Headline Jateng

Raja Keraton Surakarta Pakubuwana XIII Wafat, Dimakamkan di Makam Raja-Raja Mataram Imogiri

INTENS PLUS – SURAKARTA. Kabar duka menyelimuti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sri Susuhunan Pakubuwana XIII Hangabehi, raja Keraton Surakarta, wafat pada usia 77 tahun, Minggu (2/11/2025). 

Sosok yang dikenal sebagai penjaga keluhuran budaya Jawa dan pemersatu trah Mataram itu akan dimakamkan di Makam Raja-Raja Mataram Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Rabu (5/11/2025).

Kabar tersebut dikonfirmasi oleh adik kandung almarhum, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari, yang akrab disapa Gusti Moeng, dalam konferensi pers di Bangsal Smarakata, kompleks Keraton Surakarta.

“Sudah kita sepakati, pemakaman Sinuhun Pakubuwana XIII akan dilaksanakan hari Rabu, tanggal 5 November,” kata Gusti Moeng, dikutip dari CNNIndonesia, Minggu (2/11/2025).

Menurutnya, jenazah almarhum tidak akan disemayamkan di Sasana Parasdya, seperti tradisi sebelumnya. Kali ini, prosesi persemayaman dilakukan di Masjid Paramasana, yang berada di kompleks kediaman raja. 

Dari tempat itu, jenazah akan diberangkatkan menuju Imogiri, peristirahatan para leluhur Mataram.

“Upacara brobosan nanti dilaksanakan di Paningrat. Keluarga akan mbrobos di bawah peti jenazah Sinuhun, sesuai adat,” ungkapnya.

Selain itu, kerabat keraton juga tengah mempersiapkan rangkaian upacara adat dan pusaka-pusaka yang akan mengiringi PB XIII dalam perjalanan terakhirnya.

“Urut-urutannya siapa saja, upacaranya, ampilan-ampilan (benda pusaka) yang harus mengiringi itu apa saja, dan siapa yang ngampil (membawa), semuanya sudah kami koordinasikan,” tambah Gusti Moeng.

Sebelumnya, KPH Eddy Wirabhumi, adik ipar almarhum, juga mengonfirmasi bahwa PB XIII akan dimakamkan di Makam Pajimatan Imogiri, sesuai adat Mataram Islam yang diwariskan turun-temurun.

“(Pemakaman) sedang mau dirapatkan, kemungkinan hari Selasa atau Rabu. (Dikebumikan) di Imogiri,” ujar Eddy.

Imogiri, Peristirahatan Para Raja Mataram

Di lereng Bukit Merak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berdiri Makam Pajimatan Imogiri, kompleks pemakaman yang menjadi peristirahatan terakhir para raja dan bangsawan keturunan Mataram Islam. 

Tempat ini bukan sekadar situs pemakaman, melainkan simbol spiritualitas dan kejayaan budaya Jawa yang telah bertahan lebih dari tiga abad.

Menurut catatan resmi jogjaprov.go.id, Makam Imogiri dibangun pada tahun 1632 Masehi atas perintah Sultan Agung Hanyokrokusumo, penguasa besar Kerajaan Mataram Islam. Sultan Agung sendiri yang memilih Bukit Merak sebagai lokasi makam keluarga kerajaan.

Nama Imogiri berasal dari bahasa Sanskerta, hima berarti kabut dan giri berarti gunung, sehingga bermakna “gunung berkabut”. 

Sementara sebutan Pajimatan berasal dari kata jimat, yang berarti pusaka atau benda suci, menandakan bahwa tanah tersebut dianggap sakral dan memiliki kekuatan spiritual yang tinggi.

Awalnya, pembangunan makam kerajaan direncanakan di kawasan Giriloyo, tetapi proyek itu dipindahkan ke Bukit Merak setelah pengawas pembangunan meninggal dunia sebelum pekerjaannya selesai. 

Dari situlah lahir kompleks megah yang kini dikenal sebagai Makam Raja-Raja Mataram Imogiri.

Filosofi di Balik Bukit Suci

Dalam pandangan Jawa, tempat tinggi seperti bukit atau gunung memiliki makna spiritual yang dalam. Lokasi di puncak bukit melambangkan kedekatan manusia dengan Sang Pencipta, serta perjalanan jiwa menuju alam keabadian.

Itulah sebabnya, para raja Mataram dimakamkan di puncak bukit Imogiri, sebuah simbol bahwa setelah meninggalkan dunia, mereka kembali menyatu dengan alam dan leluhur mereka. 

Dari tempat tinggi itu pula, para pengunjung dapat merasakan keheningan dan khidmat spiritual yang seolah menyelimuti setiap anak tangga menuju puncak.

Selain Sultan Agung, di Imogiri dimakamkan pula para penerusnya seperti Amangkurat I hingga IV, serta raja-raja dari dua penerus kerajaan Mataram yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. 

Hingga kini, setiap prosesi pemakaman raja di Imogiri tetap dilaksanakan dengan tata cara adat yang ketat dan penuh makna.

PB XIII, Penjaga Martabat Keraton Surakarta

Sri Susuhunan Pakubuwana XIII Hangabehi dikenal sebagai sosok raja yang tenang, bijak, dan berdedikasi tinggi terhadap pelestarian adat Jawa. 

Sejak penobatannya pada 2004, PB XIII berupaya menjaga martabat Keraton Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa, sekaligus memperkuat peran keraton dalam kehidupan masyarakat modern.

Di masa pemerintahannya, PB XIII berupaya membuka akses publik terhadap kegiatan budaya di keraton, seperti Sekaten, Kirab Pusaka 1 Suro, dan upacara adat tradisional lainnya, agar masyarakat dapat lebih memahami nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur Mataram.

Pakubuwana XIII juga dikenal memiliki hubungan baik dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, komunitas budaya, serta Keraton Yogyakarta, sebagai bagian dari upaya memperkuat harmoni antarkeraton.

Kepergian PB XIII menandai berakhirnya satu bab penting dalam sejarah panjang Keraton Surakarta Hadiningrat. Namun warisan budaya, nilai spiritual, dan keteladanan yang ia tinggalkan akan tetap hidup dalam sanubari masyarakat Jawa.

Dalam waktu dekat, Keraton Surakarta akan melangsungkan prosesi adat besar-besaran untuk mengiringi perjalanan terakhir almarhum menuju Imogiri. Di puncak bukit yang berkabut itu, Sri Susuhunan Pakubuwana XIII Hangabehi akan bersemayam berdampingan dengan para leluhurnya,  kembali ke pangkuan sejarah dan spiritualitas Mataram.(*)

Penulis : Elis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *