Pendidikan Sorotan

Mendikdasmen Abdul Mu’ti Soroti Pentingnya Pembaharuan Undang-Undang Perlindungan Guru

INTENS PLUS – JAKARTA. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Republik Indonesia, Abdul Mu’ti, menyoroti pentingnya pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Menurutnya, kedua undang-undang ini perlu direvisi untuk mengakomodasi tantangan pendidikan di era modern serta memberikan perlindungan lebih bagi para guru.

“Kami sedang mempertimbangkan dua opsi, yaitu merevisi undang-undang yang ada atau membuat undang-undang baru,” kata Abdul Mu’ti dalam siaran persnya, dikutip Selasa (19/11/2024).

Saat ini, Abdul Mu’ti bersama timnya tengah melakukan kajian undang-undang perlindungan guru dan dosen. “Kajian ini akan melibatkan masukan dari masyarakat luas agar langkah yang diambil benar-benar sesuai kebutuhan,” jelasnya.

Revisi undang-undang dianggapnya mendesak, karena tantangan yang dihadapi guru semakin kompleks. Termasuk dalam menangani konflik di sekolah, melindungi hak-hak guru, dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Abdul Mu’ti menegaskan bahwa perubahan kebijakan ini adalah wujud nyata perhatian pemerintah terhadap profesi guru sebagai garda terdepan pendidikan nasional.

Mendikdasmen pun telah melakukan pertemuan dengan Kapolri guna penerapan pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di lingkungan sekolah.

Restorative justice adalah pendekatan penyelesaian masalah yang mengedepankan dialog dan musyawarah antara pihak-pihak yang terlibat, sehingga dapat menghasilkan solusi yang adil dan saling menguntungkan.

“Kami sepakat bahwa persoalan di lembaga pendidikan sebaiknya diselesaikan dengan pendekatan kekeluargaan dan musyawarah. Hal ini sesuai dengan prinsip restorative justice,” ujar Abdul Mu’ti.

Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan suasana yang kondusif di sekolah, mengurangi potensi konflik, serta menghindari kriminalisasi guru atau siswa.

Restorative justice juga dianggap sebagai langkah preventif yang mampu menyelesaikan masalah tanpa harus melalui jalur hukum yang sering kali membutuhkan waktu panjang dan biaya besar.

Kemendikdasmen dan Polri juga berencana memperbarui nota kesepahaman (MoU) untuk memperkuat kerja sama antara kedua lembaga.

Dalam MoU tersebut, fokus akan diberikan pada program-program preventif seperti penyuluhan di sekolah mengenai ketertiban masyarakat dan inisiatif Polisi Masuk Sekolah.

Abdul Mu’ti menegaskan bahwa pendekatan ini tidak hanya bertujuan menyelesaikan masalah dari hilir, tetapi juga mencegah terjadinya konflik di hulu. Dengan edukasi dan pembinaan yang tepat, diharapkan berbagai potensi masalah di sekolah dapat diminimalisasi sejak dini.

“Kami ingin memastikan bahwa kerja sama ini memberikan dampak positif yang nyata bagi dunia pendidikan. Tidak hanya menyelesaikan masalah, tetapi juga mengedukasi siswa dan guru tentang pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban di sekolah,” tambahnya.

Selain fokus pada revisi undang-undang dan pendekatan restorative justice, pemerintah juga berkomitmen meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan guru.

Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa langkah-langkah konkret seperti ini adalah bagian dari upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan lebih aman bagi semua pihak.

Guru, sebagai ujung tombak pendidikan, membutuhkan dukungan penuh dari berbagai pihak untuk dapat menjalankan tugas mereka dengan baik.

Oleh karena itu, revisi undang-undang ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum, meningkatkan penghargaan terhadap profesi guru, dan menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung pertumbuhan siswa dan guru secara bersamaan.

Langkah Mendikdasmen untuk merevisi dua undang-undang dan memperkenalkan pendekatan restorative justice mendapat apresiasi dari berbagai pihak.

Kebijakan ini dinilai strategis untuk menjawab berbagai tantangan di dunia pendidikan. Dengan menciptakan regulasi yang relevan dan pendekatan yang manusiawi, diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat meningkat secara signifikan.

Namun, implementasi kebijakan ini memerlukan koordinasi yang solid antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sekolah. Selain itu, pengawasan yang ketat harus dilakukan agar kebijakan ini benar-benar diterapkan sesuai dengan tujuan awalnya.

Revisi undang-undang Sisdiknas dan Guru-Dosen, jika dilakukan dengan tepat, dapat menjadi landasan kuat untuk menciptakan pendidikan yang inklusif, adil, dan berkualitas di Indonesia.

Restorative justice, di sisi lain, merupakan inovasi yang dapat memperbaiki hubungan antarindividu di lingkungan sekolah, menciptakan suasana harmonis, dan mengurangi tekanan pada guru maupun siswa.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *