Politik Sorotan Yogyakarta

Mahkamah Kongkalikong, Buka Kesadaran dan Sikap Kritis Masyarakat

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Sejumlah seniman tradisi Yogyakarta dan aktivis gerakan menggelar sandiwara ketoprak tobong mengangkat lakon ‘Mahkamah Kongkalikong’. Pentas digelar sebagai bentuk protes atas keputusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PPU-XXI/2023 yang kontroversial sehingga menuai kecaman publik luas. Pertunjukkan di gelar pada Senin (6/11/2023) pukul 15.00 – 17.00 WIB di halaman DPRD DIY jalan Malioboro Yogyakarta

Inisiator kegiatan, Widihasto mengatakan, masyarakat Yogyakarta selalu memiliki cara yang istimewa dalam menyampaikan aspirasinya. Termasuk gerakan protes pun, digelar dengan pertunjukkan dengan tidak meninggalkan tradisi seni budaya.

“Kami berkolaborasi untuk menyuarakan keprihatinan kami atas kondisi bangsa yang sedang tidak baik-baik saja,” ujarnya dalam sambutan.

Widihasto bilang, keputusan dari MK yang mengubah syarat pencalonan presiden-wakil presiden penuh dengan rekayasa. Selain itu, syarat dengan kepentingan nepotisme untuk menguntungkan kelompok politik tertentu.

“Apabila praktik politik kotor seperti ini terus dilakukan kita akan kembali ke masa Orde Baru. Di mana demokrasi, konstitusi diseting sedemikian rupa melayani kekuasaan. Oleh sebab itu, maka mari sama-sama menyaksikan pentas semarak keprihatinan dari Yogyakarta. Pentas Ketoprak Tobong Mahkamah Kongkalikong,” serunya.

Penulis naskah sekaligus sutradara lakon ketoprak “Mahkamah Kongkalikong” Nano Asmorodono menjelaskan, pentas ketoprak tobong baru pertama kali ini digelar di DPRD DIY. Jadi ini termasuk sejarah baru. Dulu sebelumnya pernah digelar pentas ketoprak tapi formatnya bukan tobong. Sementara kalau pentas wayang kulit sudah sering dilaksanakan di DPRD DIY.

Lakon Mahkamah Kongkalikong mengisahkan situasi Desa Antah Berantah yang semula aman tentram namun tiba-tiba gaduh karena dihempas badai nepotisme. Menjelang akhir masa pensiunnya, Ki Lurah dan saudara iparnya bersekongkol Ki Usmani membuat keputusan kontroversial yang memicu keresahan dan konflik sesama warga desa.

Nano Asmorodono berharap, pentas ketoprak tobong dengan lakon Mahkamah Kongkalikong semakin membuka kesadaran dan sikap kritis masyarakat bahwa negara Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

“Oligarki politik telah bersekongkol sedemikian rupa dengan memaksakan perubahan konstitusi untuk melegitimasi agenda politik kekuasaannya,” ujarnya.

Apalagi, Kata Nano, publik melihat dengan mata terbuka bahwa adanya konflik kepentingan dari Hakim Konstitusi sekaligus pimpinan Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang ikut mengadili perkara yang menguntungkan Keponakannya yang dijadikan sebagai dalil legal standing oleh pemohon.

Hal ini bertentangan dengan the Bangalore Principle of Judicial Conduct, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Konstitusi dan PMK tentang Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Khususnya terkait dengan Prinsip Ketakberpihakan (Imparsialitas) yang mengakibatkan putusan yang dihasilkan menjadi tidak sah

“Jika praktek-praktek politik kotor itu terus dijalankan di republik ini maka niscaya bangsa ini akan kembali mengulangi kesalahan politik di masa lalu di era Orde Baru dimana kekuasaan politik hanya dalam cengeraman segelintir elit politik. Kritik dan koreksi sebagai sarana majunya demokrasi disumpal dan dilibas dengan rekayasa kekuasaan,” tegas Nano.

Sejumlah seniman turut meramaikan pentas yakni Miyanto, Hargi Sundari, Sumardiyanto Ketel, Bagong Tris, Novi Kalur, Aldo Iwak Kebo, Tuminten, Dalyanto, Supri, Patit, Sarwono, Rika Anggita dan Yanti Lemoe. Sedangkan aktivis gerakan yang ikut tampil antara lain Hendro Plered, Noor Janis, Syafaat Noor Rochman, Dodo Alfaro, Bambang KSR dan Arya Yudha.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *