INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta resmi meluncurkan Program dan Aplikasi Satu Kampung Satu Bidan di Gedung Balai Kota, Yogyakarta.
Program ini menjadi terobosan baru untuk memperkuat layanan kesehatan keluarga, mulai dari pencegahan stunting hingga penanganan penyakit tidak menular pada lansia.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa kehadiran bidan di setiap kampung sangat penting karena merekalah yang mengawal kualitas manusia sejak lahir.
“Bidan ini kan mengawal proses reproduksi manusia, mengawal kualitas manusia. Pasangan suami istri melahirkan bayi, generasi baru. Mereka inilah yang harus memastikan kualitas manusia sejak lahir. Kalau tidak, keluarnya bisa stunting,” kata Hasto pada sesi wawancara dengan Media, Jumat (3/10/2025).
Menurut Hasto, ada dua alasan utama program ini mendesak untuk dijalankan. Pertama, angka stunting yang masih harus ditekan. Kedua, Kota Yogyakarta menghadapi tantangan aging population, dengan jumlah lansia mencapai 16 persen, tertinggi di Indonesia.
“Penyakit tidak menular pada lansia, seperti hipertensi, diabetes, hingga masalah geriatri harus diperhatikan serius. Karena banyak warga kita yang sudah jompo tidak mampu menjangkau puskesmas,” ujarnya.
Data Pemkot mencatat, ada 1.169 warga lansia yang tidak bisa ke puskesmas karena kondisi fisik maupun akses jalan sempit di perkampungan.
“Kalau tidak dijangkau, mau siapa? Kehadiran bidan ini yang kita sebut puskesmas tanpa dinding, harus menerobos sampai ke gang-gang kecil untuk melayani warga,” tambah Hasto.
Program Satu Kampung Satu Bidan akan menghadirkan layanan pemeriksaan kesehatan gratis door-to-door bagi warga yang tidak bisa datang langsung ke fasilitas kesehatan.
Hasto bahkan menegaskan bahwa rumah sakit di Yogyakarta juga harus berkonsep “tanpa dinding”.
“Saya kasih PR juga untuk dua rumah sakit. Satu rumah sakit harus bisa menjangkau satu kelurahan. Itu spiritnya, no one left behind dalam bidang kesehatan,” katanya.
Selain pelayanan, para bidan dituntut untuk melakukan pendataan secara detail dengan bantuan aplikasi yang sudah diluncurkan. Evaluasi akan dilakukan setiap bulan dengan indikator yang jelas.
“Saya ingin konkret. Misalnya, di kampung ini siapa saja yang hipertensi, siapa yang diabetes, siapa yang sedang hamil, siapa yang risiko tinggi stunting, siapa yang TBC. Itu semua harus bisa ditunjukkan dari aplikasi,” tegas Hasto.
Para bidan mulai bekerja efektif Oktober 2025 dan langsung digaji menggunakan anggaran pemerintah kota.
“Hari ini mereka mulai bekerja, gajinya juga mulai Oktober. Kalau nggak kerja ya piye, wong sudah dibayar. Itu uang rakyat, jadi harus benar-benar dijalankan,” tegasnya.
Hasto memastikan, bulan depan ia akan memanggil seluruh bidan untuk evaluasi dengan laporan berbasis data.
“Saya berharap, program ini mampu menghadirkan layanan kesehatan yang lebih dekat, merata, dan efektif bagi seluruh warga Kota Yogyakarta,” tutup Hasto.(*)
Penulis : Elis