INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Sulitnya akses SPMB untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Yogyakarta Tahun Ajaran 2025/2026, dikeluhkan wali murid di Yogyakarta. Masalah ini mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Perubahan Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi, diganti menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jalur domisili oleh Pemerintah Pusat. Bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dan keadilan dalam penerimaan siswa baru, dengan mempertimbangkan kapasitas sekolah dan situasi di setiap daerah.
Namun perubahan sistem ini tidak berjalan lancar, karena banyak keluhan pada saat mengakses secara digital.
Ketua Komisi D, DPRD DIY, RB. Dwi Wahyu B., mengatakan perlunya mengevaluasi sistem berbasis digital, agar masyarakat mudah memahami.
“Ya kita memang harus mengevaluasi sistem, Jadi sistem yang berbasis digital harus ada sosialisasi berikut ada edukasi kepada masyarakat untuk bisa mengakses, artinya bahwa digital itu akan menjadi sebuah alur yang menurut masyarakat itu bisa independen,” ucap Dwi, Jumat (20/6/2026).
Ia menambahkan, maka masyarakat juga harus memahami digital, nah bagaimana masyarakat yang belum paham tentang digital.
“Pemerintah Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) dalam hal ini, harus memberikan edukasi kepada masyarakat atau Komite, sebelum ada kelulusan. Namanya sosialisasi kepada wali murid tentang alur sistem pendaftaran siswa saya kira itu,” sarannya.
Dwi melanjutkan, sistem ini sudah terlaksana pasti ke depan juga harus di evaluasi, supaya masyarakat bisa mengakses.
“Jangan sampai anak itu tidak sekolah atau sekolah tidak sesuai dengan keinginannya, hanya terganjar oleh sistem. Itu menjadi perhatian kita, maka setelah ini juga kami akan evaluasi dengan Dispora,” kata Dwi menekankan.
Dwi memaparkan, bahwa konsep inovatif SPMB yang dilakukan oleh DIY menggunakan beberapa jalur, yaitu :
- Jalur Afirmasi (kuota 30%)
- Segmentasi tidak mampu, Jalur Domisili wilayah (kuota 30%)
- Berbasis tempat tinggal calon murid, Jalur Domisili Radius (kuota 5%)
- Diukur dari jarak kordinat sekolah ke rumah, Jalur Prestasi (kuota 30%
- Berbasis pada prestasi akademik lapor dan non-akademik, dan Jalur Mutasi (kuota 5%)
“Siswa yang pindah domisili, merupakan terobosan dalam upaya mendorong sinergi agar pelibatan peserta didik tidak bersifat seragam di sekolah adalah konsep yang menarik,” kata Dwi
Menurutnya dengan model ini, keberagam peserta didik dilihat dari beberapa kategori yaitu jarak, status sosial, prestasi, hingga pelibatan pendatang adalah cara yang relevan dengan filosofi DIY yang menjunjung nilai-nilai keadilan bagi publik.
“Saya berharap ada keterbukaan informasi, jangan sampai kejadian di tahun lalu. Manipulasi Kartu Keluarga (KK) demi sekolah anak, tidak perlu dimunculkan kembali. Perlu ada koreksi juga evaluasi yang berkala untuk menghindari itu,” ucapnya.
Pada pesan penutupnya, Dwi tak lupa menyampaikan ucapan semangat pada calon peserta didik baru di Yogyakarta.
“Akhirnya, selamat berjuang bagi peserta didik baru dalam mencari sekolah yang diimpikan. Selamat berkarya juga bagi sekolah, untuk terus menciptakan inovasi bagi kemajuan pendidikan di DIY. Merdeka !!!,” serunya.(*)
Penulis : Elis