INTENS PLUS – JAKARTA. Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat di berbagai wilayah Indonesia mengeluhkan suhu udara yang terasa semakin panas dan menyengat, terutama pada siang hari.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun memberikan penjelasan ilmiah mengenai fenomena ini, sekaligus menegaskan bahwa kondisi tersebut bukan disebabkan oleh gelombang panas (heatwave) sebagaimana yang terjadi di negara-negara subtropis.
Melalui unggahan di akun Instagram resminya, BMKG memaparkan proyeksi indeks sinar ultraviolet (UV) di Indonesia untuk hari ini. Sebagian besar wilayah di tanah air didominasi warna merah dan ungu yang menandakan tingkat paparan sinar UV sangat tinggi, terutama antara pukul 11.00 hingga 12.00 WIB.
“Hanya sedikit wilayah yang indeks sinar UV-nya berwarna hijau. Sisanya berwarna kuning, oranye, merah, hingga ungu,” tulis BMKG pada unggahannya. Kamis (16/10/2025)
BMKG mengingatkan, ketika indeks sinar UV mencapai level ungu, paparan matahari tanpa pelindung dapat menyebabkan kulit dan mata rusak hanya dalam hitungan menit.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk menghindari paparan langsung sinar matahari antara pukul 10.00 hingga 16.00 WIB, serta selalu menggunakan pelindung diri seperti topi, kacamata hitam, dan tabir surya saat beraktivitas di luar ruangan.
Meski suhu udara terasa “all out” panasnya, BMKG menegaskan bahwa fenomena ini bukan merupakan gelombang panas sebagaimana yang kerap terjadi di wilayah subtropis.
“Fenomena ini bukan akibat gelombang panas. Suhu di Indonesia masih dalam batas wajar, walau terasa tidak nyaman,” jelas BMKG.
Menurut BMKG, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan cuaca panas menyengat di sebagian besar wilayah Indonesia saat ini:
1. Posisi Semu Matahari yang Sedang Optimum
Saat ini posisi semu matahari berada sedikit di selatan garis khatulistiwa. Kondisi ini membuat wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima penyinaran matahari yang lebih intens, sehingga suhu udara meningkat signifikan pada siang hari.
2. Angin Kering dari Benua Australia
Angin timuran yang bertiup dari arah Australia membawa massa udara kering, yang membuat pembentukan awan menjadi sangat minim. Akibatnya, sinar matahari langsung menyinari permukaan bumi tanpa penghalang awan.
3. Minimnya Tutupan Awan
Meskipun sebagian wilayah Indonesia mulai memasuki musim hujan, proses pembentukan awan hujan di sejumlah daerah masih belum optimal. Hal ini menyebabkan langit cerah sepanjang hari, sehingga panas matahari terasa lebih terik.
BMKG menambahkan, suhu udara maksimum di beberapa daerah Indonesia dapat mencapai hingga 37°C, terutama di wilayah yang belum memasuki awal musim hujan.
“Jadi, jangan heran kalau sekarang terasa sangat panas. Tetap jaga kesehatan, banyak minum air putih, dan hindari paparan matahari langsung,” tulis BMKG dalam imbauannya.
Selain faktor atmosfer, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa suhu muka air laut di Indonesia juga mengalami peningkatan, yang turut memengaruhi kondisi cuaca ekstrem di berbagai wilayah.
“Suhu muka air laut di Indonesia semakin hangat. Karena itu, suhu udara permukaan juga ikut naik, dan siklus hidrologi menjadi semakin cepat,” ujar Dwikorita dalam program Insight with Desi Anwar di CNN Indonesia, Minggu (5/10/2025).
Ia menjelaskan bahwa suhu laut yang hangat mempercepat proses penguapan, sehingga awan-awan hujan terbentuk lebih cepat dan lebih banyak.
Selain itu, perbedaan suhu antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik menyebabkan terjadinya aliran massa udara basah ke wilayah Indonesia, yang memperkuat pembentukan awan konvektif.
“Ketika wilayah perairan Indonesia semakin hangat, proses pembentukan awan juga semakin masif. Kondisi cuaca ekstrem ini bisa diperparah oleh fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), yaitu pergerakan arak-arakan awan hujan sepanjang khatulistiwa,” jelasnya.
Dalam laporan Prospek Cuaca Mingguan periode 14 – 20 Oktober 2025, BMKG memperkirakan adanya peningkatan intensitas hujan di sejumlah wilayah Indonesia, dengan potensi hujan sedang hingga lebat disertai petir, angin kencang, dan gelombang tinggi.
“Berdasarkan kondisi dinamika atmosfer terkini, masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem,” tulis BMKG dalam keterangannya.
Masyarakat diingatkan untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca mendadak, serta selalu memperbarui informasi melalui kanal resmi BMKG.
Diperkirakan kondisi panas menyengat ini, akan berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2025, bergantung pada waktu masuknya musim hujan di masing-masing wilayah.
Setelah itu, suhu udara diperkirakan mulai menurun seiring meningkatnya tutupan awan dan curah hujan.
Sebagai langkah antisipatif, BMKG mengimbau masyarakat untuk memperbanyak konsumsi air putih agar tidak dehidrasi, menggunakan pelindung diri saat beraktivitas di luar ruangan, juga menghindari paparan langsung sinar matahari di jam-jam ekstrem, dan mengikuti perkembangan cuaca pada akun resmi BMKG.(*)
Penulis : Elis