INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Melalui kuasa hukumnya, dua terduga pelaku penusukan santri meminta maaf dan menyatakan diri tidak terlibat.
Hariyanto yang merupakan Kuasa Hukum VL dan NH atau E, pun mewakili kliennya mengucapkan permintaan maaf pada seluruh warga DIY dan sekitarnya. Khususnya pemilik Luku Café di Prawirotaman.
Hariyanto bilang, kliennya terlibat kegaduhan di Luku Café pada Selasa (22/10/2024) malam. Lantaran VL melerai keributan yang terjadi di lokasi.
“Namun, setelah melerai datang tiga orang mengendarai sepeda motor salah satunya membawa senjata tajam,” ujar Hariyanto pada awak media di Kopi Klotokan, Caturtunggal, Depok, Sleman pada Rabu (30/10/2024).
Saat yang bersamaan, kata Hariyanto, VL melihat seseorang yang membawa sajam tersebut berjalan ke arah E. VL kemudian bermaksud menahan orang tersebut dan terjadilah perebutan sajam.
“Sehingga klien kami V terkena sajam di bagian jari tangannya. Setelah berhasil mengamankan sajam tersebut, klien kami V menyuruh adik-adiknya (junior) untuk pulang,” ucapnya.
V yang masih diselimuti rasa marah, kata Hariyanto, membanting sajam yang direbutnya dari kelompok yang bermaksud menyerang E. Sajam tersebut mengenai meja sehingga terjadi kerusakan.
“Dalam keributan Selasa 22 Oktober 2024, klien kami VL, malah menjadi korban dikarenakan luka akibat sajam yang dibawa orang lain,” sebutnya.
Atas peristiwa itu, VL pun telah membuat laporan kejadian tersebut dengan Nomor Polisi LP/B/484/X/2024/SPKT/POLRESTA YOGYAKARTA/POLDA D.I YOGYAKARTA tertanggal 23 Oktober 2024.
Namun, adanya simpang siur, bahwa VL dan E ikut terlibat dalam Penusukan Santri di Prawirotaman yang terjadi pada hari Rabu 23 Oktober 2024. Sebab VL dan E ditampilkan pada press release Polresta Yogyakarta terkait Penusukan Santri di Prawirotaman.
“Klien kami V dan E tidak ikut terlibat,” tegas Hariyanto.
Hariyanto lantas menjelaskan, saat peristiwa penusukan santri yang terjadi 23 Oktober 2024, VL dan E tidak berada di lokasi. “Klien kami
sedang berada di rumah dan tidak ada di lokasi kejadian,” ujarnya.
Hariyanto berharap, tidak ada stigma terhadap ras, suku, dan agama apapun. Mengingat Kota Yogyakarta merupakan kota pariwisata dan pendidikan yang menjadi tujuan bagi seluruh warga di Indonesia.
“Kami ingin, proses ini (perkara hukum pada VL dan E) proporsional. Kami juga mengutuk keras kejadian penusukan santri dan peredaran miras tidak berizin,” tegasnya.
Sementara itu, Kasihumas Polresta Yogyakarta AKP Sujarwo berkeras bahwa VL dan E tetap terlibat penusukan santri.
“Bahwa VL dan E ada kaitanya dengan perkara yang kasus penganiayaan/penusukan. Jadi kalau tidak ada kasus yang tersangka VL dan E maka tidak akan terjadi kasus penganiayaan/penusukan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Polresta Yogyakarta telah menangkap tujuh pelaku penganiayaan dan penusukan terhadap santri di wilayah Prawirotaman, Kota Yogyakarta. Namun, polisi masih terus melakukan pendalaman termasuk peran dari para pelaku.
Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Aditya Surya Darma, menjelaskan bahwa tujuh pelaku diringkus di beberapa lokasi yang berbeda. Hasil dari pengembangan, setelah polisi menangkap dua orang pelaku, tak lama setelah terjadinya insiden.
“Berdasarkan keterangan saksi (dan) penyelidikan di lapangan, kami bisa mendapatkan nama-nama pelaku penganiayaan, kemudian kami bisa mengamankan 7 orang. Tentunya mereka (sempat) sembunyi,” beber Aditya dalam konferensi pers ungkap kasus di Mapolresta Yogyakarta, Selasa (29/10/2024) sore.
Tujuh pelaku itu adalah VL (41), NH Alias E (29), F alias I (27), J (26), Y (23), T (25), dan R Alias C (43). Dengan rincian, tiga orang menyerahkan diri, dua ditangkap di kediamannya, dan dua orang lagi ditangkap di Fajar Timur Yogyakarta.
Aditya menegaskan, polisi sampai saat ini masih melakukan pendalaman terhadap kasus ini. Guna mengetahui peran masing-masing dari para pelaku, termasuk kemungkinan adanya pelaku lain.
“Berdasarkan alat bukti dan saksi-saksi, kami masih mendalami peran masing masing pelaku, dan apabila nanti dari hasil pendalaman ditemukan pelaku lain, akan kami tangkap,” sebut Aditya.
Selain itu, polisi juga masih mencari barang bukti senjata tajam (sejam) yang digunakan dalam insiden yang terjadi pada Rabu (23/10/2024) itu. Diduga, penusukan menggunakan sejam sejenis pisau yang mengenai perut bagian kiri korban.
“Untuk sajam ini masih kami cari,” ucap Aditya.
Aditya turut mengungkapkan, dari tujuh pelaku yang diamankan, ada satu tersangka yang disinyalir menjadi provokator.
“R atau C inilah yang melakukan provokasi. Bisa dikatakan R atau C adalah otaknya, sedangkan yang lain eksekutor,” ungkap Aditya.
Aditya menjelaskan, R atau C menginstruksikan agar rekan-rekannya mendatangi lokasi penganiayaan dan penusukan.
“Dia menyuruh ke suatu tempat, kemudian membuat keonaran, itu masuk provokasi,” tandas Aditya.
Sebelum pers rilis ini, halaman Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dibanjiri santri pada Selasa (29/10/2024). Mereka melakukan aksi solidaritas atas insiden penusukan terhadap santri dan peredaran minuman keras (miras) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).(*)
Penulis : Fatimah Purwoko