INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Aktivis Jogja Corruption Watch (JCW) dan Koalisi Pegiat HAM & Anti Korupsi (KPH Aksi) Yogyakarta menggelar aksi sebelum mengirim surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (2/9/2024).
Aksi ini mereka sebut “Gedor Nyali KPK RI Sebelum 20 Oktober 2024 Panggil dan Proses Hukum Kaesang, Gibran, Bobby dalam Kasus Korupsi Gratifikasi Jet Pribadi dan Blok Medan”.
Koordinator Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, Baharuddin Kamba, mengatakan aksi jalan mundur ini sebagai simbol mundurnya KPK sebagai lembaga anti rasuah. Kamba tahu dari pemberitaan, KPK mengirim utusan ke anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, dalam dugaan gratifikasi jet pribadi.
“Harapannya KPK punya nyali untuk memanggil, jangan utusan. KPK mengirim utusan itu hak istimewa. Bagaimana KPK memanggil ke Gedung Merah Putih,” ujar Kamba pada wartawan, Senin (2/9/2024).
Oleh sebab itu, melalui surat yang dikirimnya, Kamba mendesak KPK untuk punya nyali menyeret anak dan mantu Jokowi yang terindikasi melakukan korupsi dan menerima gratifikasi.
“Kami menggedor nyali pimpinan KPK untuk memanggil dan memproses hukum saudara Kahiyang Ayu, Bobby Nasution, Gibran Rakabuming Raka, dan Kaesang Pangarep sebelum 20 Oktober 2024,” ucapnya.
Dia menjelaskan, tanggal 20 Oktober 2024 adalah hari terakhir bagi Jokowi menjabat sebagai presiden. “Bila sampai 20 Oktober KPK tidak memproses hukum, maka kami ingatkan, KPK bukan lagi Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi berganti nama menjadi Komisi Perlindungan Keluarga ‘Ratu Iriana’, merujuk pada Raja Jawa versi Bahlil,” cecarnya.
Kamba pun menjelaskan kasus korupsi dan gratifikasi yang belakangan menarik perhatian publik. Pertama, kasus korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK) yang dalam fakta persidangan terungkap, kasus pengurusan izin tambang Blok Medan. Kasus ini melibatkan Kahiyang Ayu dan suaminya, Bobby Nasution, yang menjabat sebagai Walikota Medan.
Kedua, kasus korupsi berupa gratifikasi berupa jet pribadi yang melibatkan Kaesang Pangarep. Jet ini diduga milik pengusaha asal Singapura, perusahaan itu diketahui memiliki MoU kerja sama dengan Pemkot Surakarta atau Solo yang saat itu dipimpin oleh Gibran Rakabuming Raka alias kakak kandung dari Kaesang. Ketiga, kasus korupsi berupa gratifikasi jet pribadi yang melibatkan Walikota Medan, Bobby Nasution.
“Kalau KPK tidak memanggil tapi mengirim utusan, itu merupakan kemunduran KPK sebagai lembaga anti rasuah. Kita tahu KPK berani memanggil dan memeriksa pejabat. Harusnya tidak ada keistimewaan bagi keluarga Jokowi untuk KPK memanggil nama-nama yang kami sebutkan,” tandasnya.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko