kenaikan pajak bumi bangunan, terapkan pajak tinggi bagi orang kaya.
- Hapus program makan bergizi gratis yang dianggap koruptif dan pencitraan.
- Hapus segala tunjangan tambahan bagi DPR, pejabat, serta perwira TNI-Polri.
- Samakan gaji pokok pejabat dan anggota DPR dengan rata-rata upah buruh nasional.
- Naikkan upah buruh, turunkan harga kebutuhan pokok.
- Gratiskan layanan kesehatan bagi semua rakyat.
- Hentikan seluruh proyek strategis nasional yang merugikan rakyat.
- Lawan mafia tanah.
- Sahkan RUU perampasan aset untuk menghukum koruptor beserta keluarganya.
- Wujudkan penulisan sejarah nasional Indonesia yang adil.
- Tolak upaya menaikkan status kepahlawanan Soeharto.
- Tangkap, adili, dan penjarakan pejabat maupun aparat pelanggar HAM.
“Tuntutan ini mencerminkan keresahan rakyat atas kebijakan pemerintah yang dianggap semakin jauh dari prinsip demokrasi,” ucapnya.
Bergeser ke DPRD DIY: 11 Tuntutan Front Aliansi Mahasiswa Jogja Bergerak
Usai aksi di Bundaran UGM, massa melanjutkan perjalanan menuju Gedung DPRD DIY di kawasan Malioboro. Kali ini, aksi dikoordinasikan oleh Front Aliansi Mahasiswa Jogja Bergerak.
Salah satu perwakilan Front Aliansi Mahasiswa Jogja Bergerak, Ain Dadung, menegaskan bahwa Malioboro dipilih karena memiliki simbol politik yang kuat.
“Kita menilai Malioboro sebagai tempat dengan tekanan politik yang besar. Apa yang kita perjuangkan bisa tersampaikan ke nasional. Di sini ada DPR dan Istana sebagai pusat eksekutif dan legislatif,” ujarnya.
Di depan DPRD DIY, Ain membacakan 11 tuntutan utama, di antaranya:
- Usut tuntas pelanggaran HAM dan adili pelaku yang terlibat.
- Reformasi Polri.
- Copot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
- Bebaskan demonstran yang ditangkap sejak 25 Agustus.
- Copot Menteri Keuangan Sri Mulyani.
- Larang rangkap jabatan melalui undang-undang dasar baru.
- Sahkan UU perampasan aset.
- Lakukan reformasi birokrasi menyeluruh.
- Kembalikan TNI ke barak.
- Turunkan Ketua DPR RI Puan Maharani.
- Turunkan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Aksi mahasiswa ini kemudian ditanggapi oleh DPRD DIY. Ketua DPRD DIY beserta sejumlah perwakilan fraksi menandatangani dokumen tuntutan mahasiswa. Meski demikian, Ain Dadung menegaskan bahwa mahasiswa tidak ingin sekadar mendapat tanda tangan.
“Biasanya hanya ditandatangani, tapi tidak ada tindak lanjut. Hari ini kami pastikan bahwa tuntutan kami harus diikuti dengan langkah nyata,” tegasnya.
Aksi mahasiswa di Yogyakarta ini merupakan bagian dari aksi nasional serentak di berbagai daerah. Mahasiswa menilai bahwa dalam belum genap setahun kepemimpinan Prabowo-Gibran, sudah banyak terjadi gelombang protes di seluruh Indonesia.
“Ketika demonstrasi terjadi di banyak daerah, itu artinya ada masalah serius dalam kepemimpinan nasional. Karena itu kami menyuarakan desakan reformasi dan perubahan mendasar,” tambah Ain Dadung.
Selanjutnya, Aksi Mahasiswa membubarkan diri pukul 14.10 WIB didampingi aparat TNI dan kepolisian. Mereka berencana melanjutkan perjalanan ke Titik Nol Kilometer Yogyakarta untuk menyampaikan aspirasi sekaligus menegaskan konsistensi perjuangan mereka.
Aksi unjuk rasa juga diikuti oleh rombongan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta di halaman DPRD DIY secara terpisah, juga ikut menyampaikan aspirasi.
Penanggung jawab umum aksi HMI, Isra, menyatakan bahwa unjuk rasa ini merupakan bentuk keprihatinan atas kondisi bangsa.
“Kita semua tahu kondisi bangsa hari ini. Beberapa pernyataan DPR yang sangat kontroversial, juga berkaitan dengan Undang-Undang Perampasan Aset yang perlu kita perjuangkan bersama, karena kasus korupsi di negara ini masih begitu marak,” ujarnya.
Adapun poin tuntutan HMI mencakup:
- Reformasi birokrasi.
- Pengusutan tuntas pelanggaran HAM.
- Reformasi Polri.
- Pengesahan UU Perampasan Aset.
- Transparansi aparat dalam menangani kasus penindasan terhadap pengemudi ojek online.
- Isra menegaskan bahwa tuntutan mahasiswa lahir dari keinginan agar negara benar-benar hadir melindungi rakyat.(*)
Penulis : Elis