INTENS PLUS – SEMARANG. Peserta didik pendidikan dokter spesialis program studi anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro-RS Umum Pusat Dr Kariadi Semarang ditemukan bunuh diri. Diduga dia mengalami perundungan dengan beban kerja yang terlalu tinggi.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, tim dari Kemenkes telah turun ke RSUP Dr Kariadi Semarang. Koordinasi juga sudah dilakukan bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta pihak Universitas Diponegoro untuk melakukan investigasi terkait dengan penyebab bunuh diri dari peserta pendidikan dokter spesialis tersebut.
”Ada dugaan karena ada perundungan dan ada dugaan juga karena jam kerja yang melebihi waktu kerja. Tapi, semua ini masih dalam investigasi apakah memang karena ada beban mental sebagai akibat dari aktivitas pendidikan atau akibat perundungan,” katanya, Kamis (15/8/2024).
Tindak lanjut dari kasus bunuh diri dari mahasiswa dokter spesialis program studi anestesi FK Undip-RSUP Kariadi Semarang secara resmi telah disampaikan oleh Kementerian Kesehatan melalui Surat Pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor TK.02.02/D/44137/2024. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Azhar Jaya pada 14 Agustus 2024.
Melalui surat tersebut, Direktur Utama RSUP Dr Kariadi diminta untuk menghentikan sementara program studi anestesi di RSUP Dr Kariadi sampai dengan dilakukannya investigasi dan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan oleh jajaran direksi rumah sakit dan FK Undip. Penghentian program studi mulai dilakukan pada 14 Agustus sejak surat itu dikeluarkan.
Saat dihubungi untuk dimintai konfirmasi terkait dengan kasus tersebut, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Yan Wisnu Prajoko enggan memberikan jawaban. ”Kami akan agendakan press release bersama antara FK Undip dan RSUP Dr Kariadi. Mohon ditunggu,” katanya.
Ketua Bidang Organisasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mahesa Pranadipa menyampaikan, investigasi menyeluruh harus dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti dari kasus bunuh diri kepada peserta program dokter spesialis atau PPDS di RS Dr Kariadi. Keputusan atas tindak lanjut dari kasus ini diharapkan tidak dilakukan secara terburu-buru.
Menurut dia, keputusan Kementerian Kesehatan yang langsung menghentikan sementara program studi anestesi di RSUP Dr Kariadi dinilai terlalu terburu-buru. Selain itu, adanya informasi terkait keputusan pencabutan jabatan kepala kelompok staf medis (KSM) di RSUP Dr Kariadi juga dianggap tergesa-gesa.
”Keputusan-keputusan ini seperti terburu-buru, sementara penyebab pasti dari bunuh diri PPDS tersebut belum dipastikan. Ini perlu investigasi secara menyeluruh atau istilahnya perlu dilakukan audit di rumah sakit hingga akhirnya diketahui penyebabnya dan bisa dilakukan evaluasi,” tuturnya.
Mahesa pun menyayangkan adanya informasi mengenai pembungkaman kepada peserta didik program dokter spesialis prodi anestesi RSUP Dr Kariadi terkait dengan kasus tersebut. Kasus bunuh diri ini sudah tersebar luas sehingga jangan ada informasi yang justru ditutup-tutupi.
”Ini, kan, kepentingannya untuk mencari akar permasalahannya yang sebenarnya. Jika memang terbukti karena ada bullying (perundungan), pelaku harus ditindak. Jika karena beban kerja, berarti sistem pendidikannya yang harus dievaluasi,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Semarang Komisaris Andika Dharma Sena mengatakan, penyebab meninggalnya mahasiswa dokter spesialis di RSUP Dr Kariadi dengan inisiatif ARL (30) diduga kuat karena bunuh diri.
”Memang benar, (korban) bunuh diri. Yang bersangkutan menyuntikkan obat ke badannya sendiri,” ujarnya.
Andika belum mengetahui penyebab korban mengakhiri hidup. Namun, kepolisian mendapatkan laporan mengenai adanya tindak perundungan terhadap korban.
”Terkait dengan informasi mengenai perundungan masih kami cek. Informasinya, korban juga sedang sakit,” katanya.
Berdasarkan informasi lain yang didapatkan Andika, korban yang merupakan penerima beasiswa yang mengaku tidak kuat menjalani studinya. Terkait dengan kebenaran informasi-informasi tersebut, penyelidikan lebih lanjut masih akan dilakukan.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko