INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi lokasi uji coba nasional program AI Goes to School (AIGTS) yang digagas oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Jogja dengan dukungan Asian Venture Philanthropy Network (AVPN) digelar di Gedung Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Program ini menargetkan pendampingan bagi 10.000 guru di 40 kota selama 18 bulan agar mampu memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam kegiatan belajar mengajar.
Pelaksanaan di Sleman, menjadi pilot project untuk menguji efektivitas modul pembelajaran AI dan penggunaan Learning Management System (LMS) sebelum diterapkan secara luas ke berbagai kota di Indonesia.
Program AIGTS di Sleman saat ini memasuki Batch 2, setelah sebelumnya hanya fokus pada guru sekolah dasar. Pada tahap kedua ini, pesertanya lebih beragam, meliputi guru PAUD, SD, hingga SMP dengan jumlah mencapai 67 guru.
Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Mustadi, menyambut positif inisiatif Mafindo yang dinilai sejalan dengan prioritas pemerintah dalam penguatan kompetensi guru.
“Ini adalah bentuk dukungan Mafindo untuk peningkatan kompetensi guru. Tahap pertama fokus pada SD karena jumlahnya banyak, ada 372 SD di Sleman. Pada tahap kedua ini, kami libatkan semua jenjang dari PAUD hingga SMP. Program ini sangat kami dukung karena membantu guru menyusun materi pembelajaran dengan lebih menarik dan sesuai perkembangan teknologi,” ujar Mustadi saat dihubungi Intens Plus, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, penggunaan AI dalam pendidikan penting untuk membuat proses belajar mengajar lebih interaktif.
“AI membantu guru menampilkan dan membuat materi dengan dukungan teknologi informasi, sehingga penyampaian lebih canggih, menarik, dan efektif. Anak-anak juga jadi lebih antusias dalam belajar,” ucapnya.
Ketua Panitia Pelaksana AIGTS Mafindo, Azzam Muhammad Bayhaqi menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan agar guru dapat memanfaatkan AI bukan hanya sebagai alat bantu, tetapi juga menjadi pendamping dan pemimpin bagi siswa dalam menggunakan teknologi dengan bijak.
“Harapannya guru bisa mengoptimalkan AI untuk aktivitas belajar-mengajar, misalnya menyusun rencana ajar atau membuat konten pembelajaran lintas media seperti gambar, video, hingga animasi. AI memudahkan guru bekerja lebih efisien, tapi tetap harus digunakan dengan etika dan perlindungan data,” jelas Azzam.
Ia menekankan, AI tidak boleh dijadikan patokan utama atau sumber tunggal, melainkan hanya tools pendukung. Guru perlu memahami cara penggunaan yang tepat agar tidak terjadi bias atau kesalahan informasi.
“AI itu hanya alat bantu, bukan pengganti guru. Guru tetap berperan penting untuk memastikan materi valid, menjaga privasi data, dan menuntun peserta didik agar menggunakan AI secara positif,” terangnya.
Selain Batch 2 yang berlangsung secara offline di Sleman, program AIGTS juga merencanakan Batch 3 secara online agar bisa menjangkau lebih banyak pendidik dari berbagai wilayah.
Dengan menjadikan Sleman sebagai pusat uji coba, Mafindo Jogja dan Dinas Pendidikan Sleman berharap bisa melahirkan guru-guru yang siap menghadapi era digital. Implementasi AIGTS di Sleman akan menjadi tolok ukur sebelum diterapkan di 40 kota lain di Indonesia.
“Hasil dari uji coba ini akan menjadi dasar evaluasi penyempurnaan modul dan platform pembelajaran. Target akhirnya adalah 10.000 guru yang mampu mengoptimalkan AI dalam pembelajaran di sekolah,” kata Azzam.
“Program ini juga mendukung kebijakan pemerintah pusat yang memasukkan coding dan kecerdasan buatan (AI) sebagai salah satu prioritas pendidikan nasional. Dengan langkah awal di Sleman, diharapkan transformasi digital pendidikan Indonesia dapat berjalan lebih cepat dan terarah,” imbuh Azzam.(*)
Penulis : Elis