Entertainment Yogyakarta

Panutupan JAFF#19 2024, Berikut Hasil Daftar Pemenang Award 2024

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) terbukti mampu jadi perhatian festival dunia, pada gelaran yang ke 19 tahun 2024, selama delapan hari ini, JAFF telah mendapatkan perhatian masyarakat dengan perolehan 24,000 pengunjung.

Festival ini, ditutup dengan hasil daftar pemenangan beberapa kategori award di Empire XXI Yogyakarta pada Sabtu (7/12/2024). 

Daftar pemenangan menghasilkan beberapa kategori, antara lain Penghargaan Hanoman, Netpac Award, blencong Award, Special Mention For Light Of Asia, Indonesia Screen Award, Geber Award dan JAFF Student Award.

“Pengumuman kategori pemenangan yang di lakukan oleh dewan juri, menunjukkan bahwa perhelatan festival tidak hanya menjadi sebuah perayaan dan apresiasi bagi para pelaku sinema tapi juga sebuah bentuk karya dan kerja yang memiliki kontribusi pada masyarakat dan lingkungan,” ujar Ifa Isfansyah, Direktur JAFF dikutip Senin(9/12/2024).

Setiap tahunnya, festival ini telah mengkurasi beragam pilihan film agar penonton dan pengunjung festival mendapatkan pengalaman sinematik yang semakin lengkap dan mengesankan.

“Keragaman sajian yang ditujukan sebagai apresiasi terhadap ragam karya yang telah tercipta khususnya selama setahun terakhir di sinema Asia, Semoga sinema bisa terus bertumbuh,” ucapnya.

Direktur Eksekutif JAFF, Ajish Dibyo mengatakan. “Ke depannya, kami ingin terus mempertahankan semangat keberagaman dengan kembali berinovasi untuk menghadirkan bentuk-bentuk yang baru dan semakin kreatif lagi.” 

“Jogja Film Festival merupakan inisiatif penting yang tidak hanya berfungsi sebagai platform untuk perfilman, tetapi juga sebagai alat untuk membangun kembali masyarakat pasca-gempa. Dukungan pemerintah sangat krusial dalam pengembangan festival ini dan industri film Indonesia secara keseluruhan. Dengan pertumbuhan yang pesat dan partisipasi banyak pihak dalam festival internasional, menunjukkan potensi dan kualitas yang semakin meningkat film Indonesia semakin diakui di kancah global,” ungkap Garin Nugroho.

JAFF 2024 ditutup dengan penayangan perdana film 1 Kakak 7 Ponakan (1K7P) yang disutradarai oleh Yandy Laurens. Film drama keluarga ini, akan tayang secara nasional pada 23 Januari 2025 mendatang. 

Yandy Laurens mengaku, Film 1K7P merupakan adaptasi sinetron berjudul Keluarga Cemara karya almarhum Arswendo Atmowiloto yang pernah tayang pada tahun 90-an. 

Dia sangat terinspirasi karya mendiang Arswendo, dan terpikir untuk menggarap tema sandwich generation di tahun 90-an. Menurutnya, setelah 20 tahun berlalu, tema ini tetap relevan, bahkan masalahnya semakin banyak.

“Mas Wendo (Arswendo) mewariskan kepada kita selain cerita, juga perenungan tentang peristiwa yang banyak dialami dimasa kini, hal ini mengedukasi bagaimana sebaiknya hubungan tetap berlangsung. Kami beruntung boleh menceritakannya kembali dalam bentuk film,” papar Laurens.

Film 1K7P menggambarkan kisah sosok Moko, anak muda berprestasi baru lulus kuliah, yang hidupnya penuh dilema usai kematian kakak perempuan dan suaminya. Dia harus berjuang menghidupi keponakan-keponakannya seorang diri, Namun, dari situ ia justru menyadari makna sebuah rumah dan keluarga.

Penghargaan utama Golden Hanoman Award film Happyend | Foto : Ist

Berikut daftar Pemenang penghargaan Film JAFF 19: 

Penghargaan Utama Golden Hanoman Award – Happyend 

Happyend adalah film kolaborasi antara dua negara, yaitu Jepang dan Amerika Serikat. Film ini baru tayang perdana di Indonesia melalui JAFF 2024

Menceritakan sebuah penghormatan kepada pemuda jepang, yang penuh energi memberontak melawan sistem yang semakin melindas. Sebuah film kontemporer tentang pengawasan secara massal. 

Karya Sutradara Neo Sora, tiga juri JAFF yang menilai Amanda Nell Eu, Gina S Noer, Julien Reji.

Penghargaan Silver Hanoman – Viet And Nam

Menceritakan kisah keseruan untuk kebebasan dianggap cerita yang paling berani mengangkat kisah LGBT, dua pemuda Viet dan Nam yang saling mencintai, mengharukan, berlatar di Vietnam yang belum sepenuhnya berdamai dengan sisa perang dan rasa kehilangan orang tersayang. 

Sebuah perjalanan sensori yang memukau melalui tambang batu bara. Sebuah pandangan melankolis dan menyedihkan terhadap seorang remaja yang terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka. 

Karya sutradara Truong Minh Quy, tiga juri JAFF yang menilai Amanda Nell Eu, Gina S Noer, Julien Reji.

Netpac Award, Ma – Cry of Silence 

Film ini, hasil kolaborasi 6 negara: Myanmar, Singapura, Korea Selatan, Qatar, Norwegia, dan Prancis. Film drama ini menggambarkan perlawanan sekelompok buruh perempuan muda, Mi-Thet (Su Lay) yang bekerja sebagai buruh pabrik garmen di Yangon. selama 2 bulan bekerja belum mendapatkan gaji. Sekelompok buruh lainnya memutuskan mogok kerja, namun mereka malah diserang antek rezim militer. Penyerangan itu memunculkan trauma masa lalu Mi-Thet.

Film ini mengeksplorasi tentang potret mengharukan mengenai sekelompok pekerja remaja perempuan terhadap struktur ekonomi yang kejam melalui pengambilan gambar yang menarik pada opresi, protes, dan aksi kolektif. 

Karya sutradara The Maw Naing, tiga juri JAFF yang menilai Anggun Priambodo, Oh Jung Wan, dan Sheila Dara Aisha.

Blencong Award – When The Rises

Pengamatan yang brilian dan tajam terhadap perilaku manusia, dibuat dengan kecerdasan dan ketepatan. Penceritaannya sederhana tetapi efektif. 

Film ini ahli memadukan humor dan emosi untuk menjadi cermin bagi masyarakat, mengemas hasrat dan ketidaksempurnaan kita dengan kejelasan yang luar biasa. Eksekusi yang mulus dan pengaturan komedi tajam yang membuatnya menjadi potret kemanusiaan menyentuh dan mudah dipahami. 

Karya sutradara Hung Chen, tiga juri JAFF yang menilai Anggun Priambodo, Oh Jung Wan, Sheila Dara Aisha.

Special Mention For Light Of Asia Section – Anita, Lost In The News (Hilang dalam berita) 

Sebuah karya film yang menakjubkan secara visual dan emosional. Penceritaan yang unik

untuk sebuah kisah yang tak terceritakan untuk menghadirkan perspektif yang intim dan menyentak kesadaran. Memilukan sekaligus penuh kasih sayang. Film ini akan selalu melekat di hati dan mengingatkan kita akan kekuatan empati yang universal.

Karya sutradara Behzad Nalbandi, tiga juri JAFF yang menilai Anggun Priambodo, Oh Jung Wan, Sheila Dara Aisha.

JAFF – Indonesia Screen Awards:

Best Film: Yohanna (Razka Robby Ertanto, 2024, Indonesia) film potret ketulusan dan kejujuran penuh simpati dari masyarakat yang terpinggirkan daerah pedesaan di Indonesia.

  • Best Directing: Razka Robby Ertanto (Yohanna)
  • Best Storytelling: Razka Robby Ertanto (Yohanna)
  • Best Performance: Laura Basuki, Kirana Putri Grasela, Iqua Tahlequa (Yohanna)
  • Best Cinematography: Odyssey Flores (Yohanna)
  • Best Editing: Akhmad Fesdi Anggoro (Perempuan Pembawa Sial)

Geber Award – Ma – Cry of Silence 

Penilaian film ini cerita yang sederhana namun isu yang diangkat adalah masalah besar. Pengembangan karakternya sangat baik , untuk penyuntingan, ritme tempo yang lambat digunakan, tetapi sangat cocok dengan perasaan sunyi dan penderitaan panjang dari para tokohnya. 

Begitu juga dengan ambient sound dan berbagai efek suara yang banyak digunakan untuk menunjukkan unsur kekuasaan yang selalu meneror mereka. Penggunaan dua ruang aksi sebagai lokasi, yaitu rumah kontrakan dan pabrik, yang benar-benar terkesan seperti penjara atau sangkar bagi para tokoh utama. Sementara itu, nuansa biru pada sinematografi memberikan suasana dingin dan menyeramkan pada ruang-ruang yang mereka tempati. 

Di tempat-tempat tersebut, hak-hak mereka dirampas dan penonton diperlihatkan bagaimana, dalam keadaan terkurung, mereka tidak berhenti memperjuangkan hak-hak mereka yang dirampas secara paksa. Permasalahan ini tidak jauh berbeda jika dikaitkan dengan konteks Indonesia yang masih memiliki permasalahan yang sama. 

Karya sutradara The Maw Naing, tiga juri JAFF Kusen Dony Hermansyah, Ricas Cwu dan Yedi Letedara.

JAFF Student Award –  When The Rises

Film ini menceritakan ketika angin membawa kabar tentang kondisi lingkungan yang kritis, keberanian untuk menyuarakannya dengan lantang tersampaikan dengan baik melalui setiap frame dan representasi tokoh masyarakat dalam film ini.

Karya sutradara Hung Chen, lima juri JAFF yang menilai Ananda Afta Firstiarko, Muhammad Akmal Ihsan, Muhammad Fawwaz Fauzarrahman, Muhammad Rafi Eka Putra, dan Tri Yunii Aulia.(*)

Penulis : Elis

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *