Headline Perbankan

Nilai Rupiah Melemah, Pemerintah Bilang Ekonomi Indonesia Stabil

INTENS PLUS – JAKARTA. Bank Indonesia mempertahankan suku bunga BI-Rate pada level 6,25%. Kendati nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan ditutup melemah, pemerintah menyatakan perekonomian Indonesia tetap menunjukkan stabilitas yang kuat.

Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyebut, pada akhir perdagangan Kamis, rupiah turun 65 poin atau 0,40 persen menjadi Rp16.430 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya pada Rabu (19/6/2024) sebesar Rp16.365 per dolar AS.

“Bank Indonesia masih tetap mempertahankan suku bunganya pada level 6,25 persen,” kata analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova kepada ANTARA di Jakarta. Minggu (23/6/2024).

Keputusan BI untuk menahan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 6,25 persen sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus satu persen pada 2024 dan 2025.

Rully menuturkan pelemahan rupiah juga terjadi usai aksi jual investor asing di pasar sekunder obligasi negara.

Sementara itu, analis ICDX Taufan Dimas Hareva menuturkan dari sisi eksternal, mata uang rupiah dibebani oleh sinyal lesunya ekonomi salah satu negara rekanan utama Indonesia yaitu China.

China mempertahankan suku bunga acuan pinjaman (LPR) tidak berubah pada penetapan bulanan pada Kamis, sejalan dengan ekspektasi pasar.

Untuk LPR satu tahun dipertahankan pada 3,45 persen, sedangkan LPR lima tahun tidak berubah pada 3,95 persen. Keputusan tersebut menunjukkan laju pemulihan yang masih belum stabil di negara tersebut.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Kamis melemah ke level Rp16.420 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.368 per dolar AS.

Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa meskipun nilai tukar rupiah terkoreksi hingga mencapai Rp16.400 belakangan ini, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan stabilitas yang kuat. Hal ini didukung oleh berbagai indikator ekonomi makro positif, seperti penjualan ritel dan kondisi kredit perbankan yang masih solid.

“Kalau kita lihat dari fundamental, seperti indeks penjualan riil masyarakat yang mencerminkan konsumsi masyarakat mengalami pemulihan terutama pada Mei, Juni ini. Kemudian Mandiri Spending Index (MSI), confidence masyarakat, konsumsi semen, konsumsi listrik, PMI semuanya masih dalam relatif terjaga dan ini menjadi fondasi yang cukup baik untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kita di kuartal-II ini yang masih terjaga seperti yang terjadi di kuartal-I,” ungkap Sri Mulyani.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Ketua Dewan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menggelar rapat untuk membahas melemahnya rupiah.

Indikator lainnya, lanjut Sri Mulyani, juga terlihat juga kredit perbankan yang mengalami kenaikan. Hal ini tercermin dari ekspansi kredit, baik itu kredit investasi maupun modal kerja, dan konsumsi.

“Jumlah kredit growth juga mencapai 12,3 persen total peningkatan. Sementara dari dana pihak ketiga juga meningkat 8,1 persen,” tambahnya.

Dalam kesempatan ini, dia juga menegaskan bahwa pengelolaan APBN tahun ini akan tetap dilakukan dengan hati-hati untuk menghadapi tantangan seperti fluktuasi nilai tukar rupiah, perubahan harga minyak, dan hasil imbal dari Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah. Menurut Sri Mulani, hal ini penting karena semua faktor tersebut akan berdampak pada struktur APBN di masa depan dan pembiayaannya.

“Kami juga berkoordinasi dengan BI, yang terus mencoba stabilitas nilai tukar dalam hal ini fiskal dan moneter bekerja dan berkoordinasi baik dalam dinamika market dan juga dinamika global yang tinggi dan proses transisi politik yang terjadi,” jelasnya.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *