Sorotan Yogyakarta

Aksi Demo Pedagang TM 2 Berharap Disatukan dengan Proyek JPG

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Ratusan pedagang Teras Malioboro (TM) 2 geruduk kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (5/7/2024). Mereka menuntut untuk dilibatkan dalam proses relokasinya, setelah lokasi TM 2 masuk proyek Jogja Planning Gallery (JPG).

Pengurus Koperasi Tri Dharma, Upik Supriyati, mengatakan pedagang TM 2 masih berharap dapat membuka lapak di lokasi yang mereka tempati saat ini. Lokasi tersebut disebutnya cukup strategis, sebab berada di Jalan Malioboro.

“Kami berharap tetap di lokasi TM 2, dijadikan satu dengan JPG. Kalau disatukan dengan JPG kami justru akan terbantukan oleh JPG,” lontarnya pada wartawan. 

Oleh sebab itu, Supriyati menyesalkan, rencana relokasi pedagang TM 2 ke dua lokasi berbeda yang tanpa melibatkan koperasinya. Lokasi pemindahan pun dinilai tidak menguntungkan pedagang. Sebab tidak berada di jalan Malioboro, yaitu di Beskalan dengan menampung 300 pedagang dan di Ketandan yang menampung 700 pedagang.

“Kenapa kok dipindah, kedua lokasi itu. Kan otomatis akan terjadi konflik horizontal antara pedagang. Kalau di sini (TM 2) kan tersebar,” lontar Supriyati.

Aksi protes disampaikan pada banner dan tulisan di depan Gedung DPRD DIY | Foto : Elis

Supriyati mengatakan, relokasi pedagang TM 2 ke Beskalan dan Kentandan, justru seolah menyembunyikan mereka.

“Padahal sudah tahu sendiri ada investor dari Bali (yang membuka store oleh-oleh di Malioboro) pun luar biasa. Ini ironis bagi kami. Kami digempur habis-habisan, masih ada izin untuk investor dari luar dengan jarak berapa meter saja dari TM 2,” cecarnya.

Ketua Koperasi Tri Dharma arma, Arif Usman, pun mengaku pihaknya hanya diberi paparan terkait luasan gedung bakal tempat relokasi pedagang TM 2.

“Katanya kami akan dibuatkan seperti TM 1, jadi ada bangunan permanen. Kami bukan menolak, tapi mohon dilibatkan, atau ajak ngobrol lah. Seperti apa nanti kami ke depan, bukan ujug-ujug 60×60 kami harus masuk ke situ segala macam,” keluhnya.

Arif pun menghimpun informasi terkait sistemasi relokasi, yang menurutnya, tidak menguntungkan pedagang.

“Itu kalau isunya di Ketandan (belakang Ramayana), kami dibagi dalam tiga lantai. Satu lantai kuliner. Itu hal mendasar, tidak bisa seperti itu, karena di mana pun pasar modern pasti di rooftop di atas. Kalau tiga lantai dan lantai satu untuk lesehan atau kuliner. Ini tidak akan hidup sudah,” sebutnya.

Arif pun mengaku telah bertanya pada Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti terkait sistem penempatan pedagang.

“Jawabannya Bu Yetti waktu itu, dia cuma pengen yang namanya lesehan itu selalu di bawah. Itu tidak logis, lantai seribu pun kalau gelar tikar namanya lesehan,” ujarnya.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko/Elis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *