INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Sekolah Vokasi (SV) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2025 sebagai bagian dari rangkaian Dies Natalis ke-16, mengangkat tema “Strategi Pemerintah dalam Menguatkan Hilirisasi dan Publikasi Riset Pendidikan Tinggi”, kegiatan ini menjadi momentum penting bagi dunia pendidikan tinggi Indonesia untuk memperkuat arah riset terapan menuju hilirisasi global di Gedung TILC SV UGM, Yogyakarta.
Forum akademik tahunan ini menghadirkan para pemangku kepentingan dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, dan industri. Diskusi berfokus pada strategi nasional dalam memperkuat kolaborasi riset terapan, mempercepat publikasi ilmiah, serta mengoptimalkan hasil penelitian agar dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan dunia usaha.
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama UGM, Dr. Danang Sri Hadmoko, menyampaikan bahwa SNPT merupakan wadah penting bagi peneliti, dosen, mahasiswa, dan mitra industri untuk mengonsolidasikan arah riset terapan di Indonesia.
“Forum ini memiliki makna strategis, bukan hanya sebagai wadah diseminasi hasil penelitian, tetapi juga ruang untuk mengakselerasi publikasi ilmiah dan memperkuat kolaborasi multisektor,” ujarnya. Sabtu (25/10/2025).
Menurut Danang, tema SNTT 2025 selaras dengan semangat UGM dalam membangun ekosistem inovasi berkelanjutan yang berorientasi pada manfaat sosial dan ekonomi.
“Tahun ini kita menekankan pentingnya riset yang berdampak nyata. Penelitian bukan hanya tentang publikasi, tetapi juga bagaimana hasil riset membawa manfaat konkret bagi masyarakat, dunia usaha, dan industri,” tambahnya.
Dekan Sekolah Vokasi UGM, Prof. Agus Maryono, menegaskan perlunya perubahan paradigma di kalangan akademisi agar lebih aktif dalam riset terapan yang langsung menjawab persoalan di masyarakat.
“Kita tidak ingin profesor yang hanya di belakang meja, tetapi yang turun ke lapangan, menyelesaikan masalah, dan pulang tersenyum karena masalahnya selesai,” katanya.
Agus menekankan bahwa riset di Sekolah Vokasi harus ‘bergelora’, artinya fokus menyelesaikan persoalan nyata di lapangan. Ia juga menjelaskan program Gerakan Naik Pangkat, sebuah inisiatif internal yang mendorong disiplin akademik dan peningkatan produktivitas riset serta publikasi dosen.
Selain itu, diskusi ini juga menyoroti pentingnya relevansi antara paten dan kebutuhan industri.
“Kita tidak asal membuat paten, tapi paten yang bisa dihilirisasikan, punya potensi masuk ke industri dan bermanfaat bagi masyarakat,” tegasnya.
Hadir sebagai keynote speaker, Dr. M. Fauzan Adziman, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI, menekankan peran strategis perguruan tinggi sebagai simpul kebijakan ekonomi berbasis riset.
“Riset berdampak itu memiliki empat kunci: orang, risetnya sendiri, hilirisasi, dan kebijakan adaptif. Tapi itu semua hanya bisa terbangun jika riset berbasis pada pemecahan masalah,” ujar Fauzan.
Menurutnya, pemerintah tengah berupaya menjadikan kampus sebagai pusat pengambilan keputusan strategis berbasis sains dan teknologi, sebagaimana praktik di negara-negara maju.
“Kita ingin kampus menjadi simpul ekonomi dan kebijakan nasional. Di negara maju, akademisi punya peran besar dalam memberi masukan langsung kepada pemerintah, dan itu yang sedang kita bangun,” jelasnya.
Untuk memperkuat hilirisasi dan komersialisasi hasil penelitian, pemerintah kini mengembangkan dua program besar, yakni Program Riset Prioritas dan Program Riset Strategis. Keduanya didukung pendanaan yang mencapai triliunan rupiah setiap tahun.
“Program riset prioritas kita biayai lewat APBN sekitar Rp 2,5 triliun per tahun, dan tahun depan naik menjadi Rp 3,2 triliun. Sedangkan riset strategis lebih berorientasi pada keberlanjutan dan keberdampakan hasil penelitian,” ungkap Fauzan.
Ia menambahkan bahwa pemerintah juga menggandeng sektor perbankan nasional, termasuk Bank Himbara, agar dana investasi bisa mendukung inovasi riset.
“Pesannya sederhana, uang Rp 200 triliun itu jangan hanya berputar di sektor riil yang tidak berhubungan dengan sains dan teknologi. Kita ingin dana itu mengalir untuk inovasi,” tegasnya.
Fauzan juga mengapresiasi peran aktif UGM, termasuk Sekolah Vokasi, dalam penyusunan peta jalan delapan bidang strategis riset nasional yang diarahkan langsung oleh Presiden RI.
“Kami membuat peta jalan strategis, dan UGM menjadi salah satu kampus yang paling aktif dalam membangun fondasi tersebut. Pemerintah menaruh harapan besar kepada kampus untuk menjadi sumber ide, inovasi, dan rekomendasi kebijakan publik,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa Indonesia kini tengah memasuki fase penting pembangunan ekosistem riset dari hulu ke hilir, di mana kampus menjadi jantung ide dan penggerak utama transformasi ekonomi berbasis teknologi.
“Teknologi harus menjadi bagian dari ekonomi kita. Itulah arah besar hilirisasi riset nasional,” pungkas Fauzan.(*)
Penulis : Elis
