Sorotan Yogyakarta

Polemik Ijazah Jokowi: Polisi Tetapkan 12 Terlapor, UGM dan Alumni Kukuh Bela Presiden

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Polemik ijazah Presiden Joko Widodo kembali memanas setelah Kepolisian mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap 12 orang terlapor yang diduga menyebarkan informasi bohong terkait keabsahan ijazah kepala negara. Langkah ini menyusul laporan resmi yang diajukan pihak presiden pada awal Juni lalu.

Pihak kepolisian melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menyebut bahwa 12 orang tersebut diduga melanggar UU ITE dan KUHP karena menyebarkan informasi menyesatkan kepada publik. 

“SPDP ini sebagai bentuk tindak lanjut atas laporan resmi dari Presiden Joko Widodo. Kami mendalami setiap unggahan, video, dan narasi yang beredar serta melibatkan ahli digital forensik,” ujar Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, dalam keterangannya.

12 nama yang masuk dalam daftar SPDP antara lain Roy Suryo, Rismon Sianipar, Eggi Sudjana, Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tifa, hingga mantan Ketua KPK Abraham Samad, Damai Hari Lubis, Ali Ridho alias Aldo, Nurdian Noviansyah Susilo, Michael Benyamin Sinaga, M Rizal Fadilah, Kurnia Tri Royani dan Ruslam Effendi.

Sofian Effendi Mundur dari Kontroversi

Di tengah panasnya isu, mantan Rektor UGM ke 12, pada masa jabatan periode 2002 – 2007, Prof. Dr. Sofian Effendi, yang sempat menyampaikan pernyataannya terkait dugaan kejanggalan dalam ijazah Presiden, kini secara terbuka, ia mencabut pernyataannya dan menyampaikan permintaan maaf.

Ia mengaku bahwa pernyataannya disampaikan dalam ruang diskusi terbatas alumni dan tidak bermaksud menyebarkan keraguan ke ruang publik. Ia menyatakan bahwa saat itu hanya menyampaikan pendapat dalam forum terbatas dan bukan sebagai sikap institusional UGM.

Prof. Sofian pun mengklarifikasi bahwa dirinya tidak memiliki bukti akademik untuk mendukung dugaan tersebut, dan menyatakan bahwa ia sepenuhnya menghormati pernyataan resmi dari rektorat UGM.

“Saya menyesal dan mohon maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan. Saya mencabut pernyataan saya dan mendukung penuh sikap resmi universitas,” ujarnya dalam surat tertulis kepada pimpinan UGM.

Diancam Penggemar Jokowi

Selain itu, setelah ditanya wartawan soal klarifikasinya surat pernyataan tersebut Prof. Dr. Sofian Effendi, mengaku alasan mencabut pernyataannya karena mendapat tekanan dari penggemar Jokowi usai videonya soal ijazah mantan presiden itu viral. 

Ia bahkan menerima informasi bahwa kelompok pendukung Jokowi berniat melaporkannya ke Bareskrim.

“Saya mendapat link surat dari media online, dikirim lewat WhatsApp oleh mantan mahasiswa saya. Dari sana saya tahu, para pendukung mantan presiden itu tampaknya gerah karena soal ijazah disebut. Mereka menyebut akan mengadukan saya ke Bareskrim,” ungkap Sofian.

Akibat tekanan tersebut, Sofian yang kini telah berusia 80 tahun mengaku tidak ingin memperpanjang persoalan ini. Ia secara terbuka menyampaikan permintaan maaf atas pernyataannya yang viral tersebut. 

“Saya minta maaf atas pernyataan saya. Saya tidak mau harus berurusan dengan polisi soal ini, apalagi saya sudah berusia 80 tahun dan keluarga saya juga terganggu,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sofian mengaku keberatan dengan beredarnya video pembicaraan tersebut dan menyatakan akan mengajukan surat keberatan secara langsung kepada Rismon dan rekan-rekannya yang merekam serta mengedarkan video itu.

“Saya akan kirim surat keberatan kepada mereka. Saya minta video pembicaraan soal ijazah Jokowi itu ditarik dari peredaran. Ini penting agar suasana di UGM tetap tenang, dan ketentraman nasional juga tetap terjaga,” imbuhnya.

Roy Suryo Kecewa, Sofian Effendi Tarik Pernyataan

Salah satu pihak terlapor, Roy Suryo, menyayangkan langkah Prof. Dr. Sofian Effendi, mantan Rektor UGM, yang mencabut pernyataan awalnya terkait dugaan kejanggalan ijazah Jokowi. 

Dalam pernyataan publik sebelumnya, Prof. Sofian menyebut ada lima kejanggalan pada dokumen akademik Jokowi, namun kemudian ia menarik pernyataannya dan meminta maaf secara terbuka.

“Saya pribadi merasa dilecehkan. Kami yang berani menyuarakan keraguan malah dilaporkan, sedangkan yang dulu mengungkap kini menarik ucapannya,” kata Roy dikutip dari Kompas TV.

UGM dan Alumni Tegaskan Keaslian Ijazah Jokowi

Di tengah kontroversi ini, dukungan terus mengalir dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan komunitas alumni yang menegaskan bahwa Jokowi merupakan lulusan sah dari Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980.

Rektor UGM, Prof. Dr. Ova Emilia kembali menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo adalah lulusan sah UGM, dengan segala kelengkapan akademik, mulai dari daftar hadir, arsip skripsi, hingga ijazah dan transkrip nilai. 

Ia menyebut bahwa kampus tidak akan menoleransi narasi hoaks yang menyerang integritas akademik lembaga.

“UGM memiliki sistem dokumentasi yang lengkap. Kami pastikan bahwa Bapak Joko Widodo adalah alumnus yang sah. Pernyataan kami konsisten sejak 2022 dan telah diverifikasi oleh banyak pihak,” ujar Ova.

Dukungan serupa datang dari Keluarga Alumni UGM (Kagama) dan alumni Fakultas Kehutanan angkatan 1980. 

Mereka bahkan telah menggelar konferensi pers membawa dokumen pribadi, foto-foto, serta testimoni yang membuktikan keberadaan Jokowi selama masa kuliah.

“Jokowi ikut kuliah, ikut praktikum, ikut naik gunung, dan kami wisuda bersama. Semua itu terekam baik dalam memori dan dokumentasi kami,” kata Frono Jiwo, salah satu teman seangkatan Jokowi.

Amnesty Internasional Soroti Kasus Ini

Menariknya, Amnesty Internasional kini ikut memantau proses hukum terkait kasus ini. Mereka menyatakan bahwa meskipun negara memiliki hak untuk menindak penyebar hoaks, proses hukum terhadap pihak-pihak yang kritis harus dilakukan secara transparan dan tidak bersifat membungkam kebebasan berpendapat.

“Kami mengawasi bagaimana kebebasan berekspresi dan hak atas informasi seimbang dengan perlindungan terhadap fitnah dan hoaks. Pemerintah berhak melindungi nama baik, tetapi kebebasan berekspresi juga harus dijaga. Transparansi dan keadilan adalah kunci agar publik tidak kehilangan kepercayaan dan menunjukkan bahwa ini bukan alat politik,” kata juru bicara Amnesty Asia Pasifik.(*)

Penulis : Elis

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *