INTENS PLUS – JAKARTA. Kasus kematian Zara Qairina Mahathir, siswi berusia 13 tahun dari Sekolah Menengah Kebangsaan Agama (SMKA) Tun Datu Mustapha, Papar, Sabah, Malaysia, kini menjadi sorotan masyarakat luas.
Pertanyaan “Zara Qairina kenapa” membanjiri media sosial, mencerminkan rasa penasaran sekaligus kemarahan publik atas misteri di balik kepergian tragis seorang remaja yang seharusnya mendapatkan perlindungan di sekolah.
Diketahui, pada dini hari 16 Juli 2025, Zara ditemukan dalam kondisi tidak sadar di saluran pembuangan dekat asrama sekolahnya sekitar pukul 04.00 pagi. Pihak sekolah awalnya melaporkan bahwa ia terjatuh dari lantai tiga gedung asrama.
Zara sempat dilarikan ke Rumah Sakit Queen Elizabeth, Kota Kinabalu, dengan kondisi patah tulang di tangan dan kaki. Namun sehari kemudian, 17 Juli 2025, dokter menyatakan otaknya tidak lagi berfungsi, dan ia meninggal dunia.
Yang memicu polemik, jenazah Zara langsung dimakamkan tanpa dilakukan autopsi awal. Hampir tiga minggu kemudian, atas desakan keluarga dan publik, makamnya dibongkar kembali untuk dilakukan autopsi ulang.
Hasil forensik menyebutkan Zara meninggal akibat cedera otak traumatis, namun keluarga menilai laporan itu belum sepenuhnya menjawab pertanyaan besar tentang penyebab kematiannya.
Kasus ini menjadi sorotan nasional setelah sejumlah temuan baru dan kesaksian keluarga terungkap, antara lain:
- Memar di tubuh, Ibunda Zara, Noraidah Lamat, menemukan memar di punggung putrinya saat memandikan jenazah. Fakta ini tidak tercantum dalam laporan awal kepolisian.
- Rekaman audio, dari ponsel Zara ditemukan rekaman percakapan dengan ibunya, di mana ia mengungkap rasa takut terhadap perundungan dan ancaman dari seorang senior yang disebut “Kak M”.
- Buku harian 51 halaman, dokumen pribadi Zara yang ditemukan guru dan diserahkan ke polisi, mengungkap kisah tentang perundungan, pelecehan seksual, serta tekanan psikologis yang dialaminya selama tinggal di asrama.
- Kecurigaan publik, fakta bahwa autopsi ditunda hingga jenazah diekshumasi menimbulkan spekulasi adanya upaya menutup-nutupi kasus.
Dugaan Bullying, Kelalaian, dan Pelecehan Seksual
Menteri Dalam Negeri Malaysia, Datuk Seri Saifuddin Nasution, menegaskan bahwa penyelidikan menemukan tiga unsur utama dalam kasus ini, perundungan (bullying), kelalaian pihak sekolah dan dugaan pelecehan seksual.
Polisi telah memeriksa 195 saksi sebelum menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung. Temuan ini memperkuat tuntutan publik bahwa kasus Zara tidak bisa dianggap sekadar kecelakaan.
Lima Remaja Ditetapkan Tersangka
Jaksa Agung Malaysia, Tan Sri Mohd Dusuki Mokhtar, menetapkan lima remaja di bawah umur sebagai tersangka kasus perundungan terhadap Zara. Mereka dijerat dengan Pasal 507C(1) KUHP Malaysia terkait perbuatan mengancam, kasar, atau menghina.
Namun, keluarga korban melalui kuasa hukum menilai pasal tersebut terlalu ringan. Mereka mendesak agar jaksa menggunakan Pasal 507D(2) yang memungkinkan hukuman lebih berat jika perundungan berujung pada bunuh diri atau kematian.
Polisi Diduga Langgar SOP
Selain itu, tiga perwira polisi di Sabah turut diperiksa oleh Departemen Integritas dan Kepatuhan Standar (JIPS) karena diduga tidak mematuhi prosedur penyelidikan saat menangani kasus Zara di tahap awal. Jika terbukti, mereka bisa dikenai sanksi disiplin.
Gelombang Publik #JusticeForZara
Tragedi ini menyulut gelombang kemarahan publik. Tagar #JusticeForZara menjadi viral di media sosial, sementara demonstrasi damai digelar di berbagai kota di Sabah untuk menuntut transparansi hukum.
Kasus ini juga memunculkan beragam hoaks di media sosial, termasuk tuduhan keterlibatan cucu VIP hingga klaim palsu bahwa Zara dimasukkan ke mesin cuci. Seorang guru bahkan ditangkap karena menyebarkan informasi menyesatkan di TikTok.
Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melindungi siapa pun yang bersalah. Ia mengecam keras praktik bullying, pelecehan, hingga upaya rasisme yang mencuat di tengah polemik kasus ini.
“Jika kasusnya melibatkan pembunuhan atau perundungan, saya tidak peduli anak siapa itu. Tetap selidiki dan tuntut,” tegas Anwar dalam pidatonya.
Selanjutnya, Pengadilan Koroner di Kota Kinabalu telah menetapkan 3 September 2025 sebagai awal persidangan inkuisisi untuk menyelidiki penyebab kematian Zara Qairina.
Sidang ini diharapkan menjadi momentum penting untuk mengungkap fakta sebenarnya dan memberikan keadilan bagi korban serta keluarganya.(*)
Penulis : Elis