INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) melalui program Sekolah Wartawan, EB Journalism Academy kembali menghadirkan ruang belajar khusus bagi insan media.
Kegiatan ini digelar di Gedung Pertamina Tower FEB UGM, Yogyakarta, dengan mengangkat tema “Menginvestigasi Fraud: Peran Jurnalis dalam Mengungkap Kecurangan dan Melindungi Publik”.
Program tersebut dirancang untuk membekali jurnalis dengan pemahaman mendalam mengenai isu-isu ekonomi, akuntansi, dan bisnis yang kerap menjadi inti dari kasus fraud atau korupsi.
Dengan bekal ini, jurnalis diharapkan mampu menginvestigasi kecurangan secara lebih tajam sekaligus melindungi kepentingan publik.
Dalam pemaparannya, Arika Artiningsih, dosen FEB UGM yang juga pakar financial crime, menjelaskan bahwa fraud bukan hanya sekadar kecurangan sederhana, melainkan praktik manipulasi yang kompleks dan berbahaya.
“Fraud itu bukan sekadar kecurangan. Fraud adalah segala macam cara yang digunakan individu untuk mendapatkan keuntungan melalui representasi palsu. Di dalamnya ada pelicikan, cara-cara yang tidak adil, dan selalu menimbulkan korban. Unsur tipu daya inilah yang membedakan fraud dari kriminalitas biasa,” ungkap Arika di hadapan para jurnalis. Selasa (30/9/2025).
Ia menekankan, memahami definisi fraud sangat penting bagi jurnalis agar bisa melihat kasus secara lebih komprehensif. Dengan begitu, liputan investigasi tidak hanya berhenti pada permukaan, tetapi mampu membongkar modus yang tersembunyi.
Arika juga menyoroti bagaimana akademisi turut berperan penting dalam membantu aparat penegak hukum (APH) mengurai kasus fraud yang melibatkan data akuntansi atau keuangan.
“Peran kami biasanya sebagai pemberi keterangan ahli. Hakim, jaksa, atau pengacara umumnya berlatar belakang hukum. Jadi, ketika berhadapan dengan kasus akuntansi atau keuangan, mereka tidak selalu paham letak ketidaksesuaian. Tugas kami menjelaskan secara sederhana agar hakim punya dasar pertimbangan yang tepat,” jelasnya.
Tak jarang, akademisi dilibatkan sejak tahap penyelidikan atau penyidikan, sebelum akhirnya memberikan kesaksian di pengadilan.
Bahas Kasus Antam Hingga Intangible Asset
Dalam sesi diskusi, Arika menyinggung salah satu kasus yang sempat ramai diperbincangkan publik, yakni dugaan kecurangan terkait emas palsu Antam.
“Kasus Antam itu sebenarnya menarik karena menyangkut penyalahgunaan brand. Padahal, brand itu adalah aset, meski tak berwujud. Dalam standar akuntansi, aset tak berwujud tetap harus dicatat dan memiliki nilai. Kalau disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, jelas itu bertentangan dengan standar,” paparnya.
Menurut Arika, perspektif seperti inilah yang perlu dipahami jurnalis agar pemberitaan bisa lebih tajam dan berimbang, terutama ketika menyangkut isu korupsi atau keuangan negara.
Sertifikasi Penting untuk Legitimasi Keahlian
Lebih lanjut, Arika menekankan pentingnya sertifikasi profesi bagi akademisi yang kerap menjadi saksi ahli. Hal ini untuk memperkuat legitimasi keterangan mereka di hadapan hukum.
“Kadang hakim bertanya, keahlian Anda dasarnya apa? Itulah mengapa sertifikasi penting. Saya sudah mengambil Certified from Xminor, dan baru minggu lalu lulus Certified Forensic Auditor dari SEKRA yang sesuai SKKNI Indonesia. Jadi, keterangan kami punya dasar profesional yang jelas,” ujarnya.
Meski tema yang diangkat cukup serius, suasana diskusi dibuat cair.
Arika menegaskan, jurnalis memiliki peran strategis sebagai garda terdepan dalam melindungi publik dari praktik fraud.
“Fraud bisa merugikan masyarakat luas. Peran media bukan hanya memberitakan, tetapi juga mencegah agar praktik ini tidak berulang. Semakin paham jurnalis tentang aspek teknis ekonomi dan bisnis, semakin kuat pula peran pers dalam melindungi publik,” katanya.(*)
Penulis : Elis